Bambang Soesatyo: Giliran KPK Buktikan Adanya Tekanan ke Miryam

Bambang Soesatyo menganggap surat Miryam S Haryani sebagai bukti tak ada anggota dewan yang menekan tersangka keterangan tidak benar.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 10 Jun 2017, 15:09 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2017, 15:09 WIB
20160627- Komisi III Buka Puasa Bareng KPK-Jakarta- Helmi Afandi
Ketua Komisi III DPR, Bambang Soesatyo usai menghadiri buka puasa bersama di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/6). Buka bersama tersebut bertujuan menjalin keharmonisan antar lembaga parlemen dan lembaga. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Soesatyo menganggap surat pernyataan Miryam S Haryani sebagai bukti tak ada anggota dewan yang menekan tersangka keterangan tidak benar itu. Miryam merupakan tersangka pemberian keterangan tidak benar ke KPK dalam sidang kasus e-KTP.

"Saya pribadi dari awal sangat menyesalkan pernyataan prematur yang menyebut ada sejumlah anggota Komisi III DPR menekan dan mengancam Miryam tersebut hanya berdasarkan pengakuan Miryam tanpa di cross check ke para pihak yang di sebutkan itu," kata Bambang Soesatyo di Jakarta, Jumat 9 Juni 2017.

Pria yang akrab disapa Bamsoet ini menyatakan, sekarang ini, giliran KPK untuk membuktikan pernyataan Novel Baswedan di persidangan. Penyidik, lanjut dia, harus bisa membuktikan benar ada anggota DPR yang menekan Miryam terkait kasus e-KTP atau tidak.

"Sekarang giliran KPK buktikan. Menurut saya, jika benar peristiwa dan pengakuan itu ada, pembuktiannya tidak sulit. Bukankah setiap pemeriksaan baik kepada saksi maupun tersangka sesuai SOP KPK selalu direkam, baik suara maupun gambar? Dan semua biasanya tertuang dalam BAP," papar Bambang.

Jika penyidik KPK tak bisa menunjukan bukti dengan memperdengarkan sebagian rekaman yang terkait pernyataan Miryam itu, maka ia dan beberapa nama yang disebut melaporkan akan ke Mabes Polri. Mereka akan melaporkan KPK karena melakukan fitnah dan menuduh tanpa bukti.

"Bagaimana bisa dia menyatakan hal tersebut? Sementara saya pribadi tidak tahu nomor kontak Miryam dan selama bertahun-tahun di DPR tidak pernah bertemu dengan yang bersangkutan apalagi berkomunikasi. Bagaimana bisa tiba-tiba dituduh menekan dan mengancam?" ujar Bambang.

Oleh karena itu, dia berharap banyak pada Pansus Angket KPK. "Dan untuk itu kami berharap Pansus Hak Angket Pelaksanaan Tugas KPK yang baru saja terbentuk mampu membuat persoalan ini terang menderang. Siapa mengaku apa dan siapa mengarang apa," tandas Bamsoet.

Berikut isi lengkap surat Miryam S Haryani yang dikirim ke Pansus Angket KPK:

"Saya yang bertanda tangan di bawah ini, nama Miryam S Haryani, dengan ini saya menyatakan bahwa saya tidak merasa ditekan atau diancam oleh Bapak Bambang Soesatyo, Bapak Azis S, Bapak Masinton Pasaribu, Bapak Syarifuddin Sudding dan Bapak Desmond terkait pencabutan BAP saya pada persidangan tanggal 23 Maret tahun 2017 dan 30 Maret 2017 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto. Demikian surat pernyataan ini dengan sebenarnya dan tanpa ada paksaan."

Sebelumnya, penyidik senior KPK, Novel Baswedan mengatakan Miryam mengaku diancam sejumlah anggota DPR periode 2009-2014. Hal tersebut diutarakan Novel saat bersaksi di sidang kasus e-KTP dengan terdakwa Sugiharto dan Irman.

Ancaman itu dituturkan Miryam ke penyidik saat pertama kali diperiksa pada 1 Desember 2016.

"Saya mengetahui dari media, bahwa ada satu nama yang disebut yaitu Bambang Soesatyo. Yang bersangkutan salah satu orang yang disebut saksi ( Miryam) mengancam, Yang Mulia," ujar Novel dalam sidang di Pengadilan Tipikor.

"Dia disuruh tidak akui fakta perbuatan penerimaan uang," kata Novel.

Kemudian Novel menyebutkan sejumlah nama. Menurut dia, Miryam S Haryani juga menyebutkan sejumlah nama lain. Nama anggota dewan itu yakni anggota Komisi III DPR RI Aziz Syamsuddin, politikus Partai Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, legislator dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu, dan politikus Partai Hanura Sarifuddin Sudding.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya