Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan, bila Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak bisa menyelesaikan proses rekapitulasi tepat waktu, KPU masih memiliki waktu Kamis malam ini untuk meminta kepada presiden agar mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Hal ini untuk mencegah terjadinya chaos bila besok KPU gagal menyelesaikan rekapitulasi.
Tidak hanya dengan datang ke presiden, KPU bisa juga datang ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tapi mengingat keterbatasan waktu, hal yang paling mungkin dilakukan adalah meminta kepada Presiden. “KPU harus datang ke Presiden untuk menjelaskan permasalahannya,” ujar Refly saat dihubungi Liputan6.com, Kamis malam (8/5/2014).
Baca Juga
KPU Batalkan Pencalonan Wahdi-Qomaru di Pilkada Kota Metro Lampung 2024, Begini Duduk Perkaranya
Gibran: Jangan Sampai Kita Terpecah Belah karena Beda Pilihan Politik, Saling Hujat dan Baku Hantam
Masyarakat Pemantau Pilkada Sebut Akan Laporkan KPU dan Bawaslu Daerah hingga Pusat soal Pilkada Kukar 2024
Menurut Refly, pembuatan Perppu perpanjangan masa rekapitulasi bukan perkara susah. Sebab pemerintah dan KPU tinggal menambahkan satu ayat terkait waktu perpanjangan dan menghilangkan sanksi pidana. “Intinya itu. Kalau semua peserta pemilu bilang tidak apa-apa (perpanjangan), selesai,” lanjut Refly.
Advertisement
Refly sendiri mengaku khawatir bila perpanjangan itu hanya untuk buying time oleh orang atau kelompok tertentu, sehingga menyarankan proses rekapitulasi diselesaikan tepat waktu. “Diselesaikan dan nanti tinggal dipaparkan ke peserta pemilu,” ucapnya.
Batas akhir proses rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilu legislatif, Jumat 9 Mei 2014. Jika melewati batas waktu tersebut, KPU melanggar dan bisa terkena sanksi. Tapi hingga Kamis malam, pukul 19.30 WIB, KPU belum menyelesaikan rekapitulasi 10 provinsi dan belum mengesahkan rekapitulasi 32 daerah pemilihan.
Kendati demikian, KPU yakin bisa menyelesaikan rekapitulasi dan menolak pembuatan Perppu tersebut. Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay khawatir, jika Perppu itu keluar akan menimbulkan kontroversi. “Kami menghindari kontroversi, menghindari adanya orang berdebat dan memandang ada kepentingan. Kita tak menginginkan adanya itu (Perppu)," kata Hadar di Kantor KPU, Jakarta.
Terkait sikap ini, Refly berujar, KPU bisa saja membuktikan keyakinan tersebut. Tapi jika gagal dan Perppu belum ada, KPU juga tidak serta merta diseret ke ranah hukum. “Bisa dimaafkan. Karena ini kan bukan kelalaian atau kesengajaan,” ujar Refly. Dia beralasan, langkah ini bisa diambil para peserta pemilu agar pemilu tetap berjalan lancar. (Mvi)