Liputan6.com, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen atau AJI kembali turun dalam May Day 2019 di Jakarta. Para praktisi, pegiat, dan profesional di bidang media ini menyuarakan permasalahan yang dialami wartawan Indonesia pada umumnya, seperti kekerasan, ancaman kebebasan pers, dan turbulensi industri media.
"Setidaknya ada 64 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Peristiwa itu meliputi pengusiran, kekerasan fisik, hingga pemidanaan terkait karya jurnalistik," kata Ketua Bidang Ketenagakerjaan AJI Indonesia Aloysius Kurniawan saat menyuarakan aksinya di depan Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu (1/5/2019).
Baca Juga
Menurut catatan AJI, kini muncul jenis kasus kekerasan baru yang berpotensi menjadi tren mengkhawatirkan bagi jurnalis, yaitu pelacakan dan pembongkaran identitas jurnalis yang menulis berita atau komentar yang tak sesuai dengan aspirasi politik individu atau kelompok tertentu.
Advertisement
Modusnya, individu atau kelompok yang tidak terima dengan sebuah pemberitaan dari jurnalis tersebut kemudian membongkar identitas mereka lalu menyebarkannya ke media sosial untuk tujuan-tujuan negatif.
"AJI mengategorikan tindakan seperti ini sebagai doxing atau persekusi daring (dalam jaringan). Kasus doxing biasanya berujung pada persekusi," tegas Aloy.
Selain persoalan kekerasan terhadap jurnalis, turbulensi industri media menjadi hal yang tak kalah serius. Fenomena global turbulensi industri media ini, menurut AJI sudah mulai tampak beberapa tahun terakhir, namun tidak diantisipasi dengan serius oleh para pemilik perusahaan-perusahaan media.
Langgar Prinsip UU Ketenagakerjaan
Buktinya, menurut catatan AJI, banyak perusahaan media yang masih melanggar prinsip-prinsip dasar Undang-Undang Ketenagakerjaan, mulai dari melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, telat membayar upah karyawan, mencicil upah karyawan, mencicil pesangon PHK, bahkan yang paling parah adalah memecat karyawannya tanpa pesangon.
"AJI Indonesia mendesak perusahaan-perusahaan media agar tetap konsisten melaksanakan peraturan Undang-Undang Ketenagakerjaan pada saat terjadi sengketa ketenagakerjaan," jelas Aloy.
AJI berharap ke depan kasus menimpa para pekerja media tidak lagi dicederai perusahaan-perusahan tempat mereka bernaung. Tidak ada lagi perusahaan media yang melanggar norma-norma ketenagakerjaan serta melakukan PHK sepihak dengan berlindung di balik kondisi industri media yang tengah mengalami disrupsi.
* Ikuti perkembangan Real Count Pilpres 2019 yang dihitung KPU di tautan ini
Advertisement