Kemenkes Susun Teknis Karantina Khusus Penderita Tuberkulosis, Apa Mirip Sanatorium?

Teknis karantina khusus bagi penderita tuberkulosis (TB) sedang disusun, apakah mirip dengan sanatorium?

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 28 Jul 2023, 09:00 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2023, 09:00 WIB
Gambar Ilustrasi wanita sedang karantina di rumah.
Ilustrasi teknis karantina khusus bagi penderita tuberkulosis (TB) sedang disusun, apakah mirip dengan sanatorium? Sumber: Freepik

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sedang menyusun rincian teknis karantina khusus penderita tuberkulosis (TB). Teknis penyusunan karantina khusus ini direncanakan akan diterbitkan dalam bentuk surat edaran mengenai pedoman tata laksana karantina khusus penderita TB.

"Nanti (aturan teknisnya) bentuknya dalam surat edaran," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi kepada Health Liputan6.com di Gedung Kemenkes RI Jakarta beberapa hari lalu.

Nadia menerangkan, fasilitas karantina khusus yang akan dibuat berbeda dengan sanatorium. Apabila dulu pasien TB di sanatorium wajib karantina selama 6 bulan, fasilitas karantina khusus kali ini diperhitungkan dikarantina minimal dua pekan sampai dua bulan.

Difasilitasi Karantina agar Tidak Menularkan

Tujuan fasilitas karantina khusus agar penderita TB yang sedang minum obat tidak menularkan bakteri Mycobacterium tuberculosis penyebab tuberkulosis. Pemantauan kepatuhan minum obat pun dapat lebih terjamin di fasilitas karantina.

"Nanti kita bikin fasilitas karantina. Dulu ada sanatorium, TB dulu kan (karantina) 6 bulan dan wajib," terang Nadia.

"Kalau ini (fasilitas karantina khusus), sebenarnya nanti dia takut nularin anaknya di rumah. Jadi difasilitasi karantina."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Bisa Minum Obat dengan Teratur

Siti Nadia Tarmizi melanjutkan, fasilitas karantina khusus penderita tuberkulosis, utamanya agar penderita dapat teratur minum obat. Hal ini juga sekaligus dapat memantau asupan gizinya.

"Merujuk hasil rapat terbatas, diusulkan ada karantina supaya memastikan orang yang akan minum obat minimal dua pekan sampai dua bulan," katanya.

"Jadi ada fasilitas di mana dia bisa minum obat dan gizi yang baik sehingga dia teratur minum obatnya."

Fasilitasi Karantina

Adanya fasilitas karantina khusus juga memberikan kemudahan bila pasien yang bersangkutan tidak bolak balik rumah yang jaraknya jauh.

"Misalnya, ada orang yang dua pekan atau dua bulan minum obat harus bolak-balik jauh dari rumahnya, entah dia pekerja tapi perusahaannya tidak memberi izin, jadi kita fasilitasi karantinanya," tambah Nadia.

"Prosesnya kayak COVID, mirip karantina juga."


Tempat Karantina dan Makanan yang Layak

Ilustrasi Makanan Sehat
Ilustrasi untuk karantina khusus pasien tuberkulosis ini perlu peran negara. Mulai dari tempat karantina yang layak, makanan hingga tes dahak. (freepik)

Dokter spesialis paru konsultan Erlina Burhan menekankan bahwa untuk karantina khusus pasien tuberkulosis ini perlu peran negara. Mulai dari tempat karantina yang layak, makanan hingga tes dahak.

"Ini butuh peran negara untuk menempatkan mereka di karantina. Diberi makan yang cukup, lingkungan layak, pengawasan minum obat, hingga uji dahak mereka negatif. Biasanya setelah dua bulan," tuturnya melalui cuitan di akun Twitter pribadinya pada 21 Juli 2023.

Pemeriksaan Dahak

Setelah dua bulan mengonsumsi obat, lalu pasien menjalani pemeriksaan dahak sudah negatif tidak berpotensi menularkan.

"Bahkan pada kasus yang ringan dengan jumlah kuman sedikit pemeriksaan dahak bisa negatif kurang dari dua bulan," lanjut Erlina.

Meski tidak menularkan, pengobatan TB belum selesai. Pastikan konsumsi obat diselesaikan sekitar enam bulan.


Tidak Semua Pasien TB Dikarantina

Erlina Burhan mengingatkan, setiap tahun nyaris sejuta kasus baru tuberkulosis di Indonesia. Sehingga tidak semua pasien TB harus dikarantina lantaran melihat jumlah yang begitu besar itu.

"Tapi sekali lagi, tidak semua pasien TB harus dikarantina," ucapnya.

"Estimasi pasien TB di Indonesia tiap tahunnya sebanyak 969.000 kasus baru, hampir satu juta. Bayangkan."

Karantina khusus bisa ditujukan untuk pasien berat yang dikhawatirkan bila tidak dikarantina akan menularkan ke banyak orang.

"Pasien berat (termasuk yang resistan terhadap obat) yang secara ekonomi miskin, tidak ada keluarga, dan tidak punya support keluarga. Kriteria pasien seperti ini yang harus dikarantina," jelas Erlina yang juga Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).

Infografis Yuk, Waspadai 7 Gejala Ringan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Yuk, Waspadai 7 Gejala Ringan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya