Liputan6.com, Manado - Kasus dugaan pemerkosaan atau pencabulan terhadap gadis Manado, STC (19) oleh 19 pria, membuat Bareskrim Polri turun tangan. Bareskrim telah mengirim tim ke Polda Sulawesi Utara.
Namun, ada sejumlah cerita menarik disampaikan ibu dan pengacara gadis Manado. Mereka mengaku menjalani pemeriksaan di Mapolda Gorontalo dalam keadaan tertekan karena diintimidasi para pelaku serta aparat penyidik.
"Dua hari menjalani pemeriksaan di Mapolda Gorontalo, kami berada dalam tekanan yang luar biasa. Intimidasi dari para pelaku, serta pihak penyidik. Kami bersama korban berada dalam posisi tertekan," ucap Novie Kolinug, penasihat hukum gadis Manado saat ditemui di rumah korban, Manado, Kamis (9/6/2016) siang.
Novie yang didampingi ibu korban, Rina Supit mengungkapkan, dia sejak awal keberatan dengan agenda konfrontir yang dilakukan Polda Gorontalo dengan menghadirkan para pelaku bersama korban.
Baca Juga
Baca Juga
"Kalau konfrontir seharusnya juga menghadirkan tersangka lain seperti Yuyun dan Memey. Tapi ini hanya 8 pelaku yang semuanya laki-laki, yang dihadap-hadapkan dengan korban. Akhirnya (Berita Acara Pemeriksaan) BAP yang sudah dibuat sebelumnya, diubah lagi," ibunda gadis Manado tersebut memaparkan.
Novie menambahkan, hari pertama pemeriksaan itu korban secara fisik dan psikis masih kuat. Gadis Manado itu bahkan mampu menjawab seluruh pertanyaan yang diberikan penyidik.
"Bahkan korban bisa menunjuk satu per satu para pelaku yang sempat diingatnya ketika peristiwa nahas itu terjadi. Empat di antaranya anggota polisi," tutur Novie yang diiyakan Rina.
Intimidasi di Ruang Pemeriksaan
Novie mengatakan, saat memasuki hari kedua pemeriksaan, Selasa 7 Juni 2016, intimidasi kembali dirasakan pihaknya.
"Delapan pria dihadapkan dengan korban. Mereka bahkan menakut-nakuti korban, dengan memukul-mukul tembok ruang pemeriksaan. Selain tatapan mata yang menekan, dan juga kata-kata ancaman," ujar Novie sambil menambahkan, ibu korban juga tidak diperkenankan masuk ke dalam ruang pemeriksaan.
Dalam kondisi tertekan itu, lanjut dia, penyidik juga ikut dengan berbagai pertanyaan yang menyudutkan.
"Saya mengajukan keberatan, minta agar korban didampingi psikiater, tapi ini tidak dipenuhi pihak penyidik. Dalam kondisi blank itulah korban terpaksa mengaku tidak diperkosa," kata Novie sambil menegaskan, dia tidak mau menandatangani BAP karena merasa pemeriksaan itu janggal dan korban dalam kondisi tidak sehat.
Advertisement
Novie juga membantah pernyataan pihak Polda Gorontalo yang menyatakan, pengacara korban mundur menyusul adanya pengakuan bahwa tidak terjadi pemerkosaan. "Saya tidak mundur, tapi yang terjadi adalah saya tidak mau tanda tangan berita acara."
Rina menuturkan, kondisi fisik dan psikis anaknya di hari kedua pemeriksaan itu memang sangat menurun.
"Makanya kami sempat keberatan untuk menjalani pemeriksaan. Apalagi anak saya yang sebelumnya sudah menandatangani surat kuasa untuk penanganan kasusnya ke pihak pengacara, belakangan mengaku tidak tahu-menahu. Ini artinya kondisi jiwanya sangat labil," tutur Rina di rumahnya, Kelurahan Bumi Beringin, Kecamatan Wenang, Kota Manado.
Rina membenarkan, sejak kedatangan mereka ke Gorontalo hingga balik ke Manado selalu mendapat intimidasi dari para pelaku maupun warga yang tidak mereka kenal.
"Karena ada empat pelaku yang anggota polisi, sedangkan lainnya adalah anak para pejabat di Gorontalo. Bahkan sampai saat ini mereka masih melakukan teror terhadap anak saya," ucap Rina.
Novie maupun Rina menyatakan, meski perkara itu sudah ditangani Mabes Polri namun mereka masih terus melakukan berbagai upaya untuk membuktikan bahwa terjadi pemerkosaan terhadap korban. "Kami akan buktikan bahwa terjadi pemerkosaan terhadap korban. Advokasi terus kami lakukan," ujar Novie.
Selain Novie dan Rina yang memberikan keterangan serta meladeni tamu, beberapa kali STC juga datang dan duduk di samping ibunya. Hanya saja untuk memberikan keterangan diserahkan sepenuhnya kepada Novie dan Rina.
Kasus yang menimpa STC itu mendapat perhatian dari sejumlah lembaga di Sulut maupun dari Jakarta, seperti LSM Swara Parangpuan Sulut serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). "Kami akan terus kawal kasus ini," ujar Nur Hasanah dari LSM Swara Parangpuan Sulut.
Bareskrim Polri Turun Tangan
Adapun belum terkuaknya identitas pelaku kejahatan seksual membuat Bareskrim Polri menerjunkan tim ke Polda Sulawesi Utara.
Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Umar Surya Fana membenarkan sejak tiga pekan lalu anggotanya telah berada di Polda Sulawesi Utara. Mereka, kata dia, diperbantukan untuk menangani kasus tersebut.
"Kami hanya kirim anggota untuk asistensi," kata Umar saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Kamis (9/6/2016).
Namun, dia memastikan kasus gadis Manado tersebut tetap ditangani oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulawesi Utara. Meski saat ini, Bareskrim telah menerjunkan sejumlah anggotanya untuk membantu menyidik perkara tersebut.