Liputan6.com, Jakarta Usai menyantap hidangan Lebaran yang lezat itu, terkadang muncul rasa bersalah. Terbersit dalam benak mulai dari lemak, kalori, hingga minyak yang berlebih masuk ke tubuh. Sehingga sebagian individu ada yang melakukan diet detoks. Perlukah?
"Sesungguhnya tubuh manusia itu memiliki mekanisme untuk membuat racun. Makanan yang tidak dicerna akan dibuang lewat feses, urine, dan keringat. Hati dan ginjal kita benar-benar berfungsi untuk proses detoksifikasi," kata ahli nutrisi, Pooja Malhotra, mengutip laman doctor ndtv, Minggu (17/6/2018).
Baca Juga
"Sehingga pada saat konsumsi makanan normal, manusia tidak perlu diet detoks," kata Pooja.
Advertisement
Namun, pada beberapa kondisi misalnya usai mengonsumsi makanan tinggi kalori dan lemak seperti saat Lebaran, tren diet detoks muncul.
"Diet detoks itu dilakukan dengan cara mengonsumsi makanan yang tidak berat, rendah kalori, lemak, gula, garam, dan kafein. Dengan mengonsumsi makanan seperti itu, sistem pencernaan bekerja lebih baik. Kembung pun berkurang dan bakteri sehat di usus pun kembali ke jumlah normal," katanya.
Perbanyak makan sayur dan buah
Saat menjalani diet detoks, jangan makan protein hewani seperti daging merah. Protein hewani mengandung lemak, garam, dan sulit dicerna.
Ketika menjalani diet detoks, Pooja menyarankan untuk makan banyak sayur, buah aneka warna, serta susu. Lalu makan juga telur, kacang-kacangan, dan batasi konsumsi garam. Jangan lupa juga minum air.
Jangan lama-lama ya menjalani diet detoks seperti ini. "Diet detoks seperti ini sebaiknya berjalan hanya 2-5 hari saja, tidak boleh dijalani dalam jangka waktu lama," sarannya.
Advertisement