Polisi Buru 3 Pengikut Dimas Kanjeng Terlibat Pembunuhan

Sebelumnya, seorang pengikut Taat Pribadi yang terlibat pembunuhan di Padepokan Dimas Kanjeng, Probolinggo, Jatim.

oleh Liputan6 diperbarui 07 Okt 2016, 06:06 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2016, 06:06 WIB
Dimas Kanjeng
Pintu gerbang Padepokan Dimas Kanjeng (Liputan6.com / Dhimas Prasaja)

Liputan6.com, Surabaya - Seorang buron dalam kasus pembunuhan Abdul Gani, yang merupakan pengikut Padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo, Jawa Timur, telah menyerahkan diri ke Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Jatim.

"Buron itu berinisial MY asal Probolinggo. Dia menyerahkan diri sekitar pukul 11.30 WIB, jadi sekarang tinggal tiga DPO (daftar pencarian orang) yang belum tertangkap," ucap Kabid Humas Polda Jatim Kombes RP Argo Yuwono di Surabaya, Kamis, 6 Oktober 2016, seperti dilansir Antara.

Ditanya peran MY dalam pembunuhan itu, ia mengatakan M turut membantu terjadinya pembunuhan yang dilakukan sembilan orang itu. Namun sudah tertangkap lima tersangka dan seorang menyerahkan diri.

"Jadi, tinggal tiga pelaku yang masih buron. Salah satu dari enam tersangka yang ditahan Mapolda Jatim adalah pimpinan Padepokan Dimas Kanjeng itu sendiri, yakni Taat Pribadi," kata dia.

Terkait rencana Dimas Kanjeng Taat Pribadi mengajukan permohonan penangguhan penahanan, ia mengatakan hal itu menjadi hak tersangka. Namun hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan penyidik kasus itu.

"Yang jelas, para pelaku dijerat dengan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 KUHP," sebut Argo.

Sebelumnya pada 29 September lalu, Kasubdit III/Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Taufik Herdiansyah menjelaskan korban Abdul Gani merupakan Ketua Yayasan Padepokan yang dipimpin Dimas Kanjeng Taat Pribadi itu.

Namun, korban tidak aktif dalam kepengurusan dan sering menjelek-jelekkan Taat Pribadi di luar padepokan, sehingga korban diduga menghambat usaha padepokan dan diduga menyelewengkan uang.

Selain itu, polisi juga menduga motif lain, karena tanggal pembunuhan pada 13 April 2016 itu merupakan tanggal sedianya korban menjadi saksi dalam kasus penipuan yang dilakukan Taat Pribadi di Mabes Polri atas pengaduan korban penipuan dengan penggandaan uang.

3.700 Pengikut di Situbondo

Dimas Kanjeng
Bukti sumpah pengikut Dimas Kanjeng, almarhum Kasianto. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Sementara itu, seorang mantan pengikut Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Situbondo, Jawa Timur menyatakan jumlah pengikut di Kota Santri itu mencapai sekitar 3.700 orang yang berasal dari berbagai kalangan.

"Ribuan pengikut Dimas Kanjeng di Situbondo yang saya tahu dari berbagai kalangan, mulai dari anggota TNI, anggota Polri, purnawirawan, pekerja swasta, PNS dan mantan anggota DPRD Situbondo," kata Junaedi, mantan pengikut Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Situbondo, Kamis, 6 Oktober 2016, seperti diwartakan Antara.

Ia mengetahui pasti jumlah pengikut Dimas Kanjeng karena menjadi pengikut padepokan yang dipimpin Taat Pribadi itu sudah sejak tahun 2011. Tepatnya, setelah satu tahun korban pembunuhan Ismail Hidayah bergabung menjadi pengikut padepokan yang ada di Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo itu.

Junaedi menceritakan selama menjadi pengikut Taat Pribadi yang kini telah menjadi tersangka otak pembunuhan dan penggelapan dengan modus penggandaan uang kepada pengikutnya itu, kerap juga mengikuti pengajian di Padepokan Dimas Kanjeng sehingga mengetahui warga Situbondo saja yang juga menjadi pengikut Dimas Kanjeng.

"Saya akui terpedaya dengan tipu-tipu yang dilakukan Taat Pribadi dan menjanjikan uang yang saya setor sebanyak Rp 205 juta sebagai mahar bisa digandakan, tetapi ternyata itu bohong," ujar dia.

Ia sudah mulai curiga tertipu sejak tahun 2014. Karena itu, pria yang juga menjadi Ketua LSM Gempur Situbondo itu berusaha mengundurkan diri menjadi pengikut Padepokan Dimas Kanjeng.

Uang mahar yang diberikan oleh ribuan pengikut Dimas Kanjeng di Situbondo, jumlahnya bervariasi, mulai dari Rp 1 juta hingga ratusan juta rupiah. "Kalau korban penipuan Dimas Kanjeng yang melapor ke Polres Probolinggo hanya ada empat orang, yang lainnya tidak melapor itu ada dua kemungkinan, bisa karena malu dan juga karena takut," Junaedi memungkasi.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya