Liputan6.com, Yogyakarta Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta juga berencana untuk mendata mahasiswi bercadar. Meskipun demikian, rektorat tidak akan mengeluarkan kebijakan melarang mahasiswi menggunakan cadar.
"Kami melakukan pendataan, kami sudah punya tata tertib di kampus, ketika ada yang berpakaian syar'i tidak sesuai Muhammadiyah maka kami identifikasi," ujar Kasiyarno, Rektor UAD Yogyakarta, Jumat (9/3/2018).
Ia berencana mengumpulkan mahasiswi bercadar dan mengajak dialog tentang ajaran Islam. Setelah itu, membiarkan mereka memahami sendiri.
Advertisement
Baca Juga
Ia juga tidak akan menginterogasi mahasiswi bercadar, tetapi menjelaskan pemahaman syar'i sesuai Muhammadiyah.
"Tetapi apakah mereka mau berubah, Alhamdulilah kalau berubah, kalau tidak yang sudah," ucapnya.
Kasiyarno menyebutkan jumlah mahasiswa di UAD mencapai 24.000 orang, tapi [mahasiswi bercadar ]( 3352061 "")bisa dihitung dengan jari alias tidak selalu ada di setiap fakultas.
Â
Aturan Khusus untuk Mahasiswi Bercadar Calon Guru
Kebijakan melarang menggunakan cadar justru diterapkan kepada mahasiswi yang mengambil ilmu pendidikan. Mereka dilarang bercadar ketika menjalani praktik lapangan mengajar.
Tujuannya, supaya praktik mereka tidak terhambat. Sebab, menjadi guru harus jelas artikulasinya saat mengajar.
"Dan kebijakan itu sudah lama, mahasiswi bercadar juga tidak keberatan melepas cadar ketika kerja praktik mengajar," tutur Kasiyarno.
Ia juga mengaku menerapkan aturan tertentu untuk kepentingan administratif. Misalnya, buka cadar saat akan mengikuti ujian di ruang tertentu dan diversifikasi oleh dosen perempuan.
Menurut Kasiyarno, UAD adalah milik perserikatan Muhammadiyah, sehingga tidak pernah melarang maupun menganjurkan menggunakan cadar.
Â
Advertisement
Langkah UAD Cegah Radikalisme
Kasiyarno memaparkan perguruan tingginya melakukan sejumlah upaya preventif masuknya paham radikalisme. Mereka memiliki mata kuliah Al Islam Muhammadiyah dari semester satu.
"Selain itu mahasiswa wajib mengikuti sertifikasi yang disertakan sebagai surat keterangan pendamping ijazah," ucapnya.
Demikian pula para dosen yang masuk ke kampus wajib mengikuti tes terkait pemahaman Islam.
"Setiap kenaikan pangkat juga ada training," kata Kasiyarno.
Masjid kampus juga dibentengi dari paham radikalisme lewat takmir yang merupakan dosen dan mahasiswa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
Â