Mulai Sekarang Setop! Ini 4 Kebiasaan yang Bisa Jadi Penghambat Rezeki

Allah SWT telah menjamin kehidupan setiap makhluk-Nya. Namun, beberapa kebiasaan buruk ini justru dapat menjadi penghambat datangnya rezeki. Apa saja itu?

oleh Putry Damayanty diperbarui 16 Agu 2024, 18:30 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2024, 18:30 WIB
Ilustrasi dompet tebal
Ilustrasi dompet tebal/Shutterstock-RomanR.

Liputan6.com, Jakarta - Penting untuk dipahami bahwa rezeki tak meululu soal materi. Allah SWT telah menjamin rezeki bagi kehidupan setiap makhluk di muka bumi.

وَلَقَدْ مَكَّنّٰكُمْ فِى الْاَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيْهَا مَعَايِشَۗ قَلِيْلًا مَّا تَشْكُرُوْنَ ࣖ 

Artinya: "Dan sungguh, Kami telah menempatkan kamu di bumi dan di sana Kami sediakan (sumber) penghidupan untukmu. (Tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur". (QS. Al-A’raf : 10)

Sejatinya mencari rezeki juga bernilai ibadah sehingga kita diperintahkan untuk bekerja secara halal dan baik. Tentu sangat disayangkan jika hanya berharap dipermudah rezeki tanpa melakukan usaha apapun.

Namun, beberapa hal ini seringkali menjadi kebiasaan yang justru dapat menjadi penghambat datangnya rezeki. Apa saja itu? Berikut ulasannya mengutip dari laman rumasyho.com.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

1. Tidur di Pagi Hari

Ilustrasi laki-laki tidur, mimpi
Ilustrasi laki-laki tidur, mimpi. (Photo created by gpointstudio on www.freepik.com)

Kenapa sampai tidur pagi bisa jadi penghambat datangnya rezeki? Karena waktu pagi adalah waktu penuh berkah. Dari sahabat Shakhr Al-Ghamidiy radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا

“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.”

Apabila Nabi shallallahu mengirim peleton pasukan, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimnya pada pagi hari. Sahabat Shokhr sendiri (yang meriwayatkan hadits ini, pen) adalah seorang pedagang. Dia biasa membawa barang dagangannya ketika pagi hari. Karena hal itu dia menjadi kaya dan banyak harta. Abu Daud mengatakan bahwa dia adalah Shokhr bin Wada’ah. (HR. Abu Daud, no. 2606. Hadis ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Sedangkan di antara kita memanfaatkan waktu subuh dan pagi untuk malas dan enggan bangun shubuh. Kalau tidak bangun subuh, bangun paginya jam 6 saat matahari telah terbit. Setelah subuh tidak dirutinkan dzikir pagi atau baca Al-Qur’an, malah kembali lagi ke tempat tidur.

Kalau menunggu pun bada sholat subuh di masjid sampai matahari meninggi (kira-kira 15 menit setelah matahari terbit) lalu mengerjakan shalat Isyraq dua raka’at akan mendapatkan pahala haji dan umrah yang sempurna, sempurna dan sempurna. Dan ini bahayanya jika meninggalkan sholat subuh, maka akan lepas dari jaminan Allah.

Dari Jundab bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فَهُوَ فِى ذِمَّةِ اللَّهِ فَلاَ يَطْلُبَنَّكُمُ اللَّهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَىْءٍ فَيُدْرِكَهُ فَيَكُبَّهُ فِى نَارِ جَهَنَّمَ

“Barangsiapa yang sholat subuh, maka ia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu, janganlah menyakiti orang yang sholat subuh tanpa jalan yang benar.  Jika tidak, Allah akan menyiksanya dengan menelungkupkannya di atas wajahnya dalam neraka jahannam.” (HR. Muslim, no. 657)

Bahkan yang sering tidak sholat subuh termasuk orang munafik.

لَيْسَ صَلاَةٌ أثْقَلَ عَلَى المُنَافِقِينَ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ وَالعِشَاءِ ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْواً

“Tidak ada sholat yang lebih berat bagi orang munafik selain dari sholat subuh dan sholat ‘Isya’. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada pada kedua sholat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walau sambil merangkak.” (HR. Bukhari, no. 657)

2. Sering Meninggalkan Sholat

Ilustrasi sholat di rumah
Ilustrasi sholat di rumah. Photo by Michael Burrows:

Sedikit sholat berarti kurang ketakwaan, padahal takwa itulah pembuka pintu rezeki. Allah berfirman dalam ayat,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (3)

“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi segala sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)

3. Bermalas-malasan

Ilustrasi Malas
Ilustrasi malas, tidur, pemalas. (Foto: Freepik/stockking)

Bermalas-malasan juga jadi sebab rezeki sulit datang. Karena seorang muslim dituntut kerja dan tawakkal pada Allah. Contohilah burung seperti yang disebutkan dalam hadits berikut.

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

“Seandainya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah, tentu kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali pada sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi, no. 2344; Ibnu Majah, no. 4164; Ahmad, 1:30. Abu ‘Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Imam Ahmad pernah ditanya mengenai seseorang yang cuma mau duduk-duduk saja di rumahnya atau hanya berdiam di masjid, dan ia berkata, “Aku tidak mau bekerja sedikit pun dan hanya mau menunggu sampai rezekiku datang.” Imam Ahmad pun berkata, “Orang ini benar-benar bodoh. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda – sebagaimana hadis burung di atas – bahwa burung saja bekerja dengan berangkat pada pagi hari. Para sahabat Nabi yang mulia pun berdagang dan bekerja dengan hasil kurma mereka. Merekalah sebaik-baik teladan.” (Fath Al-Bari, 11:306)

Jadi tidaklah boleh beralasan karena sibuk ibadah dan berdakwah, sampai malas bekerja.

Ibnu ‘Allan mengatakan bahwa As-Suyuthi berkata, “Al-Baihaqi mengatakan dalam Syu’ab Al-Iman, “Hadits ini bukanlah dalil untuk duduk-duduk santai, enggan melakukan usaha untuk memperoleh rezeki. Bahkan hadits ini merupakan dalil yang memerintahkan untuk mencari rezeki karena burung tersebut pergi pada pagi hari untuk mencari rezeki.” (Dalil Al-Falihin, 1:335)

Inilah keutamaan bagi seseorang yang rajin mencari nafkah untuk keluarganya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفً

“Tidaklah para hamba berpagi hari di dalamnya melainkan ada dua malaikat yang turun, salah satunya berkata, “Ya Allah, berilah ganti kepada orang yang senang berinfak.” Yang lain mengatakan, “Ya Allah, berilah kebangkrutan kepada orang yang pelit.” (HR. Bukhari, no. 1442 dan Muslim, no. 1010).

4. Tidak Amanah

Ilustrasi bohong
ilustrasi bohong

Tidak amanah, ini juga jadi sebab orang sulit percaya. Kalau yang lain sulit percaya, bagaimana ia mudah mendapatkan pekerjaan, mendapatkan tanggungjawab sehingga mendapatkan rezeki dengan mudah?

Ketahuilah bahwa orang yang berkhianat terhadap amanat pun menyandang salah satu sifat munafik. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Tiga tanda munafik adalah jika berkata, ia dusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan ketika diberi amanat, maka ia ingkar.” (HR. Bukhari, no. 33 dan Muslim, no. 59).

Termasuk di sini pula adalah tidak amanah dalam melunasi utang. Ingatlah bahwa utang akan menyusahkan seseorang di akhirat kelak. Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah, no. 2414. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya