Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang diajukan oleh mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh.
"Menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membaca amar putusan Mahkamah di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa 23 Agustus 2016.
Baca Juga
Puteh merasa dirugikan akibat ketentuan dalam Pasal 67 ayat (2) huruf g Undang-Undang Pemerintah Aceh tentang larangan mencalonkan diri sebagai kepala daerah bagi seseorang yang pernah dihukum dengan hukuman lima tahun penjara atau lebih.
Advertisement
Menurut dia, ketentuan itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 karena menghalangi seseorang yang berniat mencalonkan diri sebagai kepala daerah serta menghambat seseorang untuk berpartisipasi aktif dalam suatu agenda demokrasi.
Puteh juga menganggap aturan itu sewenang-wenang karena seakan-akan pembuat Undang-Undang diperbolehkan menghukum seseorang tanpa adanya batas waktu.
Selain itu, pemberlakuan syarat yang berbeda di Provinsi Aceh dengan provinsi lainnya terkait dengan pemilihan kepala daerah, menurut dia, bertentangan dengan prinsip negara hukum yang memberikan jaminan kepastian hukum serta menunjukkan adanya pembedaan kedudukan antara warga negara dalam hukum dan pemerintahan.
Hakim konstitusi juga menganggapnya sebagai pengurangan hak dengan mengutip putusan Mahkamah Nomor 42/PUU-XIII/2015 tanggal 9 Juli 2015.
"Ketentuan tersebut merupakan bentuk pengurangan hak atas kehormatan, yang dapat dipersamakan dengan pidana pencabutan hak-hak tertentu," ujar Hakim Konstitusi dikutip dari Antara.
Selain itu berdasarkan Putusan Mahkamah Nomor 4/PUU-VII/2009 tanggal 24 Maret 2009, seorang mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah bila memenuhi syarat tertentu, antara lain mengumumkan secara terbuka di hadapan umum bahwa yang bersangkutan pernah dihukum penjara.
"Ini diperlukan agar rakyat atau para pemilih mengetahui keadaan yang bersangkutan," kata Hakim Konstitusi. (Winda Priscilia)