Tantowi Golkar: Politik Luar Negeri Jokowi Lebih Berani dari SBY

Tantowi mengaku kaget dengan keberanian pemerintahan Jokowi-JK.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 23 Apr 2015, 15:57 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2015, 15:57 WIB
Delegasi OKI Lakukan Pertemuan Dengan Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Wapres Jusuf Kalla bertemu dengan delegasi Organisasi Konferensi Islam (OKI) saat KAA ke-60 di Jakarta, Rabu (22/4/2015). Jokowi mengusulkan pembentukan gugus tugas negara-negara Islam. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi dinilai lebih berani ketimbang mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam isu politik luar negari, Indonesia selama ini dinilai lebih mencari aman dalam menyikapinya.

"Banyak yang menarik dari KAA (Konferensi Asia-Afrika) ini, satu di antaranya keberanian Indonesia untuk bersuara keras menyatakan sikap. Selama ini, politik luar negeri kita cari aman dengan pondasi bebas aktif. Di zaman SBY, politik luar negeri kita dibuat mandul lagi lewat slogan sejuta kawan tidak ada musuh," ujar Tantowi di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (23/4/2015).

Sejumlah pihak mengapresiasi pidato Jokowi tersebut. Bahkan Tantowi mengaku kaget dengan keberanian pemerintahan Jokowi-JK.

"Kita berani melawan tirani barat yang selama ini menjajah negara-negara ketiga dengan bantuan dana yang mengikat dan isu HAM. Banggakah kita? Menurut saya seharusnya kita bangga dengan sikap ini," tutur Wakil Ketua Komisi I itu.

Karena itu, meski Golkar kubunya berada di Koalisi Merah Putih (KMP), sikap pemerintah itu harus didukung penuh karena berani mengambil risiko.

"Kalau saya secara pribadi melihat dan menilai langkah pemerintah (Jokowi-JK) kita terkait politik luar negeri sangat berani, selayaknya kita dukung karena untuk pertama kalinya kita berani mengambil risiko," pungkas Tantowi.

Dalam pidato pada Konferensi Asia-Afrika, Presiden Jokowi menyentil negara-negara maju dan organisasi perkumpulan negara di dunia. Jokowi menilai saat ini rakyat di dunia masih dirundung ketidakadilan.

"Dunia yang kita warisi sekarang masih sarat dengan ketidakdilan, kesenjangan dan kekerasan global, cita-cita bersama mengenai lahirnya sebuah peradaban baru, sebuah tatanan dunia baru berdasarkan keadilan, kesetaraan, dan kemakmuran, masih jauh dari harapan," kata Jokowi, Rabu 22 April 2015.

Dia menambahkan ketidakadilan dan ketidakseimbangan global masih terpampang jelas. Negara-negara kaya yang hanya 20% penduduk dunia, menghabiskan 70% sumber daya daya bumi.

"Ketidakadilan menjadi nyata. Ketika ratusan orang di belahan bumi sebelah utara menikmati hidup super kaya, sementara 1,2 miliar penduduk dunia di sebelah selatan tidak berdaya dan berpenghasilan kurang dari 2 dolar per hari, maka ketidakadilan semakin kasat mata," jelas Jokowi. (Ali/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya