Liputan6.com, Jakarta - Dengan berat hati, Jero Wacik mengenakan rompi oranye itu. Dia tak rela menjadi tahanan KPK setelah bersikap kooperatif dengan menjalani 8 jam pemeriksaan oleh penyidik lembaga anti-rasuah itu.
Karena itulah dia mengaku menolak untuk menandatangani berita acara penahanan yang disodorkan penyidik KPK. Semua yang dialaminya dirasa tak adil. Kepada Presiden Jokowi, Jero pun mengadu meminta keadilan. Juga kepada Wapres Jusuf Kalla serta mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.
"Saya mohon Pak Presiden Jokowi. Bapak mengenal saya dengan baik. Saya merasa diperlakukan tidak adil," ujar Jero Wacik di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (5/5/2015).
Penahanan Jero ini terkait kasus dugaan pemerasan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sekitar 9 bulan lamanya setelah mantan Menteri ESDM itu ditetapkan sebagai tersangka pada 3 September 2014.
Ia diduga memanfaatkan jabatannya dengan mela‎kukan pengarahan untuk mendapatkan dana operasional menteri yang lebih besar. Kasus ini merupakan pengembangan dari dugaan korupsi pengadaan di Sekjen ESDM yang menjerat mantan Sekjen ESDM, Waryono Karno. Dalam kurun waktu 2011-2012 Jero diduga berhasil mengumpulkan Rp 9,9 miliar.
Jero pun dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor juncto Pasal 421 KUHP.
Tak perlu waktu lama, Jero memutuskan untuk mundur dari jabatannya sebagai Menteri ESDM pada 5 September 2014.
Pada 9 Oktober 2014, dia memenuhi panggilan pertama sebagai tersangka pemerasan untuk peningkatan dana operasional menteri (DOM) di Kementerian ESDM. Saat itu Jero membantah telah memeras untuk meningkatkan DOM selaku Menteri ESDM.
Saya terus terang tidak pernah merasa memeras siapa itu. Perlu saya terangkan itu supaya jelas di masyarakat saya tidak pernah merasa memeras siapa pun. Semua sudah saya terangkan kepada KPK, penyidik. Silakan tanya ke KPK, saya akan terus ikuti proses hukum ini," ucap dia kala itu.
Selanjutnya: Jejak di Kemenbudpar...
Jejak di Kemenbudpar
Jejak di Kemenbudpar
Belum tuntas kasus dugaan korupsi di Kementerian ESDM, Jero kembali didera kasus lain. 6 Februari 2015, pria kelahiran Singaraja, Bali pada 24 April 1949 silam itu ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi saat menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2008-2011.
Selama menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, dia diduga telah menyalahgunakan wewenangnya dan menimbulkan kerugian terhadap negara sebesar Rp 7 miliar.
Atas dugaan perbuatan itu, Jero dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun Jero juga tak berdiam diri. Dia kemudian mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 30 Maret 2015. Jero juga sempat beberapa kali mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK dengan alasan masih menunggu proses praperadilan.
Namun penantiannya kandas. Majelis hakim PN Jaksel pada 28 April 2015 memutuskan menolak semua permohonan gugatan praperadilannya.
Jero Wacik lulus sarjana Teknik Mesin dari Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1974 dan dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 1983.
Sebelum menjabat sebagai Menteri ESDM, dia adalah Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Pada tanggal 18 Oktober 2011, berkaitan dengan reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu II Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jero Wacik dipindahtugaskan sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia menggantikan Darwin Zahedy Saleh.
Dia pernah duduk sebagai Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat. Juga pernah mencicipi posisi sebagai Wakil Sekjen DPP Demokrat.
Informasi yang dihimpun, dia sempat bekerja di PT United Tractors sebagai Asistant Services Manager sampai Goverment Sales Manager, 1974-1990. Dia juga dikenal sebagai pengusaha bidang properti dan pariwisata.
Jero juga menjabat sebagai Presdir PT Grya Batu Bersinar, Dirut PT Pesona Boga Suara, Dirut Putri Ayu, sejak 1992, dan dosen mata kuliah pemasaran dan kewirausahaan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI). (Ndy/Ans)
Advertisement