Ketua DPRD Solok Laporkan Bupati ke KPK, Klaim Bawa Aspirasi Masyarakat

Ketua DPRD Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Dodi Hendra melaporkan Bupati Solok Epyardi Asda ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

oleh Fachrur Rozie diperbarui 09 Jun 2022, 21:01 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2022, 21:01 WIB
Ketua DPRD Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Dodi Hendra, saat melaporkan Bupati Solok Epyardi Asda ke KPK
Ketua DPRD Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Dodi Hendra, saat melaporkan Bupati Solok Epyardi Asda ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (9/6/2022). (Liputan6.com/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta Ketua DPRD Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Dodi Hendra melaporkan Bupati Solok Epyardi Asda ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dodi melaporkan Epyardi Asda terkait dugaan tindak pidana korupsi di empat kasus berbeda.

Dodi menyebut, pelaporan terhadap Epyardi Asda dilakukannya lantaran desakan dari masyarakat Solok.

"Alhamdulillah tadi kami sudah melaporkan aspirasi masyarakat terkait bukti-bukti dugaan korupsi yang dilakukan oleh Bupati Solok Epyardi Asda terkait empat kasus yang berbeda. Salah satunya mengenai pelanggaran reklamasi danau Singkarak," ujar Ketua DPRD Kabupaten Solok, Dodi Hendra,  usai pelaporan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/6/2022).

Dodi menjelaskan, dari empat kasus tersebut total kerugian negara ditaksir mencapai Rp 18,1 miliar. Ia merinci, yang pertama terkait Reklamasi Danau Singkarak yang diduga merugikan negara sebesar Rp 3,3 miliar.

"Yang kedua itu terkait hibah jalan eksisting ke Kawasan Wisata Chinangkiek yang merupakan daerah wisata milik pribadi Bupati Solok Epyardi Asda yang diduga kerugian negara mencapai Rp 13,1 miliar," kata dia.

Sedangkan yang ketiga, diduga Bupati Solok Epyardi Asda kerap memerintahkan SKPD Pemda Kabupaten Solok melakukan rapat dan pertemuan di daerah wisata Chinangkiek milik pribadinya dengan menghabiskan total dana APBD Kabupaten Solok sebesar Rp 1,2 Miliar. Ditambah, kawasan tersebut juga diduga belum memiliki izin dan amdal wisata.

"Dan yang keempat, terkait pengangkatan pensiunan PNS jadi Plh Sekda Solok, yang diduga kerugian negara kurang lebih mencapai Rp 500 juta untuk biaya gaji dan tunjangan jabatan," Jelasnya.

"Diduga penyalahgunaan wewenang terkait pengangkatan orang yang sudah pensiun, diangkat kembali oleh Bupati Solok saudara Epyardi Asda," ditambahkan Dodi.

 

Pekerjaan Tak Tuntas

Dari keempat kasus dugaan korupsi tersebut, pihaknya sangat menyoroti masalah reklamasi Danau Singkarak. Sebab, perusahaan swasta yang menggarap proyek reklamasi Danau Singkarak itu adalah perusahaan milik keluarga Bupati Solok Epyardi Asda. Yaitu PT Kaluku Indah Permai dan CV Anam Daro.

"Di mana penanggung jawab dari PT Kaluku Indah Permai dan CV Anam Daro ini adalah sanak keluarga dari Bupati Solok Epyardi Asda. Jadi ini sebenarnya dari 2016. 2016 bupati sendiri sudah mereklamasi danau tersebut, yang mana pertama itu PT Kaluku punya Bupati," kata Dodi.

Dodi menjelaskan, saat ini kedua perusahaan tersebut telah mendapatkan sanksi administratif terkait pelanggaran pemanfaatan ruang di Danau Singkarak. Kedua perusahaan tersebut diminta melakukan pemulihan lahan seperti semula paling lambat empat bulan terhitung sejak ditandatanganinya surat keputusan pengenaan sanksi administratif.

"Namun setelah komitmen tersebut berjalan selama empat bulan, tepatnya di tanggal 28 Mei 2022 lalu, kondisi saat ini di kawasan reklamasi tersebut masih belum tuntas," tutur dia.

 

Dugaan Kerugian

Bahkan, Walhi juga melihat pembangunan di lokasi sekarang melanggar sejumlah aturan. Pertama pembangunan dilakukan di lokasi bekas reklamasi yang dulunya telah dinyatakan ilegal. Kedua, tidak ada dokumen terkait lingkungan baik di provinsi maupun pihak Pemkab Solok.

"Pelanggaran selanjutnya terjadi pada Perda Tata Ruang. Pelanggaran mengacu pada Perda Nomor 1 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Solok, bahwa yang direklamasi itu adalah kawasan lindung. Bukan peruntukan untuk pembangunan objek wisata," papar Dodi.

Berdasarkan data dari Walhi, Dodi menjelaskan potensi kerugian negara sektor lingkungan akibat reklamasi yang diduga tanpa izin itu mencapai Rp 3,3 miliar. Rinciannya, biaya kerugian ekologis Rp 1,2 miliar, biaya ekonomi Rp 952 juta, dan biaya lingkungan Rp 1,2 miliar.

 

Suara Rakyat

Potensi kerugian tersebut dianalisis berdasarkan Permen Nomor 7 Tahun 2014 tentang Ganti Rugi Akibat Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan Hidup, UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara, dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

"Jadi, kami sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok, mewakili masyarakat Kabupaten Solok, memohon perkara dugaan penyalahgunaan wewenang dan indikasi korupsi tersebut di proses sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Ini adalah suara rakyat, suara kabupaten solok. Mudah-mudahan ini (dugaan korupsi) cepat dilakukan (diusut KPK), supaya rakyat di Kabupaten Solok tenang dan nyaman kembali," tandas Dodi.

Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya