HEADLINE: Cuci Otak ala Dokter Terawan, Pelanggaran Kode Etik atau Terobosan Medis?

Dokter Terawan yang bungkam selama satu hari akhirnya buka suara mengenai surat pemecatan sementara waktu dari keanggotan IDI.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 05 Apr 2018, 00:01 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2018, 00:01 WIB
Dokter Terawan Agus Putranto
Brigjen CKM dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K) atau Dokter Terawan Diterpa Kabar Kurang Mengenakkan. Dia Dipecat Sementara Waktu dari Keanggotaan IDI.

Liputan6.com, Jakarta Tagar #SaveDokterTerawan menggema di lini masa. Tak tanggung-tanggung ada sosok pengusaha yang juga politikus ulung Aburizal Bakrie di barisan terdepan pembela Dokter Terawan Agus Putranto yang baru saja dipecat dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Semua bermula dari beredarnya surat putusan sanksi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) terhadap dokter cuci otak ini di media sosial pada Selasa (3/4/2018).

Surat yang ditandatangani Ketua MKEK Pusat DR Dr Prijo Sidipratomo SpRad (K) itu berisi putusan terkait dugaan pelanggaran etik kedokteran berat yang telah dilakukan dokter Terawan.

MKEK menduga, dokter yang identik dengan terapi Brain Washing melalui metode diagnostik Digital Substraction Angiography (DSA) itu sudah berlebihan dalam mengiklankan diri. Menurut MKEK, tidak sepatutnya dokter Terawan mengklaim tindakan cuci otak itu sebagai tindakan pengobatan (kuratif) dan pencegahan (preventif) stroke iskemik.

Alasan lain yang memperkuat MKEK menjatuhkan sanksi itu karena dokter Terawan melakukan dugaan menarik bayaran dengan nominal yang tidak sedikit. Selain itu, menurut MKEK, janji-janji dokter Terawan akan kesembuhan setelah menjalankan tindakan cuci otak (brain washing). Padahal, terapi tersebut belum ada bukti ilmiah atau Evidence Based (EBM).

Sulit sekali menghubungi Prijo Sidipratomo saat surat ini beredar. Tim Health Liputan6.com ingin memastikan soal keaslian surat tersebut. Sewajarnya surat penting seperti pemberitahuan akan pemecatan dokter Terawan tidak sampai jatuh ke tangan publik.

Hal yang sama diungkapkan Mariya Mubarika dari Tim Advokasi Legistalif IDI. Mariya amat terkejut begitu mengetahui bahwa media banyak yang menerima surat pemecatan itu.

Menurut Mariya, segala informasi dan data dari MKEK PB IDI yang asli tidak bisa diakses secara bebas. Mariya menjadi heran mengapa bisa sampai kebobolan seperti ini.

"MKEK PB IDI itu tertutup dan tidak mungkin pemberitaan kasus dokter Terawan beredal viral," kata Mariya saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Selasa siang.

Saat disinggung apakah surat yang beredar itu asli atau palsu, Mariya menjawab, "Soal berita itu hoaks atau bukan, saya juga belum tahu pasti."

Surat yang tersebar dalam bentuk Portable Document Format (PDF) itu berjudul Keputusan MKEK - TAP (singkatan dari nama Terawan Agus Putranto) dengan jumlah halaman 10 lembar. Salah satu keputusan yang tertulis di sana menetapkan bahwa pelanggaran yang dilakukan dokter Terawan tergolong pelanggaran etik serius (serious ethical misconduct).

Pada halaman nomor sembilan diketahui bahwa sanksi yang diberikan dokter Terawan berupa pemecatan sementara sebagai anggota IDI selama 12 bulan dari 26 Februari 2018 sampai dengan 25 Februari 2019. Hal ini juga diikuti pernyataan tertulis pencabutan rekomendasi izin praktiknya.

Simak video menarik berikut ini:

 

 

Infografis Dr Terawan
Infografis Dr Terawan

Testimoni Pasien Dokter Terawan

Ical, panggilan akrab Aburizal Bakrie, punya alasan khusus mengapa ia membela dokter militer berpangkat Mayor Jenderal (Mayjen) TNI itu. Dalam tulisan di blognya, Ical mengungkapkan peristiwa yang nyaris merenggut nyawanya enam tahun lalu.

"Ingatan saya langsung kembali ke tahun 2012 silam. Saat itu saya sedang makan siang dengan anak saya Anindya Bakrie. Saat akan menyuapkan makan ke mulut, tiba-tiba tangan saya tidak bisa mengarah pas ke mulut. Anin sempat membantu, tapi saat saya mau menyuap sendiri tidak bisa lagi," ungkap Ical.

Singkat cerita, lanjut Ical, keadaan memburuk, dan ia sampai tidak sadarkan diri. Keluarga pun melarikannya ke salah satu rumah sakit di Jakarta. Karena keadaan makin menghawatirkan, saat itu Prof dr Djoko Rahardjo, dokter kepresidenan, yang juga masih besan adik Ical, menyarankan dipindahkan ke RSPAD Gatot Soebroto.

"Kepada istri, anak, dan adik-adik saya Prof Djoko meminta izin agar dilakukan tindakan DSA kepada saya. Lalu dilakukanlah terapi yang juga dikenal sebagai 'cuci otak' itu," ujarnya.

Sekitar 30 menit terapi (menurut kesaksian istri, karena dirinya tidak sadar), Ical langsung sadar dan kembali bugar. Pagi dilakukan tindakan, jam sore sudah dibolehkan pulang. "Bayangkan dari tidak sadar dan kondisi mengkhawatirkan, sampai keluarga saya histeris, tidak lama setelah tindakan saya kembali sadar dan bugar," lanjutnya.

Saya masih ingat, kata Ical, ketika itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sampai menelepon dirinya dan mengatakan, “Alhamdulillah Pak Ical sudah sembuh. Jangan sakit, masih banyak yang bisa diperbuat bagi bangsa dan negara ini".

Itulah awal perkenalan Ical dengan dr Terawan. "Bisa dibilang saya utang nyawa pada Allah melalui dr Terawan. Sejak saat itu, jika ada keluhan yang diduga gejala stroke, saya juga minta bantuan dr Terawan. Seingat saya sudah empat kali saya menjalani terapi DSA atau cuci otak dengan dia.

Dokter Terawan Sempat Bungkam

Dokter Terawan dan Komisi I DPR RI
Dokter Terawan melakukan konfrensi pers bersama anggota Komisi I DPR RI di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Rabu (4/4/2018). (Liputan6.com/Benedikta Desideria)

Baik Prijo Sidipratomo maupun dokter Terawan sama-sama sulit dihubungi. Sudah berkali-kali Tim Health Liputan6.com menghubungi dokter kelahiran 5 Agustus 1964 di Yogyakarta pada Selasa, 3 April 2018, tapi tak juga direspons. Tujuan menghubunginya guna mendapat konfirmasi resmi terkait beredarnya surat sanksi yang diberikan MKEK PB IDI.

Baca juga: Viral Dapat Surat Sanksi dari MKEK IDI, Dokter Terawan Tetap Praktik

Liputan6.com mencoba terus menghubungi sang dokter guna mendapatkan kronologis sebenarnya. Panggilan pertama dilakukan pada pukul 09.38 WIB tapi tidak ada yang mengangkat. Sampai pada akhirnya panggilan pada pukul 10.35 WIB dijawab oleh salah seorang staf dokter Terawan.

"Ini lagi ada pasien," kata staf tersebut. "Saya kurang tahu," jawab dia saat kami bertanya kapan kira-kira bisa menghubungi dokter Terawan kembali.

Respons yang sama masih kami dapatkan saat menghubungi dokter Terawan menjelang azan magrib berkumandang.

"Masih ada pasien," kata stafnya itu.

Jawaban tersebut tentu saja berbanding terbalik dari yang tertulis di surat sanksi tersebut. Pada poin nomor tiga di halaman nomor sembilan dengan jelas disebutkan bahwa pemecatan sementara Terawan dari IDI diikuti dengan pernyataan tertulis pencabutan rekomendasi izin praktik sang dokter.

"Meminta jajaran PB IDI, IDI wilayah dan IDI cabang, serta Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI) sebagai organ bagian dari IDI untuk menindaklanjuti dan menjalankan keputusan ini dengan sebaik-baiknya,"

demikian bunyi poin nomor lima seperti dikutip Health Liputan6.com

 

Terobosan yang Berguna Buat Pasien

20160516- Pidato Terakhir Aburizal Bakrie Sebagai Ketum Golkar-Jakarta- Johan Tallo
Abu Rizal Bakrie Merupakan Sosok Penting yang Turut Membela Dokter Terawan (Liputan6.com/Johan Tallo)

Riuh di media sosial soal kabar pemecatan dokter Terawan Agus Putranto dari keanggotan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Muncul gerakan #SaveDokterTerawan yang pertama kali didengungkan Abu Rizal Bakrie (ARB) melalui sebuah unggahan foto di akun Instagram pribadinya.

Beberapa saat setelah ramai pemberitaan mengenai Terawan, mertua artis Nia Ramadhani ini mengunggah sebuah foto kolase saat dokter Terawan menerima penghargaan.

Menurut ARB, Terawan dengan metode cuci otak yang dia punya sudah menolong banyak orang. Termasuk diri dia sendiri dan sejumlah nama tokoh elite masyarakat negeri ini. Sebut saja Tri Sutrisno, AM Hendropriyono, Dahlan Iskan yang bahkan pernah menulis ceritanya di Liputan6.com (Baca juga: Sketsa Dahlan Iskan: Edisi Cuci Otak) saat menjalankan terapi cuci otak, sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"...Inilah mengapa saya perlu ikut membela dia. Orang yang dengki terhadap keberhasilan orang lain, adalah orang yang tidak pandai mensyukuri bahwa Allah telah memberikan kelebihan pada siapa pun yang dikehendakinya..."

Sosok penting dari Pantai Golongan Karya (Golkar) ini berharap atasan dokter Terawan mengizinkan anak buahnya itu membela diri. #SaveDokterTerawan pun tersemat di akhir komentar.

 

Ramai diberitakan kabar Kepala RSPAD Mayjen TNI dr Terawan Agus Putranto, diberhentikan oleh IDI dengan alasan etik. Metode “cuci otak”nya dipermasalahkan, padahal dengan itu dia telah menolong baik mencegah maupun mengobati puluhan ribu orang penderita stroke. Saya sendiri termasuk yang merasakan manfaatnya, juga Pak Tri Sutrisno, SBY, AM Hendropriyono, dan banyak tokoh/pejabat, juga masyarakat luas. Mudah menemukan testimoni orang yang tertolong oleh dr Terawan. Inilah mengapa saya perlu ikut membela dia. Orang yang dengki terhadap keberhasilan orang lain, adalah orang yang tak pandai mensyukuri, bahwa Allah telah memberikan kelebihan pada siapapun yang dikehendakinya. Mudah-mudahan KASAD sebagai atasannya dapat mengijinkan dr Terawan membela diri. #SaveDokterTerawan

A post shared by Aburizal Bakrie (@aburizalbakrie.id) on

Dari ranah Twitter ada sosok Mahfud MD yang ikut bersuara. Guru Besar FH-UII Yogyakarta sekaligus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008 sampai dengan 2013 menulis kicauan seperti ini;

"Saya bukan dokter. Mungkin saja pemecatan dokter Terawan oleh IDI benar. Tetapi saya dan isteri pernah bertobat kpd dr. Terawan dan hasilnya terasa baik. Mudah-mudahan semua berakhir baik,"

Kicauan pukul 12.58 WIB itu pun direspons oleh lebih dari 100 akun. Mendapat tanda suka (likes) lebih dari 1.000. Beragam respons Mahfud terima. Ada yang membela dan ada pula yang berpihak pada IDI dan MKEK. Bahkan tidak sedikit warganet yang menyamakan kasus dokter Terawan ini dengan Dokter Warsito.

 

Ical, Mahfud MD, Tri Sutrisno, SBY, AM Hendropriyono sampai Sutiyoso merasakan betul terobosan medis yang dilakukan Dokter Terawan. Meskipun terobosan medis itu belum diakui IDI, tapi hal lain justru dirasakan berbeda oleh pasien. Sampai-sampai Ical berani bersaksi bagaimana ia melihat prosedur yang dilakukan Dokter Terawan.

"Kalau yang pertama tidak sadar, yang berikutnya saya sadar dan melihat metodenya memang unik. Karena ada lagu, atau nyanyi-nyanyinya, lalu komunikatif dengan pasien dan saya bisa melihat prosesnya. Proses kateter masuk dari paha sampai ke atas, rasa panas (seperti mint) di mulut saya saluran yang buntu disemprot dan lain sebagainya," ungkap Ical.

Ical mengaku dirinya tidak mengerti dunia medis, tapi dari pengalamannya tidak ada yang aneh dari apa yang dilakukan oleh dr Terawan. Baginya, dampak kesembuhan itu ada. Karena itu ia mengaku banyak merekomendasikan orang untuk berobat kepada dr Terawan. Banyak yang terbantu dan merasakan manfaatnya, kecuali yang kondisinya sudah terlambat.

"Bahkan ada teman main tenis saya yang sudah mencong mulutnya dan tangan enggak bisa gerak, setelah diterapi, sekarang sudah sembuh dan bisa main tenis lagi," ujarnya.

Menurut Ical, sudah puluhan ribu orang yang tertolong oleh metode yang dikembangkan dr Terawan. Apa yang dilakukan juga telah ditulisnya dalam disertasinya saat mengambil S3. Penghargaan luar negeri juga banyak didapatnya. Pasiennya juga banyak dari luar negeri. Bahkan ada dokter dari Amerika dan Jerman yang belajar dan minta ilmunya dibagi ke sana.

Memang, kata Ical, banyak dokter masih mempertanyakan metode ini. Namun, dirinya percaya bahwa ilmu, termasuk ilmu kedokteran itu berkembang. Lihat saja perkembangan ilmu dan teknologi yang ada. Hal yang merupakan kemajuan sering kali awalnya dianggap tidak lazim dan dipertanyakan, tapi belakangan diterima dan umum dipakai. Oleh karena itu, ia berharap pihak IDI maupun yang berwenang memberikan tempat dan pengawasan bagi terobosan medis yang bermanfaat bagi pasien.

Dokter Terawan Akhirnya Buka Suara

Dokter Terawan
Dokter Terawan buka suara dan tidak merasa pernah mengiklankan diri. (Foto: Liputan6.com/Benedikta Desideria)

Dokter Terawan akhirnya buka suara mengenai sanksi yang diberikan MKEK. Hal ini dia ungkapkan di hadapan Komisi I DPR RI yang melakukan sidak ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto di Jakarta Pusat pada Rabu, 4 April 2018.

Komisi I DPR RI melakukan sidak pada pukul 15.00 WIB. Sidak itu sekaligus meminta dokter Terawan memberikan penjelasan mengenai keputusan sanksi dari MKEK PB IDI berupa pemecatan sementara dari keanggotaan selama 12 bulan.

Komisi I DPR RI mesti tahu sejelas-jelasnya karena menurut Abdul Kharis, RSPAD adalah mitra Komisi I. Rapat itu sendiri diselenggarakan tanpa kehadiran para pewarta, tapi ditayangkan secara langsung di akun Facebook DPR RI.

Baca juga: Soal Kasus Dokter Terawan, Komisi I DPR RI Sidak RSPAD Gatot Subroto

Menurut dokter Terawan, dia merasa terhibur dan merasa dikuatkan atas kehadiran Komisi I DPR RI. Sebab hatinya saat ini merasa sedih dan pilu karena dia ingin bekerja dan memberikan yang terbaik untuk bangsa dan masyarakat, tapi malah tersandung hal-hal semacam ini.

Sementara itu, terkait surat yang sudah beredar luas tersebut, dokter Terawan menyatakan bahwa sampai detik ini belum mendapat surat apa pun dari IDI.

"Mengenai apa pun yang diputuskan, sebenarnya saya sampai sekarang belum mendapatkan surat apa pun dari IDI. Karena sebetulnya keputusan apa pun itu, IDI yang memutuskan," kata dokter Terawan dikutip Health Liputan6.com dari siaran langsung tersebut.

Sedangkan MKEK hanya sebuah lembaga atau sebuah organisasi untuk menentukan atau membahas soal seorang dokter yang bermasalah dengan etika. Akan tetapi Terawan sendiri bingung, hal apa yang dia perbuat yang dianggap melanggar kode etik kedokteran tersebut.

"Itu yang saya tidak mengerti sampai sekarang," ujar dia.

Dokter cuci otak memang sudah membaca surat pemecatannya sebagai keanggotan IDI. Lagi-lagi dia bingung, karena isi yang dia baca tidak sesuai dengan apa yang terjadi sebenarnya.

Begitu juga soal forum ilmiah yang disinggung MKEK di dalam surat sanksi tersebut."Setahu saya, kalau itu merupakan kaitannya dengan ilmiah, forum ilmiah terbaik adalah forum akademisi," kata dokter Terawan.

Lebih lanjut dokter Terawan bercerita soal pertemuannya dengan MKEK pada 2013. "Waktu saya ke kantor MKEK disarankan untuk menyelesaikan dengan research dan itu saya selesaikan dengan cara... Menurut saya elegan adalah saya mendaftar ke Universitas Hasanudin (Unhas). Jadi, tidak ada kaitannya dengan Universitas Gadjah Mada," kata dia menambahkan.

Bahkan pembahasan mengenai terapi cuci otak menggunakan alat DSA dijadikan disertasi oleh Terawan di Unhas. "Kami bersyukur bisa menyelesaikannya tepat waktu dalam waktu tiga tahun untuk mendapatkan gelar doktor," ujar dia.

Kepada Komisi I DPR RI, dokter Terawan menyatakan bahwa penelitian ini tidak dilakukan seorang diri. Gelar doktor itu diambil bersama lima orang yang lain.

"Kami berenam membentuk satu pohon penelitian, "Terawan sadar betul bahwa penelitian yang dilakukan satu orang akan dianggap tidak sahi (sah). Terawan pun bersama dokter neurologi mengambil topik yang sama. "Kalau saya untuk kronik, beliau untuk akut," kata dokter Terawan.

Penelitian yang dibuat dengan cermat, detail, dan persiapan yang matang itu pun membuahkan hasil. Dari riset yang dilakukan berenam itu menghasilkan 12 jurnal internasional.

"Alhamdulillah, kami berenam bisa selesai doktor di bidang khusus, yaitu membahas mengenai DSA modification," kata Terawan.

Ini pula yang membuat Terawan bingung sampai detik ini. Apalagi MKEK menyebut terapi cuci otak tersebut dianggap tidak ada bukti ilmiahnya. "Hasil riset kami saja sudah terpublikasikan dengan jurnal. Jurnal internasional malah."

Alasan Dokter Terawan Bungkam dan Tidak Memenuhi Undangan

Dokter Terawan
Komisi I DPR RI melakukan sidak ke RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat terkait sanksi MKEK IDI terhadap Dokter Terawan, pada Rabu, 4 April 2018. (Foto: Liputan6.com/Benedikta Desideria)

Hal lain yang bikin dokter Terawan semakin tidak mengerti akan surat sanksi tersebut saat MKEK menyebut dia tidak mau datang memenuhi undangan.

Seperti yang tertera di halaman nomor dua surat tersebut, disebutkan bahwa MKEK PB IDI telah mengundang dokter Terawan Agus Putranto pada 16 Januari 2018. Surat undangan itu merupakan yang keenam. Lima surat yang lain mulai diberikan pada 2015.

  1. No. 5746|PB/MKEK/O1,/7015 (5 Januari 20L5)
  2. No. 5864|PB/MKEK/AL/2A35 (30 Januari 2015)
  3. No. 7O4L/PB/MKEKIA3/20L5 (3 Maret 2015)
  4. No. 7433|PB|MKEK/U4/7A15 (30 April 2015)
  5. No.7582|PB/MKEKIA5/2a]5 (25 Mei 2015)

Terawan mengatakan dia pasti datang kalau saja mekanisme pemberian undangannya benar. Bukan apa-apa, meskipun Terawan adalah seorang dokter, dia juga seorang prajurit TNI.

"Prajurit TNI akan datang kalau mekanisme undangannya benar. Lebih-lebih kalau itu memang mengancam reputasi dan sebagainya dalam bentuk persidangan," kata dokter Terawan.

"Dalam hal ini bapak KaSAD (Kepala Satuan Angkatan Darat) harus mengizinkan," kata dia menambahkan.

Kalau bersurat secara individu, Terawan menekankan, jelas tidak bisa. Sebab saat surat itu diterima dan ternyata Terawan tidak bisa, pengundang akan mendapatkan langsung surat balasan.

"Pernah sekali itu dilakukan. Kalau tidak salah di tahun 2015. Kita punya arsipnya. Yang menjawab adalah Dirkesad. Statusnya bahwa saya sedang tugas ke luar negeri," ujar dia.

Di saat yang bersamaan, dokter Terawan mengatakan, masih memimpin sebuah sidang dengan anggota berisikan dokter militer dari seluruh dunia. Tidak tanggung-tanggung, Terawan dipercayai menjabat Ketua Dokter Militer Dunia, membawahi 114 negara.

"Ya, saya bingung, saya punya komite etik. Namanya Dewan Etik, dalam bahasa Indonesianya. Itu ada di Austria,"

"Saya bingung, bagaimana mungkin Ketua Dokter Militer Dunia dituduh tidak memiliki etika. Sebenarnya, itu cukup menyakitkan buat saya," kata Terawan.

Dia juga mengungkapkan alasan bungkam selama satu hari kemarin. Orang yang sedang bersedih, kata dokter Terawan, pasti akan salah-salah terus menjawab pertanyaan dari siapa saja. Terawan meminta maaf atas tindakan yang mungkin dirasa tidak mengenakkan itu.

"Maaf kalau saya tidak menanggapi. Takut saya salah. Takut malah menyudutkan orang lain. Saya tidak mau. Walaupun dia menyakitkan saya, saya terima karena mau bagaimana lagi?," kata Terawan.

Terawan kemudian mengibaratkan kondisinya sekarang ibarat nasi sudah menjadi bubur. Semua sudah terlanjur terjadi.

"Ya, ngapain saya bela diri? Apa yang mau dibela? Saya bela diri kalau belum diputuskan. Kalau sudah diputuskan, saya mau membelanya bagaimana? Saya hanya tolah toleh saja," ujarnya.

Waktu pembacaan keputusan pun Terawan sedang berada di New Zealand. Lagi-lagi dirinya dianggap tidak hadir lagi. Semakin pusing saja kepalanya.

"Akhirnya, sudahlah, apa yang terjadi, terjadilah. Saya tidak punya kekuatan apa-apa selain serahkan kepada yang kuasa," kata dokter Terawan.

Kembali dia menekankan, masalah ketidakhadiran ini semata-mata karena dia sedang berdinas. Juga memang tembusan surat itu tidak ke pimpinan dokter Terawan langsung.

Dokter Terawan Berhak Mendapat Pembelaan dari Biro Hukum

Beberapa jam setelah dokter Terawan buka suara, pihak IDI menyampaikan pernyataan dari Ketua Umum PB IDI, Prof Ilham Oetama Marsis SpOG terkait surat sanksi dan putusan MKEK.

Dalam pesan singkat yang diterima Health Liputan6.com pada Kamis, 5 April 2018, Marsis mengatakan bahwa pemberian sanksi etik terhadap dokter Terawan adalah ranah dari MKEK.

Akan tetapi, sesuai ketentuan organisasi (AD/ART PB IDI), dokter cuci otak tersebut punya hak mendapat pembelaan dari Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) PB IDI dalam forum yang disediakan khusus.

"Hal ini sudah dijadwalkan dalam waktu dekat," kata Marsis.

Hanya saja, Marsis tidak bisa memberitahu kapan waktunya karena pertemuan ini bersifat internal.

Setelah menerima pesan ini, tim berupaya menghubungi Marsis. Namun telepon dari kami tidak diangkat.

 

 

 

 

 

 

 

Menkes Siap Memediasi Dokter Terawan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila F Moeloek, siap memediasi pertemuan antara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan dokter Terawan. 

Memang masalah pemecatan sementara dokter Terawan dari keanggotan IDI ini adalah urusan internal IDI yang harus diselesaikan secara internal pula. Namun, bila hal tersebut belum dilakukan, Menkes bersedia turun tangan. 

Seperti dikutip dari keterangan pers yang diterima Health Liputan6.com pada Kamis, 5 April 2018, Menkes menyarankan agar IDI melakukan komunikasi antar organisasi dengan MKEK, Persatuan Dokter Spesialis Radiologi (PDSRI), dan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) guna mengonfirmasi serta menyamakan pandangan saat akan menyampaikan pernyataan di depan publik. 

Termasuk pula sejumlah langkah tindak lanjut yang tepat sesuai dengan ketentuan dan standar kedokteran, tapi yang dapat diterima publik

"Sampai saat ini, Kemenkes sedang dalam proses komunikasi dengan IDI, MKEK dan organisasi profesi untuk mendalami fakta dan persoalan yang sebenarnya. Setelah itu akan dilakukan mediasi mencari solusi terbaik," tulis keterangan pers yang disetujui Plt. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, drg. Murti Utami, MPH

 

 

Tanggapan Rektor Unhas Terkait Kasus Dokter Terawan

Rektor Universitas Hasanuddin, Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu MA membenarkan bahwa dokter Terawan mengambil gelar S3 di sana. "Dia lulus kalau tidak salah tahun 2016, promosinya," kata Dwia saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Kamis, 5 April 2018, sore. 

Sebelum berbicara lebih lanjut, Dwia menggarisbawahi dia bukan promotor yang bersinggungan langsung dengan Terawan, juga bukan seorang praktisi dari bidang kedokteran. Dia berbicara dari aspek mekanisme akademiknya. 

Menurut Dwia, Dokter Terawan mendapat gelar S3 setelah mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Disertasinya ada hasil temuan yang kemudian dipublikasikan ke dalam jurnal ilmiah. 

"Semuanya dipenuhi oleh dokter Terawan. Sehingga dia layak mendapat gelar doktor," 

"S3 itu selalu ada temuan. Nah, temuannya ini adalah metode terapinya itu, brain wash. Dari segi akademik tidak ada yang keliru dari dokter Terawan."

Dwia tidak bisa berbicara banyak mengenai permasalahan yang tengah dihadapi Terawan. Dia melihat masalah ini, hanya perbedaan persepsi saja.

"Begini, kalau temuan itu kemudian dipraktikkan untuk terapi kepada perawatan, itu bukan lagi ranah kami,"

Menurutnya, suatu inovasi memang selalu ada pro dan kontra. Itu hal lumrah di dalam dunia ilmu pengetahuan. 

"Membuat satu gagasan baru, ditolak gagasan itu, apalagi beda paradigma, beda perspektif. Kalau ada peluang untuk membuat suatu terobosan apalagi sebuah metode yang memberi kebaikan untuk masyarakat, kenapa tidak kita tangkap peluang itu?," 

Lebih lanjut, kalau ada beberapa pihak yang mengatakan temuan dokter Terawan itu keliru dan salah, kenapa tidak dibantah secara ilmiah juga? "Dalam sidang ilmiah dan publikasi atau dalam suatu forum ilmiah juga untuk membantah, misalnya. Tidak dibawa ke ranah publik."

Ketika suatu permasalahan sudah sampai ke ranah publik, yang terjadi kemudian malah membuat masyarakat bingung. Contohnya seperti temuan dokter Terawan ini. Di saat para pasien, yang terdiri dari petinggi negeri ini seperti Abu Rizal Bakrie, Dahlan Iskan, bahkan SBY, itu tanda bahwa temuan tersebut bermanfaat untuk orang banyak.

"Ini kan tanda, hasil temuan tersebut memberi harapan kepada masyarakat, apalagi yang mengidap stroke,"

Dwia pun menyarankan agar IDI, MKEK, dan dokter Terawan duduk bersama. Menyelesaikan permasalahan ini dengan bijak. 

"Kalau inovasi ini adalah peluang bagus, kenapa tidak secara bersama-sama kita selesaikan yang katanya kekeliruan itu, iya kan? Kalau memang secara ilmiah dianggap keliru, kenapa tidak dipantang secara ilmiah juga?,"

 

Profi Dokter Terawan

Sudah banyak pengalaman yang dicatat dokter Terawan sebelum akhirnya menjabat Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.

Baca juga: Sekilas Profil Ahli Cuci Otak Dokter Terawan Agus Putranto

Berikut sejumlah fakta mengenai dokter Terawan dikutip dari Klik Dokter;

Dokter yang menyelesaikan pendidikan kedokteran spesialis di Departemen Spesialis Radiologi di Universitas Airlangga, Surabaya, juga seorang tentara berpangkat Mayjend.

Sebelum menjadi tentara, dokter Terawan terlebih dulu menyelesaikan pendidikan kedokteran di Fakultas Kedokteran UGM (Universitas Gadjah Mada). Adapun tujuan yang ingin dia capai saat mengambil spesialis radiologi adalah mengembangkan ranah radiologi intervensi. Secara kebetulan pada saat itu belum berkembang.

Dia mengklaim bahwa radiologi intervensi di Indonesia saat ini lebih hebat dari Eropa. Negara tetangga Singapura yang terkenal lebih maju dari NKRI masih dalam tahap 'berkembang'. dokter Terawan kian mantap mendalami ilmu ini pada 2001. Saat dia mendapati pasien wanita dengan kasus kanker di leher dan kepala yang ditanganinya bersangsur membaik.

dokter Terawan pernah ditugaskan di Bali dan Lombok tidak lama setelah lulus pendidikan kedokteran pada 1990. Sosok yang hobi bernyanyi kala melakukan tindakan penangan pada pasien ini juga berparktik di Rumah Sakit Gading Pluit. Banyaknya ilmu dan pengalaman membuat dokter Terawan sering diundang mengisi simposium maupun untuk melakukan tindakan intervensi di dalam maupun di luar negeri.

Profil

Nama lengkap: Terawan Agus Putranto

Profesi: tentara/dokter dari tentara

Tempat, Tanggal Lahir: Yogyakarta, 5 Agustus 1964

 

Pendidikan

S1, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada (UGM), 1990

S2, Spesialis Radiologi. Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, 2004S3

Doktor Fakultas Kedokteran, Universitas Hassanuddin (Unhas), Makassar, 2013

 

Karier

Menjadi dokter tahun 1990

Tim Dok­ter Kepresidenan tahun 2009

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia

Ketua World International Committee of Military Medicine

Ketua ASEAN Association of Radiology

Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, 2015-sekarang

Angggota, Akademi Ilmu Pengetahuan Yogyakarta (AIPYo), 2016

 

Karya dan Prestasi:

Bintang Mahaputra Naraya tahun 2013

Hendropriyono Strategic Consulting (HSC) tahun 2015

Penemu Terapi Cuci Otak dan Penerapan Program DSA Terbanyak Rekor MURI tahun 2017

Penerima Bidang Kedokteran, Penghargaan Achmad Bakrie (PAB) XV tahun 2017

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya