UBS Berpotensi Akuisisi Credit Suisse, Cari Jaminan Pemerintah Rp 92,18 Triliun

UBS Group AG mencari jaminan pemerintah sekitar USD 6 miliar atau setara Rp 92,18 triliun untuk potensi pengambilalihan atau akuisisi Credit Suisse Group AG.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 19 Mar 2023, 11:38 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2023, 11:38 WIB
Credit Suisse (Foto: Laman Credit Suisse)
Credit Suisse (Foto: Laman Credit Suisse)

Liputan6.com, Jakarta - UBS Group AG mencari jaminan pemerintah sekitar USD 6 miliar atau setara dengan Rp 92,18 triliun (asumsi kurs Rp 15.364 per dolar AS) untuk kemungkinan pengambilalihan alias akuisisi Credit Suisse Group AG. Hal itu diungkapkan seseorang yang mengetahui diskusi tersebut kepada Reuters pada Sabtu.

Melansir Yahoo Finance, Minggu (19/3/2023) pembicaraan tersebut masih berlangsung dan angkanya bisa berubah. Lantaran, beberapa skenario masih ditinjau.

Dia bilang, jaminan tersebut akan mencakup biaya penghentian sebagian Credit Suisse dan biaya litigasi potensial. Lalu, orang kedua mengonfirmasi hal ini tanpa menyebutkan angka USD 6 miliar. Pembicaraan untuk menyelesaikan krisis kepercayaan di Credit Suisse menemui hambatan yang signifikan, dan 10.000 pekerja mungkin harus dipangkas jika kedua bank digabungkan (merger).

Regulator Swiss berlomba untuk memberikan solusi untuk Credit Suisse sebelum pasar dibuka kembali pada Senin, tetapi kerumitan menggabungkan dua raksasa tersebut meningkatkan prospek bahwa pembicaraan akan berlangsung hingga Minggu, kata orang tersebut, yang meminta untuk tetap anonim karena sensitivitas dari situasi.  

Meski demikian, Credit Suisse, UBS dan pemerintah Swiss menolak berkomentar. Credit Suisse dihargai setara dengan sekitar USD 8 miliar pada penutupan Jumat.

Deutsche Bank AG juga tertarik mengakuisisi bagian dari Credit Suisse, kata sumber pertama. Namun, setiap kesepakatan dengan pemberi pinjaman Jerman bisa memakan waktu lebih lama, kata sumber itu.

Namun, seorang juru bicara Deutsche Bank menolak berkomentar. Sebelumnya, Bloomberg melaporkan minat Deutsche Bank AG terhadap Credit Suisse.

"Setiap kesepakatan potensial akan dipenuhi dengan kerumitan, perlindungan litigasi menjadi satu, dengan situasi tetap cair tetapi dengan kejelasan yang diperlukan sebelum Senin," kata Analis KBW Thomas Hallett, dalam sebuah catatan kepada klien pada Sabtu.

 

Saham Bank di Asia Rontok Tersengat Credit Suisse

Ilustrasi daftar kode bank
Ilustrasi daftar kode bank. (Photo by vectorjuice on Freepik)

Sebelumnya, saham perbankan di Asia jatuh pada Kamis, menyeret pasar yang lebih luas lebih rendah. Lantaran, masalah di Credit Suisse memicu kekhawatiran bahwa gejolak perbankan menyebar ke seluruh dunia.

Melansir CNN, Kamis (16/3/2023), berita bahwa bank raksasa (megabank) yang terkepung telah menerima tawaran dukungan keuangan dari bank sentral Swiss untuk tetap bertahan telah membatasi kerugian terburuk.

Pemberi pinjaman mengatakan akan meminjam hingga 50 miliar Franc Swiss (USD 53,7 miliar atau Rp 827,19 triliun) dari Bank Nasional Swiss. Investor membuat saham pemberi pinjaman terbesar kedua di Swiss itu jatuh sebesar 30 persen pada Rabu.

Bank menyebut pinjaman itu sebagai tindakan tegas untuk terlebih dahulu memperkuat likuiditasnya. Indeks Topix Banks Jepang, indeks utama yang melacak pemberi pinjaman Jepang, jatuh sebanyak 6,4 persen di sesi pagi. Hal itu kemudian memangkas beberapa kerugian dan terakhir diperdagangkan 3,7 persen lebih rendah. Indeks telah kehilangan lebih dari 8 persen sejauh minggu ini.

Di Hong Kong, Standard Chartered (SCBFF) tenggelam hampir 4 persen. HSBC Holdings (HSBCPRA) turun 2,5 persen. Bank lokal BOC Hong Kong turun 3,1 persen.

Di Korea Selatan, pemberi pinjaman utama Shinhan Financial Group dan KB Financial Group masing-masing turun 1,2 persen dan 0,5 persen.

“Apa yang kami lihat adalah hilangnya kepercayaan investor di sektor teknologi dan perbankan. Sangat tidak mungkin kekhawatiran ini akan hilang begitu saja dalam waktu dekat,” kata Kepala Ekonom ACY Securities, Clifford Bennett. ACY Securities merupakan broker online yang berbasis di Sydney.

"Terlepas dari neraca, hilangnya kepercayaan investor dan deposan dapat menjatuhkan bank mana pun,” tambahnya.

 

Pasar Saham

Rudal Korea Utara Bikin Bursa Saham Asia Ambruk
Seorang wanita berjalan melewati sebuah indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Akibat peluncuran rudal Korea Utara yang mendarat di perairan Pasifik saham Asia menglami penurunan. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Japan’s benchmark Nikkei 225 (N225) turun sebanyak 2,2 persen pada awal perdagangan. Itu perdagangan terakhir 0,9 persen lebih rendah. Hang Seng Hong Kong (HSI) turun 1,3 persen. Shanghai Composite China turun tipis 0,4 persen.

Kospi Korea turun sebanyak 1,4 persen, tetapi kemudian membalikkan semua kerugian dan perdagangan terakhir datar.

Won Korea melemah tajam terhadap USD atau dolar AS, turun hampir 1 persen pada perdagangan pagi, karena investor masuk ke mata uang safe-haven tradisional seperti greenback. Yuan Tiongkok juga melemah terhadap dolar, turun 0,1 persen.

Saham perbankan terpukul di Eropa dan New York pada Rabu setelah saham di Credit Suisse jatuh ke rekor terendah baru, yang mengguncang investor yang sudah terhuyung-huyung akibat keruntuhan cepat dua bank AS dalam seminggu.

Tindakan Darurat

Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Seorang wanita berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Kegagalan bank telah memaksa regulator AS untuk mengambil tindakan darurat pada Minggu untuk melindungi simpanan di kedua pemberi pinjaman, yakni Silicon Valley Bank dan Signature Bank.

"Pasar bisa menjadi berantakan di tengah dampak dari keruntuhan Silicon Valley Bank, di samping ketidakpastian yang sedang berlangsung atas jalur ekonomi global dan suku bunga di masa depan,” kata Kepala ekuitas untuk Asia Pasifik di Fidelity International, Marty Dropkin.

 Dia mencatat, perusahaan telah mulai memberikan panduan yang lebih hati-hati. Ada juga peningkatan jumlah pengumuman pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Ini adalah indikasi mencolok bahwa bisnis mulai merasakan tekanan pada margin keuntungan mereka. Kami percaya koreksi pendapatan akan terjadi tahun ini," katanya.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya