Diampuni Donald Trump, ZTE Minta Maaf ke Pegawai

ZTE meminta maaf pada pegawai dan pelanggan setelah diampuni oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 12 Jun 2018, 13:00 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2018, 13:00 WIB
ZTE
Kunjungan ke kantor pusat ZTE merupakan bagian dari komitmen kerjasama dengan Smartfren (Liputan6.com/ Adhi Maulana)

Liputan6.com, Jakarta - Setelah 'diampuni' oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, ZTE akhirnya mengungkapkan penyesalan atas pelanggaran yang mereka lakukan.

Dilansir Reuters, Selasa (12/6/2018), perusahaan asal Tiongkok tersebut meminta maaf pada staf dan pelanggan setelah setuju membayar setidaknya US$ 1 miliar atau setara Rp 13.9 triliun pada kurs saat ini.

"Isu ini mencerminkan isu yang ada pada budaya kepatuhan di perusahaan dan tingkat manajemen kita," tulis Chairman ZTE Yin Yimin dalam memo internal kepada staf.

Ia turut menambahkan, insiden ini disebabkan oleh beberapa pemimpin dan pegawai ZTE, dan mengakibatkan kerugian besar bagi perusahaan.

Yin Yimin juga menyebut denda yang wajib dibayar perusahaan sebagai "harga bencana."

Sementara, para pegawai yang dianggap menjadi penyebab sanksi ini akan diminta pertanggungjawabannya. Pihak perusahaan juga akan merombak direksi mereka.

Sekadar informasi, salah satu pangkal dari sanksi ini adalah ZTE yang ketahuan tidak menghukum pegawai mereka yang melanggar aturan AS terkait embargo terhadap Iran dan Korea Utara.

Pengampunan yang diberikan Trump amat penting bagi ZTE. Sebab, sanksi yang diberikan Departemen Perdagangan AS melumpuhkan bisnis mereka dan mengancam status puluhan ribu pegawai mereka di Tiongkok.

ZTE Rugi Akibat Sanksi AS

Melongok Kantor Pusat dan Museum ZTE di Kota Modern Shenzhen
Kantor pusat ZTE terletak di No.55 Hi-tech Road South, Shenzhen, P.R. China (Liputan6.com/ Adhi Maulana)

Setelah dijatuhi sanksi berupa pencekalan oleh Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS), ZTE langsung merasakan dampak finansialnya.

Dilansir Bloomberg, ZTE diestimasi rugi sebesar US$ 3,1 miliar atau sekitar dengan Rp 44 triliun pada kurs saat ini.

ZTE juga terpaksa menahan operasi produksinya, akibatnya pekerjaan 75 ribu pegawai menjadi tertahan.

Sanksi yang dijatuhi AS adalah pelarangan ZTE untuk membeli produk AS selama tujuh tahun. Padahal, produk dari perusahaan tersebut banyak memakai komponen dari AS.

Akibatnya, para klien ZTE khawatir melakukan transaksi meski sudah melakukan meneken perjanjian.

Pemerintah Tiongkok juga turun tangan dan menjadi negosiator, dan hasil negosiasi tersebut berhasil karena Presiden AS Donald Trump memerintahkan agar sanksi ZTE dibatalkan.

Kekhawatiran lain yang muncul adalah bila sanksi ZTE juga dijatuhkan ke Huawei. Sebab, perusahaan itu juga dipandang negatif oleh badan intelijen seperti FBI dan CIA. 

Kasus yang menimpa ZTE terjadi dalam periode sensitif yang terjadi antara AS dan Tiongkok. Pasalnya, Trump selalu dibuat marah oleh praktik dagang Tiongkok yang dianggapnya tidak sehat.

Kasus ZTE pun dipandang sebagai bargaining chip bagi Trump untuk 'menjinakkan' aturan dagang Tiongkok.

 

Pegawai ZTE Girang

ZTE Red Magic
ZTE bakal luncurkan smartphone gaming. (Doc: Tech Radar)

Intervensi dari Gedung Putih terhadap kasus ini menjadi berkah tersendiri bagi ZTE.

Para pegawai ZTE di Tiongkok pun girang atas perkembangan positif atas kasus yang menjerat tempat mereka mencari nafkah.

"Wow! Kabar terobosan yang bagus!," tulis seorang manajer ZTE di akun WeChat miliknya, seperti dikutip Reuters.

Intervensi yang dilakukan Gedung Putih dan Beijing memvalidasi teori yang menyebut bahwa pihak ZTE memang akan ditolong oleh pemerintah Tiongkok.

Perlu diketahui, ZTE adalah perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Tiongkok.

ZTE dianggap melanggar sanksi AS terhadap Iran dan Korea Utara. Diketahui, perusahaan itu kedapatan mengirimkan perangkat ke dua negara tersebut.

(Tom/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya