Liputan6.com, Makassar Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna menuntaskan penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan lampu jalan tenaga surya di 144 Desa di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar).
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Tarmizi mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan lembaga anti rasuah tersebut untuk meminta pertimbangan apakah perlu memeriksa seluruh Kepala Desa dalam perampungan berkas kasus lampu jalan di Sulbar tersebut.
Advertisement
Baca Juga
"Selain ratusan Kepala Desa juga jarak yang ditempuh itu lumayan jauh. Sehingga kita coba minta pertimbangan KPK karena ini salah satu kendala kita," kata Tarmizi saat ditemui usai menunaikan salat Jumat di Masjid yang terletak di halaman Kantor Kejati Sulsel, (22/3/2019).
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel, Fentje E. Loway menjelaskan bahwa saat ini berkas kedua tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lampu jalan tenaga surya di 144 Desa di Kabupaten Polewali Mandar (Polman) sementara diperiksa oleh tim Jaksa Peneliti Kejati Sulsel.
"Jadi saat ini kasus lampu Jalan Sulbar itu sudah tahap satu dan berkasnya sedang diteliti oleh Jaksa Peneliti," kata Fentje, Jumat (22/3/2019).
Saksikan Video Pilihan Di Bawah Ini:
Â
Dua Tersangka
Diketahui dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lampu jalan tersebut, Penyidik bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) telah menetapkan dua orang tersangka.
Kedua tersangka masing-masing Kepala Bidang Pemberdayaan Desa pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), Andi Baharuddin dan Haeruddin, Direktur CV. Binanga yang merupakan distributor PT. Avecode International atau bertindak selaku rekanan dalam proyek pengadaan lampu jalan tersebut.
"Keduanya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulselbar bernomor: PRINT-231/R.4/Fd.1/05/2018 tanggal 31 Mei 2018," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Salahuddin.
Andi Baharuddin berperan mengarahkan para Kepala Desa untuk membeli lampu jalan kepada CV. Binanga serta memfasilitasi pembayaran lampu jalan di Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat Deaa (BPMD) Kabupaten Polman. Sementara Haeruddin berperan melakukan penjualan lampu jalan tenaga surya di seluruh desa di Kabupaten Polman tahun 2016 dan 2017.
Perusahaan yang digunakan Haeruddin yakni CV. Binanga tidak mempunyai kualifikasi teknis ketenagalistrikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 35 tahun 2015 tentang tata cara perizinan usaha ketenagalistrikan
"Kedua tersangka saat ini masih ditahan di Lapas Klas 1 Makassar guna menunggu perampungan penyidikan," ujar Salahuddin.
Dari hasil penyidikan, tim penyidik menemukan terjadinya dugaan kemahalan penawaran dalam proyek pengadaan lampu jalan tersebut sebesar Rp 2.550.000 per unit. Sehingga pada tahun 2016 dengan pembelian sebanyak 720 unit lampu jalan, potensi kerugian negara apabila mengacu pada harga penawaran tersebut sebesar Rp 1.1836.000.000 dan untuk tahun 2017 dengan pembelian sebanyak 715 unit lampu jalan, potensi kerugian negara mencapai Rp 1.823.250.000.
"Itu dilihat dari aspek penawaran," terang Salahuddin.
Sementara dari aspek keuntungan yang wajar berdasarkan pasal 66 ayat 8 Peraturan Presiden (Perpres) 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah yakni keuntungan dan biaya overhead yang wajar maksimal 15 persen.
Real cost untuk 1 item lampu jalan tenaga surya Rp 18.139.000 per unit, namun CV Binanga menjual per unit lampu jalan seharga Rp 23.500 per unit sehingga terdapat selisih sebesar Rp 2.640.150 per unit. Total potensi kerugian negara untuk tahun 2016 sebesar Rp 1.900.908.000 dan tahun 2017 sebesar Rp 1.887.707.250.
Selanjutnya ditinjau dari aspek harga pembanding. Dimana diperoleh harga pembanding dari sinar dunia elektro di Surabaya untuk paket lampu jalan dengan spesifikasi yang hampir sama dengan paket lampu jalan yang diadakan oleh CV Binanga dengan kisaran harga sebesar Rp 11.000.000 per unit, terdapat selisih harga yaitu sebesar Rp 23.500.000- Rp 11.000.000 = Rp 12.500.000 per unit. Sehingga diperoleh potensi kerugian negara untuk tahun 2016 rinciannya Rp 12.500.000 per unit x 720 = Rp 9.000.000.000 dan tahun 2017 rinciannya Rp 12.500.000 x 715 = Rp 8.937.500.000.
"Jadi kerugian negara itu ditaksir mencapai Rp 10 miliar," Salahuddin menandaskan.
Advertisement