Presiden AS Joe Biden dan Ketua DPR Kevin McCarthy Sepakat Kerek Plafon Utang

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Ketua DPR Kevin McCarthy meraih kesepakatan tentatif untuk menaikkan plafon utang AS. Hal ini mengakhiri kebuntuan selama tiga bulan.

oleh Agustina Melani diperbarui 28 Mei 2023, 20:00 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2023, 20:00 WIB
Ilustrasi Gedung Putih, Amerika Serikat. (Dok. Pixabay)
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Ketua DPR Kevin McCarthy mencapai kesepakatan tentatif untuk menaikkan plafon utang AS. (Dok. Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Ketua DPR Kevin McCarthy mencapai kesepakatan tentatif untuk menaikkan plafon utang AS. Hal ini mengakhiri kebuntuan selama tiga bulan yang mengancam akan memicu gagal bayar utang AS.

Dikutip dari Yahoo Finance, Minggu (28/5/2023), kesepakatan itu jika diberlakukan akan meningkatkan batas pinjaman negara selama dua tahun dan menghilangkan masalah kelayakan kredit AS hingga setelah pemilihan presiden berikutnya.

Pakta itu juga akan memberlakukan apa yang digambarkan Kevin McCarthy pada Sabtu, 27 Mei 2023 sebagai batas pengeluaran “bersejarah” yang juga diharapkan berlaku untuk periode waktu yang sama.

Pengumuman itu datang hanya beberapa hari sebelum pemerintah AS diperkirakan kehabisan uang untuk membayar semua kewajibannya. Menteri Keuangan Janet Yellen menuturkan, hal itu bisa terjadi pada 5 Juni 2023.

Joe Biden dan McCarthy menyelesaikan detil terakhir selama panggilan telepon pada Sabtu, 27 Mei 2023.

“Kami masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan tetapi saya yakin ini adalah kesepakatan prinsip yang layak untuk rakyat Amerika Serikat,” ujar McCarthy.

Dalam sebuah pernyataan, Biden menuturkan, perjanjian tersebut merupakan kompromi yang berarti tidak semua orang mendapatkan apa yang mereka inginkan.

"Ini adalah langkah maju yang penting yang mengurangi pengeluaran sambil melindungi program-program penting untuk pekerja dan menumbuhkan ekonomi untuk semua orang,” ia menambahkan.

Namun, wall street belum dapat bersantai dulu. Pemimpin saat ini memiliki tugas sulit untuk menawarkan ketentuan yang kontroversial kepada anggota parlemen yang skeptis di kedua sisi agar kesepakatan itu dapat disahkan menjadi undang-undang.

McCarthy belum menjelaskan lebih detil mengenai kesepatan itu. Ia ingin berbicara kepada anggotanya terlebih dahulu.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kesepakatan Plafon Utang Dinilai Kemajuan

Presiden ke-47 Amerika Serikat Joe Biden. (Dok. AFP)
Presiden ke-47 Amerika Serikat Joe Biden. (Dok. AFP)

Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden juga berbicara pada Sabtu lalu dengan pemimpin mayoritas senat Chuck Schumer dan pemimpin minoritas DPR Hakeem Jeffries.

Dalam sebuah pernyataan Sabtu malam, Maya MacGuineas untuk Komite Anggaran Federal yang bertanggung jawab mencatat kesepakatan itu, jika disetujui akan menjadi kesepakatan anggaran pengurangan defisit besar pertama dalam hampir belasan tahun. Ini akan menandakan Washington serius untuk membuat kemajuan dalam mengatasi utang AS yang menggunung.

Masalah lain yang dibahas dalam kesepakatan itu, menurut McCarthy adalah topik kontroversial persyaratan kerja sebagai imbalan akses ke program pemerintah tertentu.

Masalah ini adalah topik yang sangat sensitif bagi kedua belah pihak dan menjadi titik penting hingga jam-jam terakhir. Demokrat sangat fokus pada topik ini dengan alasan setiap persyaratan yang meningkat tidak akan banyak membantu defisit.

Di sisi lain, Partai Republik telah menuntut pemotongan pengeluaran yang jauh lebih dalam dalam beberapa bulan terakhir daripada yang dilaporkan disetujui dalam kesepakatan akhir, membuat banyak anggota paling konservatif McCarthy tidak mungkin mendukung proposal bipartisan pada hari mendatang.

Ketua DPR Kevin McCarthy menuturkan, beberapa RUU masih harus ditulis. Namun, ia berjanji untuk unggah seluruh RUU sebelum kemungkinan pemungutan suara di DPR pada Rabu pekan ini.

Biden menuturkan, perjanjian ini adalah kabar baik bagi rakyat AS. Hal itu karena mencegah apa yang dapat menjadi bencana gagal bayar dan akan menyebabkan resesi ekonomi. Selain itu, rekening pensiun hancur dan jutaan pekerjaan hilang.


Analis Sebut Resesi AS Bakal Jadi Berita Baik untuk Pasar

Ilustrasi resesi, ekonomi
Ilustrasi resesi, ekonomi. (Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay)

Sebelumnya, resesi AS dapat mencegah penurunan tajam pasar pada paruh kedua tahun ini. Hal itu diungkapkan oleh Michael Yoshikami, pendiri dan CEO Destination Wealth Management.

Melansir CNBC, Sabtu (27/5/2023), inflasi harga konsumen AS turun menjadi 4,9 persen YoY pada April, laju tahunan terendah sejak April 2021. Pasar mengambil data baru dari Departemen Tenaga Kerja awal bulan ini sebagai tanda bahwa upaya Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed) untuk mengekang inflasi akhirnya membuahkan hasil.

Indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) telah mendingin secara signifikan sejak puncaknya di atas 9 persen pada Juni 2022, meski angka terkini masih jauh di atas target Fed sebesar 2 persen. CPI inti, yang tidak termasuk harga makanan dan energi yang bergejolak, naik sebesar 5,5 persen pada April di tengah ketahanan ekonomi dan pasar tenaga kerja yang makin ketat.

The Fed secara konsisten menegaskan kembali komitmennya untuk melawan inflasi, tetapi risalah dari pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) terakhir membahas mengenai akan dibawa kemana suku bunga acuan AS. Mereka akhirnya memilih kenaikan 25 basis poin lagi pada saat itu, mengambil target suku bunga antara 5 persen dan 5,25 persen.

Ketua The Fed, Jerome Powell mengisyaratkan bahwa jeda dalam siklus kenaikan kemungkinan terjadi pada pertemuan FOMC Juni mendatang. Tetapi beberapa anggota masih melihat perlunya kenaikan tambahan, sementara yang lain mengantisipasi perlambatan pertumbuhan akan menghilangkan kebutuhan untuk pengetatan lebih lanjut. Bank sentral telah menaikkan suku bunga 10 kali sejak Maret 2022.

Pendiri dan CEO Destination Wealth Management, Michael Yoshikami mengatakan, satu-satunya cara yang terjadi adalah jika terjadi resesi yang berkepanjangan yang menurutnya tidak mungkin tanpa pengetatan kebijakan lebih lanjut karena penurunan harga minyak semakin merangsang aktivitas ekonomi.

“Ini akan terdengar gila, tetapi jika kita tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di Amerika Serikat dan bahkan mungkin resesi yang dangkal, itu mungkin dianggap negatif karena suku bunga mungkin tidak akan dipotong atau bahkan mungkin terus berlanjut,” kata dia.

 

 


Pasar Lebih Konservatif

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Yoshikami yakin lebih banyak perusahaan akan mulai melihat pasar secara lebih konservatif pada pendapatan ke depan guna mengantisipasi biaya pinjaman tetap lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama dan menekan margin.

“Bagi saya, semuanya benar-benar akan bermuara pada apakah ekonomi akan mendekati resesi?’ Percaya atau tidak, jika itu terjadi, saya pikir itu akan menjadi kabar baik. Jika ekonomi menghindarinya dan terus berada di jalur berbusa, maka saya pikir kita akan memiliki beberapa masalah di pasar pada paruh kedua tahun ini," kata dia.

Pejabat Federal Reserve, termasuk Presiden Fed St. Louis James Bullard dan Presiden Fed Minneapolis Neel Kashkari, dalam beberapa pekan terakhir mengindikasikan bahwa inflasi inti yang kaku dapat membuat kebijakan moneter lebih ketat lebih lama, dan dapat memerlukan lebih banyak kenaikan tahun ini.

Yoshikami mengatakan proses pemotongan suku bunga yang sebenarnya akan menjadi langkah drastis, terlepas dari penetapan harga pasar dan menyarankan pembuat kebijakan dapat mencoba untuk mempengaruhi ekspektasi pasar ke arah tertentu melalui pidato dan deklarasi publik, daripada tindakan kebijakan definitif dalam waktu dekat.

Sebagai akibat dari lemahnya jalur kebijakan moneter dan ekonomi AS, dia memperingatkan investor untuk bersikap skeptis terhadap valuasi di bagian pasar tertentu, terutama teknologi dan kecerdasan buatan.

“Pikirkan tentang itu, lihat sendiri dan tanyakan pada diri Anda pertanyaan ini, apakah ini saham yang masuk akal mengingat apa yang menurut kami akan menghasilkan pendapatan untuk lima tahun ke depan? Jika tidak, Anda menempatkan premi optimisme pada aset itu yang sebaiknya Anda yakini karena di situlah, sungguh, air mata datang," kata dia.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya