Belut di Sushi Favorit Anda Ternyata Berasal dari Spesies Terancam Punah

Berdasarkan studi di Hong Kong, hampir 90 persen produk belut di 80 restioran sushi berasal dari spesies terancam punah.

oleh Asnida Riani diperbarui 03 Jun 2021, 09:48 WIB
Diterbitkan 03 Jun 2021, 07:01 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi sushi. (dok. pexels/Ryutaro Tsukata)

Liputan6.com, Jakarta - Sushi, adalah kuliner Jepang yang telah begitu populer, bahkan bisa dikatakan mendunia. Sayang, banyak orang tidak menyadari bahwa mereka mungkin sedang memakan spesies terancam punah ketika mengonsumsi varian sushi.

Mengutip South China Morning Post, Rabu (2/6/2021), menurut sebuah studi oleh para peneliti di Universitas Hong Kong (HKU), hampir 90 persen produk belut di 80 restoran sushi berlisensi yang dipilih secara acak di wilayah itu berasal dari spesies terancam punah atau hampir punah.

Para peneliti menggunakan analisa DNA untuk memeriksa produk belut, termasuk belut panggang dan sushi, yang dijual di restoran, yang mana semua mengantongi izin Departemen Kebersihan Makanan dan Lingkungan Hong Kong, antara Mei dan Juni 2020. 

Hampir 50 persen dari sampel diidentifikasi sebagai belut Eropa atau Anguilla anguilla, spesies yang terancam karena eksploitasi berlebihan akibat meningkatnya permintaan dari Asia, khususnya China dan Jepang. Jenis belut ini dianggap sebagai makanan lezat dan afrodisiak.

Dari 80 sampel, 36 di antaranya atau 45 persen dipastikan merupakan belut Eropa yang terancam punah, sementara 29 sampel atau 36 persen dan lima sampel atau enam persen masing-masing adalah belut Amerika dan belut Jepang yang juga terancam punah.

WWF Hong Kong mengatakan, hasil studi tersebut menyiratkan bahwa spesies ilegal ada di rantai pasokan belut Hong Kong dan menyerukan tindakan mendesak untuk menghentikan perdagangan satwa liar ilegal. Pihaknya menyerukan pada pelaku bisnis untuk berhenti menjual belut yang terancam punah, serta lebih memantau legalitas dan keterlacakan rantai pasokan belutnya.

Pihaknya juga ingin pemerintah Hong Kong memperbaiki sistem pengodean komoditas sehingga angka yang lebih akurat tentang perdagangan belut dapat dikumpulkan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Catatan Produk Belut Ritel

Japan Food
Ilustrasi Sushi Credit: freepik.com

David Baker, pemimpin penelitian tentang belut dari laboratorium Forensik Konservasi HKU, mengatakan bahwa hasil studi tersebut mencerminkan pola yang sama yang diamati di sektor lain dari pasar ritel, yaitu grosir dan toko serba ada.

"Vendor yang berbeda ini semuanya terkait dengan sejumlah pemasok terbatas," kata Baker. "Harapan kami atas bekerja sama dengan WWF, bukti ini dapat meningkatkan pengawasan di titik-titik distribusi, sehingga produk makanan laut yang bersumber secara ilegal tidak masuk ke pasar."

Tahun lalu, HKU merilis sebuah penelitian yang menemukan hampir setengah dari produk belut ritel di supermarket dan toko serba ada Hong Kong mengandung belut Eropa yang terancam punah.

Berdasarkan tes DNA dan diterbitkan di Science Advances, penelitian ini menemukan bahwa hampir setengah atau 45 persen produk belut ritel, mulai dari fillet hingga makanan ringan dari supermarket dan toko serba, berasal dari spesies belut Eropa yang terancam punah. Produk tersebut hanya diberi label sebagai "belut."

"Konsumen punya hak untuk mengetahui dari mana makanan mereka berasal dan apakah itu bersumber dengan cara yang etis dan berkelanjutan," kata Baker. "Masalah ini tentu tidak terbatas hanya pada belut."

Infografis Diplomasi Lewat Jalur Kuliner

Infografis Diplomasi Lewat Jalur Kuliner
Diplomasi Lewat Jalur Kuliner (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya