Liputan6.com, Jakarta - Firli Bahuri dinilai menjadi mantan ketua KPK terburuk dalam sejarah antirasuah. Tidak sekedar dipecat, namun sosoknya kini sudah menyandang status tersangka atas dugaan suap.
Pada kenyataanya, sosok Firli yang problematik bukan menjadi hal baru. Publik semenjak proses seleksi oleh pansel KPK, sudah kerap menyuarakan untuk tidak meloloskan ke tahap paripurna. Namun nyatanya, Firli malah mendapat poin tertinggi dan didapuk sebagai ketua.
Baca Juga
Menanggapi hal itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana meminta, panitia seleksi atau pansel calon pimpinan dan dewan pengawas (Capim-Dewas) KPK saat ini tidak mengulang sejarah Firli Bahuri jika tidak ingin KPK kembali mendapatkan karma.
Advertisement
“Jadi bukan hanya rekam jejak hukum tapi juga rekam jejak etik, dua hal ini harus diperhatikan Pansel, jangan sampai mengulang proses tahun 2019 yang akhirnya kena karma akibat mereka terlalu sering menggunakan ‘headset’ tidak mendengar suara masyarakat,” kata Kurnia saat diskusi daring bersama PSHK berjudul Kupas Tuntas Seleksi Capim dan Dewas KPK, Senin (15/7/2024).
Berkaca dari KPK di era Firli, Kurnia lalu mempertanyakan, apakah aparat penegak hukum (APH) masih dibutuhkan dalam unsur level pimpinan.
Sebab, bila ada APH yang masuk ke dalam unsur pimpinan dan tidak mundur dari jabatan dan institusinya, hal itu menjadi sangat rawan terjadinya konflik kepentingan di tubuh KPK.
“Karena orang yang menjadi pimpinan KPK itu harus benar-benar independen apalagi kalau kita bicara perwakilan aparat penegak hukum di KPK banyak penyidiknya dari polisi penuntutnya dari kejaksaan maka dari itu rasanya tidak butuh ada perwakilan penegak hukum di struktur komisioner ataupun dewas KPK,” tegas Kurnia.
Kurnia mencatat, poin tersebut menjadi hal yang amat krusial. Sebab kalau hanya berbicara dari konteks Undang-Undang KPK, pendaftar sebatas harus mundur dari jabatan namun tidak dari institusi.
“Maka saya ingin konteks itu bukan hanya mundur dari jabatan tapi mundur dari institusi juga,” Kurnia menandasi.
Komposisi Pansel Dinilai Jadi Alasan Kurangnya Peminat Capim dan Dewas KPK
Sebelumnya, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, banyak hal yang membuat pendaftaran seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) dan Dewan Pengawas atau Dewas terasa sepi. Padahal, tenggat waktu diberikan akan berakhir tengah malam hari ini.
Salah satunya, menurut Kurnia, secara faktual pansel sudah terbentuk namun komposisinya yang didominasi oleh pemerintah yang berjumlah 5 orang dan hanya 4 yang mewakili masyarakat, sehingga menimbulkan prasangka buruk di awal terhadap calon pendaftar.
“Jadi saya rasa ini (komposisi pansel) yang mempengaruhi alam pikir para calon pendaftar (kurang masif),” kata Kurnia saat diskusi daring bersama PSHK berjudul Kupas Tuntas Seleksi Capim dan Dewas KPK, Senin (15/7/2024).
Kurnia mencatat, klaim dari pemerintah keliru bahwa sudah membuat komposisi panitia seleksi dengan benar. Sebab, ketika dicek lebih lanjut ternyata Peraturan Pemerintah (PP) yang ditunjukkan adalah PP tentang pansel dewas KPK.
Sedangkan pansel pimpinan KPK yang diatur dalam undang-undang 30 2022 atau 19 tahun 2019 tidak mengatur berapa komposisi pemerintah dan juga masyarakat.
“Maka dari itu dengan situasi abnormal KPK saat ini, mestinya pansel KPK bisa diisi oleh orang-orang independen,” jelas Kurnia.
Advertisement
Berupaya Ajak Sejumlah Tokoh Ikut Seleksi Capim KPK
Kurnia mengaku, pihaknya sudah berupaya mengajak sejumlah tokoh yang diyakini mampu mengikuti proses seleksi dan meminta untuk mendaftar sebagai calon komisioner atau dewas KPK. Namun sayangnya, mereka secara tegas menolak untuk mendaftar.
“Alasannya beragam salah satunya adalah pemerintahan dan pansel saat ini. Jadi persentase mereka menaruh curiga sudah di atas 50%, sehingga mereka menolak untuk masuk mendaftar sebagai calon komisioner dan Dewas KPK. Jadi ini masalah pembentukan pansel,” Kurnia menandasi.
Sebagai informasi, data pukul 06.50 WIB di Pansel KPK menunjukkan sebanyak sebanyak 210 orang mendaftarkan diri sebagai Capim dan 142 orang mendaftar sebagai Dewas. sehingga total berjumlah 352 orang.