Data Kita Ternyata Cuma Dijual Rp 700 Ribuan di Dark Web

Hacker dapat menjual kehidupan digital seseorang yang lengkap dengan harga Rp 700 ribuan. Data apa yang dicuri?

oleh Iskandar diperbarui 09 Nov 2018, 12:00 WIB
Diterbitkan 09 Nov 2018, 12:00 WIB
Hacker
Ilustrasi hacker (thehackernews.co)

Liputan6.com, Jakarta - Mungkin kamu pernah mendengar atau bahkan menjadi korban kejahatan dunia maya seperti pencurian data dan identitas. Namun tak banyak yang tahu seberapa besar nilai informasi yang dicuri tersebut.

Studi baru dari Kaspersky Lab menunjukkan walaupun identitas digital kita mungkin tidak bernilai banyak jika diuangkan, namun merupakan aset penting bagi para hacker yang dapat digunakan dengan cara lain.

Penelitian ini juga menemukan selera para hacker yang melakukan pencurian data dari layanan populer, termasuk melalui akun media sosial dan akses jarak jauh ke situs web gim.

Para pengguna yang kebingungan atas seberapa besar nilai data pribadinya, menyebabkan mereka melakukan pendekatan yang asal-asalan terhadap keamanan, sehingga hacker jahat dapat dengan mudah mencuri data dan melakukan kejahatan lainnya.

Peneliti Kaspersky Lab menemukan bahwa pelaku dapat menjual kehidupan digital seseorang yang lengkap dengan harga kurang dari US$ 50 atau Rp 700 ribuan di dark web.

David Jacoby, Peneliti Keamanan Senior di Kaspersky Lab, mengatakan, peretasan data adalah ancaman besar bagi kita semua. Ini berlaku baik untuk individu dan masyarakat, karena data yang dicuri ini dapat mendanai banyak kejahatan sosial.

"Untungnya ada langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencegahnya, termasuk dengan menggunakan perangkat lunak keamanan siber, apalagi mengingat banyaknya data yang dibagikan secara gratis, khususnya pada profil media sosial yang tersedia secara publik atau untuk organisasi," ujar Jacoby dalam keterangannya, Jumat (9/11/2018).

 

Data Apa yang Dijual?

[Bintang] Cewek
Hati-hati berbagi data pribadimu di internet. (via. Telegraph)

Adapun identitas digital yang dijual termasuk data dari akun media sosial, rincian perbankan, akses jarak jauh ke server atau desktop, bahkan data dari layanan populer seperti Uber, Netflix, dan Spotify, serta situs web gim, aplikasi kencan, dan situs web porno yang mungkin menyimpan informasi kartu kredit.

Sementara itu, para peneliti menemukan bahwa harga satu akun yang diretas bernilai lebih rendah, dengan sebagian besar harga penjualan berkisar di US$ 1 atau Rp 14 ribuan per akun.

Bahkan pelaku juga menawarkan diskon untuk pembelian dengan jumlah banyak.

 

Hacker Korut Curi Jutaan Miliar Dolar dari ATM Asia dan Afrika

Ilustrasi Hacker
Ilustrasi Hacker

Sebelumnya, hacker dari Korea Utara (Korut) diduga menjadi dalang di balik pencurian uang jutaan dolar dari beberapa ATM yang berlokasi di Asia dan Afrika.

Informasi tersebut terungkap dari laporan terbaru perusahaan keamanan siber Symantec.

Seperti dilansir Ubergizmo pada Jumat (9/11/2018), hacker  menggunakan malware trojan bernama "Trojan.Fastcash" untuk melancarkan serangan mereka. Diduga kuat, grup hacker tersebut adalah Lazarus.

Laporan lebih lanjut mengumbar kalau malware menginfeksi server yang mengontrol ATM dan dapat menarik uang tunai dari rekening korban.

Lazarus sendiri adalah kelompok hacker yang diduga bertanggung jawab atas pencurian US$ 81 juta dari Bank Sentral Bangladesh pada 2016.

Tak cuma itu, mereka juga merupakan dalang di balik aksi peretasan Sony Pictures.

Lazarus bahkan disebut-sebut menjadi biang kerok serangan ransomware WannaCry yang terjadi pada tahun lalu.

Ini bukan pertama kalinya kasus serangan siber terjadi di sektor perbankan. Pada 2017, juga terjadi peristiwa serupa yang menyerang seluruh ATM di 30 negara.

Pada awal tahun ini, juga terjadi peristiwa yang sama, di mana hacker menyerang 23 negara.

(Isk/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya