Kisah Kopral Saikoen Kawal Bung Karno hingga Megawati

Kopral Saikoen masih ingat makanan kegemaran Bung Karno saat mengawal sang proklamator tersebut.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 15 Agu 2015, 01:00 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2015, 01:00 WIB
20150815-Saikoen
Kopral Infanteri Saikoen Wirjo Moerdjito pengawal Bung Karno. (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo Putro)

Liputan6.com, Bengkulu - Tiap tahun menjelang peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus, ada yang teringat dalam benak Kopral Infanteri Saikoen Wirjo Moerdjito. Dia membayangkan sosok pemimpin revolusioner Ir Sukarno yang akrab disebut Bung Karno.

Kopral Saikoen yang saat ini berusia 80 tahun itu pensiun dari dinas ketentaraan sebagai prajurit Kodam II Sriwijaya dengan pangkat Kopral Kepala. Ia pernah ditugasi panglima TNI mengawal Bung Karno saat meninjau Jembatan Musi tahun 1960 yang belakangan jembatan itu berganti nama menjadi jembatan Bung Karno dan kemudian menjadi jembatan Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera).

Menurut Saikoen, sewaktu meninjau Jembatan Musi yang menyatukan dua daratan Kota Palembang yaitu Seberang Ulu dan Seberang Ilir itu, Bung Karno lebih banyak berdialog dengan para pekerja khususnya kaum buruh kasar.

"Pernah satu kali dia melihat seorang mandor membentak kuli kasar dihadapan Bung Karno, saat itu juga oleh Bung Karno kuli itu diangkat menjadi mandor dan sang mandor dipecat," terang Saikoen kepada Liputan6.com di Bengkulu, Jumat 14 Agustus 2015.

Dalam mengawal sang Putra Fajar, Kopral Saikoen masih ingat makanan kegemaran Bung Karno yaitu goreng-gorengan terutama pempek dan pisang goreng.

Dalam setiap pidato dan ceramahnya, ujar Saikoen, Bung Karno selalu mengajak rakyat Indonesia selalu menjaga persatuan dan kesatuan NKRI dan mengawal Pancasila sebagai Ideologi bangsa.

"Bung Karno orangnya selalu terbuka dan blak-blakan. Apa yang dibicarakan itulah yang dikerjakannya, dan konsisten. Itu ciri pemimpin yang dibutuhkan bangsa ini agar memiliki wibawa dan disegani bangsa bangsa lain," lanjut Saikoen.

Setelah pensiun dari dinas ketentaraan tahun 1995, Saikoen memilih bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia yang mengedepankan azas nasionalis, ketika terjadi pergolakan internal PDI, Saikoen memilih setia berada di gerbong PDI pimpinan putri Bung Karno Megawati Soekarnoputri.

Pada Pemilu legislatif pertama pascareformasi, Saikoen dipercaya menjadi utusan PDIP duduk menjadi anggota DPRD Kota Bengkulu periode 1999-2004. Sejak itu, waktunya lebih banyak berkutat di kursi parlemen dan mengurusi masalah politik.

Hanya satu periode dia menjadi anggota DPRD, selanjutnya enggan terjun ke kancah politik dan memilih mengabdi kepada negara melalui organisasi kepanduan yaitu Pramuka dan Persatuan Pensiunan ABRI (Pepabri).

"Saya ditugasi Ibu Megawati menjadi anggota DPRD dan bagi saya cukup satu periode saja, setelah itu saya memilih mengabdi di kepanduan saja. Di sini saya bisa berinteraksi dan membina calon generasi muda untuk berdisiplin dan menanamkan sikap cinta dan bela Negara kepada penerus bangsa ini,"  pungkas sang Kopral. (Ali/Ron)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya