Liputan6.com, Jakarta Belajar dari kasus Susanto yang memalsukan dokumen saat bekerja di jaringan layanan kesehatan PT Pelindo Husada Citra (PHC), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) membeberkan kerugian yang dialami fasilitas kesehatan (faskes) jika mempekerjakan dokter gadungan atau dokter palsu.
Tujuan utama kehadiran fasilitas kesehatan, kata Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril, adalah harus mampu melindungi rakyat dan konsumen. Utamanya, perlindungan keselamatan pasien yang membutuhkan pengobatan dan pertolongan.
Baca Juga
"Semua fasilitas pelayanan ini kan seharusnya melindungi rakyat, melindungi konsumen, ya harus memastikan orang-orang yang melakukan pelayanan ini melindungi dan tentunya menjamin keselamatan orang yang diberikan pertolongan," tutur Syahril saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Rabu, 13 September 2023.
Advertisement
Tidak Bisa Menjamin Mutu dan Keselamatan
Apabila faskes sampai mempekerjakan dokter gadungan, maka fasilitas kesehatan tersebut artinya tidak bisa menjamin mutu dan keselamatan pasien.
"Nah, kalau rumah sakit itu mempekerjakan orang yang tidak punya kompetensi dokter, kan ini berarti tidak bisa menjamin mutu, tidak menjamin keselamatan. Toh, dia ternyata bukan dokter kan," ucap Syahril.
"Maka, di situlah perlunya suatu peraturan ketat, ya mungkin sanksi kepada faskes yang melakukan seperti itu."
Tidak Lulus Akreditasi Rumah Sakit
Salah satu kerugian bagi fasilitas kesehatan jika mempekerjakan dokter gadungan dapat berpengaruh terhadap akreditasi.
"Dalam akreditasi rumah sakit misalnya, rumah sakit bisa enggak lulus sebetulnya lho. Jadi kalau ada dokter aja, dia tidak punya surat izin praktik di rumah sakit tersebut itu, maka tidak lulus akreditasi rumah sakitnya," ungkap Mohammad Syahril.
"Rumah sakitnya tidak terakreditasi, itu rugi banget rumah sakitnya."
Advertisement
Dokter dan Perawat Harus Punya Surat Izin Praktik
Lebih lanjut, Mohammad Syahril menerangkan, akreditasi fasilitas kesehatan bertujuan untuk menjamin mutu layanan dan keselamatan pasien. Hal yang berpengaruh terhadap penilaian akreditasi adalah semua dokter yang bekerja harus punya Surat Izin Praktik (SIP).
"Akreditasi tujuannya yaitu pertama adalah menjamin mutu layanan. Kedua adalah keselamatan pasien. Jadi SIP itu bagian dari persyaratan untuk akreditasi," terangnya.
"Seluruh sumber daya manusia (SDM) yang (berprofesi) dokter, kemudian perawat harus ada SIP."
Dokter Harus Diuji Kompetensinya
Ketika ada dokter dan tenaga kesehatan yang tidak mempunyai SIP, kemudian dia berpraktik di rumah sakit, maka tidak lulus pula akreditasi rumah sakitnya.
"Begitu tidak ada SIP, terus dia praktik di situ, dianggap tidak lulus akreditasi faskesnya, dianggap tidak menjamin mutu dan keselamatan," pungkas Syahril.
"Ini enggak main-main. Artinya, aturan pemerintah sudah sangat ketat dilarang fakses mempekerjakan yang bukan kompetensinya. Dokter saja kalau sudah mau praktik harus sdah diuji kompetensinya gitu. Layak atau enggak, orang yang dipekerjakan."
Terbongkarnya Tipu-tipu Dokter Gadungan Susanto
Sebagaimana pemberitaan yang beredar, Susanto menggunakan identitas dan data diri dokter Anggi Yurikno saat melamar pekerjaan sebagai dokter first aid di PT Pelindo Husada Citra (PHC). Ia diterima bekerja sebagai dokter setelah melalui serangkaian seleksi.
Kemudian Susanto dikontrak kerja selama dua tahun. Ia ditempatkan sebagai dokter hiperkes full timer pada PHC Clinic di Cepu. Ia mendapat gaji Rp 7,5 juta per bulan dan diberi tunjangan lain.
Perbuatan Susanto baru terungkap ketika kontrak dia akan diperpanjang. Berdasarkan penelusuran PT PHC diketahui bahwa dokter Anggi telah bekerja di Rumah Sakit Umum Karya Pangalengan Bhakti Sehat. Dokter Anggi juga tidak pernah melamar sebagai dokter di PT PHC.
Curi Data Dokter Anggi YuriknoÂ
Secara kronologis, tahun 2020 Susanto memulai aksi penipuannya dengan melakukan pencurian data dari dokter asli yang bertugas di Bandung, yaitu dr Anggi Yurikno.
Beberapa berkas yang dicuri oleh Susanto di antaranya Surat Izin Praktik (SIP) Dokter, Ijazah Kedokteran, KTP, hingga sertifikat higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hiperkes).
Tak lupa, dokter gadungan Susanto mengubah foto pada dokumen-dokumen yang dicurinya tanpa mengubah isinya. Menurut penuturan Susanto di persidangan, semua berkas ini dia siapkan dalam kurun waktu kurang dari satu tahun.
Advertisement