Liputan6.com, Surabaya - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur (Jatim) menemukan sejumlah postingan atau unggahan Veronica Koman (VK) yang bernada hoaks dan provakasi sehingga menjadi pemantik kerusuhan warga Papua di Surabaya, Jawa Timur dan Jayapura, Papua.
Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan menuturkan, Veronica Koman sangat aktif mengunggah melalui media sosial Twitter mengenai segala hal tentang Papua yang bernada hoaks dan provokasi.
"Saat kejadian kemarin, VK tidak ada di tempat, namun di twitter sangat aktif memberitakan dan mengajak serta memprovokasi," tutur Luki di Mapolda Jatim, Rabu (4/9/2019).
Advertisement
Baca Juga
Selanjutnya, ada seruan mobilisasi dari VK untuk turun ke jalan di Jayapura pada 18 Agustus 2019. "Ada lagi tulisan, polisi mulai tembak asrama Papua, total ada 23 tembakan termasuk gas air mata," kata Luki.
Kemudian ada juga postingan yang bertuliskan anak-anak tidak makan selama 24 jam, haus dan terkurung serta di suruh keluar ke lautan massa. Selanjutnya, 43 mahasiswa Papua ditangkap tanpa alasan yang jelas, lima terluka, satu kena tembakan gas air mata.
"Dan semua kalimat postingan selalu menggunakan bahasa Inggris. Postingannya sangat provokasi dan di berita di dalam dan luar negeri," ujar Luki.
Setelah mendalami dari bukti handphone dan pengaduan dari masyarakat, Veronica Koman ini ternyata orang yang sangat aktif sekali membuat provokasi dari dalam maupun luar negeri untuk menyebarkan hoaks dan juga provokasi.
"VK ini sangat aktif, hasil gelar memutuskan dari bukti dan pemeriksaan tiga saksi dan saksi ahli akhirnya ditetapkan VK sebagai tersangka," kata Luki.
Karena dianggap sangat aktif melakukan provokasi, VK dijerat dengan pasal berlapis yaitu UU ITE, KUHP pasal 160, UU Nomor 1 tahun 1946 dan UU Nomor 40 tahun 2008. "Jadi kita ada empat undang-undang yang kita lapis," kata Luki.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Polda Jatim Buru Veronica Koman ke Luar Negeri soal Kasus Provokasi Papua
Sebelumnya, Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur (Jatim) telah menetapkan Veronica Koman (VK) sebagai tersangka penyebar hoaks dan provokatif warga Papua di Surabaya, Jawa Timur dan Jayapura, Papua.
Kapolda Jatim Irjen Pol, Luki Hermawan mengaku, status kewarganegaraan VK ini adalah Warga Negara Indonesia (WNI) sesuai dengan KTP. Namum saat ini, Veronica Koman berada di luar negeri dan mempunyai banyak keluarga berdomisili luar negeri.
"Saat ini kami akan kerja sama dengan Mabes Polri, BIN, Satgas dan Interpol. Karena VK saat ini berada di luar negeri," tutur Luki di Mapolda Jatim, Rabu, 4 September 2019.
Ia menyampaikan perkembangan dari penyidikan kasus Wisma Kalasan (Asrama Mahasiswa Papua) di Surabaya. "Hasil gelar tadi malam, dengan bukti permulaan yang cukup, ada seseorang yang awalnya dijadikan saksi, berinisial VK, sudah dikirim dua surat pemanggilan saksi untuk tersangka TS, ternyata VK tidak hadir," tutur Luki.
Setelah pendalaman dari bukti handphone dan pengaduan dari masyarakat, VK ini ternyata orang yang sangat aktif sekali membuat provokasi dari dalam maupun luar negeri untuk menyebarkan hoaks dan juga provokasi.
"VK ini sangat aktif, hasil gelar memutuskan dari bukti dan pemeriksaan tiga saksi dan saksi ahli akhirnya ditetapkan VK sebagai tersangka," kata Luki
Tersangka VK ini dianggap berperan sebagai penyebar berita bohong atau hoaks serta provokasi terkait dengan Papua. Hal itu dilakukannya melalui media sosial twitter dengan akun @VeronicaKoman.
"Pada saat kejadian kemarin, yang bersangkutan tidak ada di tempat, namun di twitter sangat aktif, memberitakan, mengajak, memprovokasi, turun ke jalan untuk besok di Jayapura. Ini pada tanggal 18 Agustus," ucap Luki.
Luki juga menyebutkan, ada juga tulisan momen polisi mulai tembak ke dalam asrama Papua, total 23 tembakan termasuk gas air mata. Anak-anak tidak makan selama 24 jam, haus dan terkurung, disuruh keluar ke lautan massa. "Semua kalimat postingan menggunakan bahasa Inggris," ujar Luki.
Karena dianggap sangat aktif melakukan provokasi, Veronica Koman dijerat dengan pasal berlapis yaitu UU ITE, KUHP pasal 160, UU no 1 tahun 1946 dan UU no 40 tahun 2008. "Jadi kita ada empat undang-undang yang kita lapis," kata Luki.
Advertisement