Liputan6.com, Makassar - Terhitung hanya enam bulan lebih menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kajati Sulsel), Firdaus Dewilmar akhirnya dimutasi oleh Kepala Kejaksaan Agung (Kejagung).
Berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor: KEP-380/A/JA/12/2019 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Jabatan Struktural di Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia, Firdaus dimutasi ke jabatan baru yakni menjabat sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Fungsional pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Agung.
Advertisement
Baca Juga
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Hari Sutiyono mengatakan tak hanya Kajati Sulsel yang berganti, sejumlah Kajati lainnya turut terjaring mutasi. Di antaranya Kajati Gorontalo, Kajati Sulawesi Utara, dan Kajati Nusa Tenggara Timur.
Ia membantah opini masyarakat yang menyatakan bahwa pertimbangan mutasi dikarenakan pejabat yang terjaring mutasi tersebut memiliki kinerja yang buruk.
"Mutasi itu benar. Mutasi di Kejaksaan berdasarkan kepentingan dinas bisa promosi, tour of duty atau penyegaran," kata Hari via pesan singkat, Sabtu (28/12/2019).
Sepak Terjang Kajati Sulsel Dimata Aktivis
Selama menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kajati Sulsel), Firdaus Dewilmar dianggap tak memiliki kinerja yang baik khususnya dalam hal penanganan sejumlah kasus dugaan tindak pidana korupsi.
Sejumlah kasus korupsi yang ditangani pun tak jelas perkembangannya. Malah terakhir, keputusannya memberikan penangguhan penahanan terhadap eks-buron kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara kawasan Makassar New Port, Soedirjo Aliman alias Jentang dinilai oleh kalangan pegiat antikorupsi sebagai kebijakan yang telah mencoreng wajah supremasi penegakan hukum, utamanya dalam hal pemberantasan korupsi.
Direktur Anti-Corruption Committee Sulawesi, Kadir Wokanubun mengatakan kebijakan Firdaus tersebut dinilai sebagai tindakan yang tak menghargai kinerja Kejaksaan Agung yang telah bersusah payah membantu mengejar Jentang yang telah buron selama dua tahun lebih.
Tapi setelah berhasil tertangkap dan diserahkan ke Kejati Sulsel untuk proses hukum kasusnya, sang Kajati Sulsel belakangan justru melepas alias menangguhkan penahanan setelah menjalani dua bulan lebih sebagai tahanan titipan di sel Lapas Klas 1A Makassar.
"Itu yang sangat tidak masuk akal. Buronan malah diberi penangguhan penahanan. Kami harap pejabat Kajati yang baru nantinya bisa berikan kepastian hukum agar kasus Jentang ini segera disidangkan di Pengadilan Tipikor karena sudah bertahun-tahun ditangani," ucap Kadir via telepon, Sabtu (28/12/2019).
Tak hanya itu, janji Firdaus untuk menuntaskan penanganan sejumlah kasus korupsi mangkrak warisan Kajati Sulsel sebelumnya juga tak ada yang terealisasi. Diantaranya kasus dugaan suap proyek DAK (Dana Alokasi Khusus) senilai Rp49 miliar di Kabupaten Bulukumba dan dugaan korupsi proyek DAK senilai Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang.
Tak hanya itu, janji ingin membuka kembali penyidikan beberapa kasus dugaan korupsi yang telah dihentikan (SP.3) meski telah mengantongi hasil audit kerugian negara dari BPK maupun BPKP sebelumnya juga tak ada yang ditepati. Salah satunya, terkait kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di Kabupaten Pangkep yang telah sebelumnya telah menetapkan tiga orang tersangka.
"Jangankan mau buka kembali kasus alkes Pangkep, penyidikan dua kasus DAK saja tampak melunak. Padahal selain statusnya sudah naik sidik, penanganannya pun hingga bertahun tak ada kejelasan penentuan tersangka," ungkap Kadir.
Ia mengungkapkan dari catatan ACC Sulawesi, selama menjabat sebagai Kajati Sulsel, Firdaus hanya menghabiskan waktu mengadakan kerjasama (MoU) dengan sejumlah instansi baik dari negeri maupun perusahaan swasta yang ada di Sulsel.
"Itu saja yang nampak dikerjakan oleh Firdaus. Penuntasan sejumlah kasus korupsi yang mangkrak malah tak jadi prioritas," jelas Kadir.
Advertisement
Kasus Dugaan Korupsi Sewa Lahan Negara yang Jerat Jentang
Sebelumnya, pada 17 Desember 2019, Firdaus Dewilmar yang saat itu masih menjabat Kajati Sulsel membenarkan telah memberikan penangguhan penahanan terhadap eks-buron kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara di Makassar, Soedirjo Aliman alias Jentang.
Pengusaha yang kerap terlibat dalam perkara-perkara sengketa lahan di Makassar tersebut, dikeluarkan dari sel tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IA Makassar, Kamis 12 Desember 2019 malam hari.
"Yang bersangkutan usianya 80an dan sedang sakit," kata Firdaus di Kantor Kejati Sulsel, Selasa 17 Desember 2019.
Selain itu, pertimbangan lainnya, adanya putusan bebas Mahkamah Agung (MA) terhadap tiga terdakwa dalam kasus yang sama serta adanya putusan perdata terkait status lahan yang memenangkan Jentang.
"Satu lagi, saat ini kan kita sedang mengejar adanya kerugian negara senilai Rp500 juta. Tapi ternyata ada aset yang diduga ilegal yang dikuasai oleh Jentang dan nilainya itu Rp800 miliar. Yang mana bagusnya kita kejar?," Firdaus menjelaskan,.
Ia berjanji sesegera mungkin akan memberikan kepastian hukum penanganan kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar yang sebelumnya sempat membuat Jentang berstatus buronan selama dua tahun lebih sebelum ditangkap oleh tim Tabur Intelijen Kejaksaan Agung (Kejagung) 17 Oktober 2019.
"Saya janji kasih kepastian hukum. Apakah kasusnya dihentikan atau dilanjutkan. Pertimbangannya tadi saya sudah jelaskan," dia menjelaskan.
Simak video pilihan berikut ini: