Liputan6.com, Medan - Tewasnya Chairul Ridho, salah satu tersangka kasus penggelapan uang kas Bank BRI cabang Putri Hijau Medan, Sumatera Utara, sebesar Rp 6 miliar hingga saat ini masih menjadi pertanyaan bagi pihak keluarga.
Kuasa hukum keluarga Ridho, Baginta Manihuruk, mengatakan Ridho sempat dua kali ditangkap pihak kepolisian terkait kasus penggelapan uang tersebut. Pertama dipulangkan dalam keadaan sehat, tetapi yang kedua dikembalikan dalam keadaan yang sudah tidak bernyawa lagi.
"Yang membuat kami semakin heran, mengapa surat penangkapan baru diterima keluarga sesudah Ridho meninggal dunia," kata Baginta, Rabu (17/1/2018).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Baginta, pihaknya akan menindaklanjuti persoalan yang dialami tersangka kasus penggelapan itu secara hukum. Hal ini agar pihak kepolisian tidak asal-asalan dalam menegakkan keadilan.
"Karena semua keadilan kalau ditegakkan tidak dengan benar, bukan keadilan namanya," ucapnya.
Baginta menerangkan keanehan yang dirasakan keluarga atas kematian Ridho dilihat dari kondisi jenazah. Menurut keluarga, kata dia, pada jantung Ridho ada bekas tembakan, kaki kiri dan kanan hancur seperti bekas pukulan benda tumpul, serta bahu kanan dan kiri lebam.
Keanehan lainnya adalah prosedur penangkapan yang tidak wajar. Selain surat penangkapan baru diterima keluarga setelah Ridho meninggal, tanda tangan yang dibubuhkan juga tidak langsung ditandatangani Ridho.
"Polisi tentu ada argumen-argumen. Kami juga tentu sebagai pengacara keluarga punya argumen tersendiri, berdasarkan hukum bukan sembarangan," kata Baginta.
Â
Â
Â
Â
Disebut Berperan Jadi GPS
Sebelumnya, kasus penggelapan uang kas senilai Rp 6 miliar milik BRI cabang Medan Putri Hijau di Kota Medan, Sumatera Utara, menemukan titik terang. Terungkapnya kasus itu berawal dari diamankannya tersangka bernama Chairul Ridho.
Direktur Ditreskrimum Polda Sumut Kombes Andi Rian mengatakan, pemuda berusia 27 tahun itu disebut berperan sebagai petunjuk bagi dua tersangka lain, yaitu Erman Syahputra alias Herman dan Boy Nanda Syahputra. Ridho juga berperan sebagai orang yang memberikan informasi kepada kedua tersangka lain terkait waktu eksekusi.
"Ridho merupakan pekerja outsourcing bagian CIT (penutupan setoran). Perannya memantau kondisi operasional kantor cabang dan memberitahu kepada dua tersangka lain untuk mematangkan perencanaan aksi," kata Andi Rian di Mako Polda Sumut, Senin, 15 Januari 2018.
Saat beraksi, Ridho disebut bertugas memantau kondisi operasional penyetoran kas di BRI. Hal itu dilakukan untuk mengetahui jumlah nominal uang kas yang ada sekaligus memperkirakan waktu yang tepat untuk eksekusi.
Andi Rian juga mengatakan, terungkapnya peran Ridho dikuatkan keterangan tersangka Erman Syahputra alias Herman yang juga merupakan pegawai outsourcing TKK (penambahan kas). Pria 41 tahun itu ditangkap polisi di Pekanbaru, Riau, pada Kamis, 11 Januari 2018 lalu.
"Erman mengaku aksi penggelapan itu sempat ditunda atas pertimbangan informasi dari Ridho," ucapnya.
Menurut Andi, para tersangka semula merencanakan aksi penggelapan dilakukan pada 11 Oktober 2017. Atas informasi dari Ridho mengenai jumlah kas maupun kondisi di lapangan, rencana penggelapan diundur hingga 13 Oktober 2017.
"Peran Ridho dalam kasus ini sebagai 'GPS'. Dia memberikan informasi dan petunjuk kepada dua tersangka lain," kata Andi Rian.
Sementara, eksekutor penggelapan,BN dan Herman bertugas mengambil tambahan kas ke Bank Indonesia sebanyak Rp 63 miliar untuk dibagikan kepada tiga vendor. Saat mengambil uang tersebut, Boy dan Herman menggunakan mobil dinas Xenia berwarna hitam bernomor polisi BK 1602 EB.
Sebelum uang kas sebanyak Rp 63 miliar tersebut diserahkan kepada tiga vendor, pelaku mengambil uang sebanyak Rp 6 miliar. Para tersangka berdalih Kantor Cabang (Kacab) BRI Medan Putri Hijau perlu uang senilai Rp 6 miliar.
Namun ketika koordinator vendor kantor wilayah menghubungi Asisten Manager Operasional (AMO) Kacab BRI Medan Putri Hijau yang mengatur kas, ditegaskan bahwa AMO Kacab BRI Medan Putri Hijau tidak ada pengambilan uang senilai Rp 6 miliar.
Advertisement
Diklaim Melawan
Saat mengetahui uang kas tersebut dibawa kabur, pihak BRI Putri Hijau langsung melaporkan kejadian ini ke Polrestabes Medan. Saat diselidiki, Erman dan Boy bisa menarik setoran kas ke sejumlah unit dengan alasan kekurangan kas di kantor cabang.
"Dalam melakukan aksinya, Erman dan Boy menggunakan surat jalan tugas operasional palsu," kata Andi Rian.
Andi Rian juga mengatakan, setelah uang tersebut berhasil dibawa kabur oleh Erman dan Boy, Ridho juga disebutkan sebagai orang yang menyiapkan kendaraan dan mengantarkan keduanya ke lokasi pelarian di Pekanbaru.
"Dari perannya, Ridho mendapat bagian sebesar Rp 400 juta. Erman dan Boy masing-masing Rp 2,8 miliar," ujarnya.
Andi Rian menjelaskan, kasus penggelapan uang Rp 6 miliar tersebut diungkap tim gabungan Sat Reskrim Polrestabes Medan dan Jahtanras Polda Sumut setelah menggelar penyelidikan selama tiga bulan. Kasus penggelapan itu dilaporkan pihak bank melalui pelapor atas nama Edy Rifai Hasibuan.
Berdasarkan penyelidikan itu, kemudian tim gabungan mendapat informasi keberadaan tersangka Erman di kawasan Pekanbaru. Erman kemudian ditangkap dan diinterogasi hingga terungkap keterlibatan Ridho yang selanjutnya ditangkap di kantornya, pada Jumat, 12 Januari 2018.
Saat diinterogasi mengenai keberadaan uang Rp 400 juta yang diterimanya, Ridho mengaku uang tersebut dititipkannya kepada rekannya bernama Andi di kawasan Percut Sei Tuan. Ridho kemudian diminta untuk menunjukkan lokasinya.
Dalam perjalanan, Ridho disebut sempat meminta borgol di tangannya dibuka karena ingin buang air besar. Namun secara tidak diduga, ia dikatakan berusaha merebut pistol petugas.
"Tersangka berusaha merebut senjata anggota kita, sempat diantisipasi dan bergumul dengan anggota lain. Tersangka tetap melawan, bahkan mengatakan dirinya lebih baik mati daripada ditahan. Karena tidak menggubris peringatan, yang bersangkutan terpaksa ditindak tegas dan meninggal dunia," tutur Andi.
Saksikan video pilihan berikut ini: