Potensi Jahat Manusia Ternyata Diapresiasi Allah, jika Begini Kata Gus Baha

Gus Baha mengatakan bahwa salah satu hal yang diapresiasi Allah berkaitan dengan manusia itu potensi buruknya.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Feb 2025, 14:30 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2025, 14:30 WIB
Gus Baha (Tangkap Layar Youtube Kumparan Dakwah)
Gus Baha (Tangkap Layar Youtube Kumparan Dakwah)... Selengkapnya

Liputan6.com, Cilacap - Manusia memang diciptakan memiliki potensi baik dan jahat. Sebab itu, jika manusia baik, maka boleh jadi kebaikannya melebihi malaikat. Demikian sebaliknya jika potensi jahat yang muncul, maka bisa saja ia lebih jahat dari iblis dan hewan.

Berkaitan dengan potensi jahat manusia, KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) menerangkan tentang potensi jahat manusia

Menurut ulama asal Rembang ini, berdasarkan keterangan hadis shohih, menerangkan bahwa potensi jahat ini merupakan salah satu hal yang diapresiasi oleh Allah SWT jika tidak dilakukan.

“Saya cerita di hadis shohih di Bukhari dan Muslim, ini tidak bisa dipertentangkan, di antara yang diapresiasi Allah SWT itu adalah potensi jahat kita tidak kita wujudkan,” terangnya dikutip dari tayangan YouTube Short @Gusbahaterbaru1, Rabu (06/02/2025).

 

Simak Video Pilihan Ini:

Potensi Menimbulkan Kerusakan yang Besar

Ilustrasi Maling (Arfandi/Liputan6.com)
Ilustrasi Maling (Arfandi/Liputan6.com)... Selengkapnya

Gus Baha mengatakan penyebab potensi jahat diapresiasi Allah karena jika dilakukan akan menimbulkan kerusakan yang sangat besar.

Gus Baha mencontohkan, jika mental pencuri dilakukan oleh sebagian rakyat Indonesia, maka tentu Indonesia menjadi negara miskin sebab habis untuk membiayai rakyatnya yang masuk penjara.

“Kalau seluruh rakyat Indonesia, tidak usah seluruh seperempat kita itu maling semua, itu Indonesia miskin karena membiayai kita-kita di penjara,” ujarnya.

“Separuh kita mentalnya membunuh, habis Indonesia, seperempat saja, sepertiga saja, seperdelapan saja punya mental killer habis Indonesia,” sambungnya.

Dengan demikian, jika rakyat kita menahan diri untuk tidak melakukan kejahatan inilah yang menurut Gus Baha sebagai ketertiban sejati dan merupakan modal pokok bangsa ini.

“Ketika rakyat kita, ketika tetangga kita, masyarakat kita tidak melakukan kejahatan, itu ketertiban yang sejati,” tuturnya.

“Maka segala bentuk ketidakkriminalan yang tidak dilakukan rakyat Indonesia itu awal dari aset bangsa ini,” tandasnya.

Pahala Meninggalkan Potensi Jahat

Ilustrasi muslim, berdoa, berzikir
Ilustrasi muslim, berdoa, berzikir. (Image by Aamir Mohd Khan from Pixabay)... Selengkapnya

Mengutip uinjkt.ac.id, pahala meninggalkan maksiat itu begitu hebat. Saking hebatnya sampa-sampai Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang meninggalkan kehinaan maksiat menuju kemuliaan taat, maka Allah akan membuatnya kaya tanpa harta, mengokohkannya tanpa tentara, dan membuatnya berjaya tanpa massa pendukung.” (HR. Baihaki). Alhamdulillah.

Secara umum, orang dikatakan kaya karena berharta. Harta dibelanjakan untuk mendapatkan kesenangan dan ketenangan. Namun harta hanya bisa membeli kesenangan, tidak ketenangan. Oleh karena itu, menurut Syaikh Nawawi Banten dalam Nashaihul Ibad, orang yang meninggalkan maksiat akan diberikan ketenangan di dalam hati.

Sebuah bangsa menjadi kokoh karena dijaga oleh bala tentara. Sama seperti orang yang menjadi aman karena banyak para penjaga di kiri dan kanan. Namun bagi orang yang meninggalkan maksiat, akan diberikan kekuatan oleh Allah SWT. Sebuah kekuatan yang tidak ada yang mampu membandinginya dan menandinginya.

Secara filosofis, meninggalkan maksiat adalah bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Seseorang yang berbuat dosa kecil, misalnya, ia tidak boleh memandang kecilnya dosa itu. Tetapi kepada siapa dosa kecil diperbuat, yakni kepada Allah SWT. Sama seperti orang yang mendapatkan kebaikan kecil, harus dipandang dari siapa kebaikan itu berasal.

Dalam Mukasafah al-Qulub, Imam al-Ghazali bercerita tentang Utbah al-Ghulam. Sebelum menjadi seorang waliyullah, ia adalah pelaku maksiat kelas kakap. Satu waktu, ia tertarik untuk datang ke majelis Syaikh Hasan al-Basri di Basrah Irak. Ada yang hendak ditanyakan perihal maksiat yang dilakukannya kepada guru sufi yang dikenal bijak-bestari itu.

Dengan menundukkan kepala, di hadapan Syaikh Hasan al-Basri, Utbah al-Ghulam bertanya, “Wahai Syaikh, apakah orang seperti aku yang selama hidupnya berbuat maksiat, akankah tobatku diterima oleh Allah SWT?”. Dengan ringan Syaikh Hasan Bashri menjawab,”Ya, Allah SWT akan menerima tobatmu dan mengampunimu”.

Mendengar jawaban itu, bukan main kagetnya Utbah al-Ghulam. Saking kagetnya seketika ia pingsan. Setelah siuman, kembali ia menanyakan perihal perbuatan maksiat yang pernah dilakukannya. Kembali Syaikh Hasan al-Basri menjawab dengan jawaban yang sama. Namun untuk kedua lainya, Utbah al-Ghulam pingsan karena rasa gembiranya yang begitu hebat.

Setelah sadar, ia mengangkat mukanya dan menengadahkan tangan seraya berdoa kepada Allah SWT. “Ya Allah, kalau benar Engkau telah mengampuni dosaku, maka mudahkanlah aku dalam mempelajari ilmu agama. Ya Allah, kalau benar Engkau telah mengampuni dosaku, anugerahi aku suara yang indah dalam melantunkan Alquran.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya