Dolar Perkasa, BI Khawatir Terjadi Perang Mata Uang

BI mengungkapkan setiap negara akan berlomba-lomba membuat nilai tukarnya lebih kompetitif sehingga bisa meningkatkan ekspor.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 08 Jun 2015, 21:08 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2015, 21:08 WIB
Ilustrasi Nilai Tukar Rupiah Melemah
Ilustrasi Nilai Tukar Rupiah Melemah

Liputan6.com, Jakarta - Rencana Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed untuk menaikan suku bunga acuan pada semester II 2015 memicu penguatan nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah mata uang lainnya. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengakui, penguatan mata uang negara adidaya tersebut menjadi kekhawatiran sendiri bagi BI.

Agus menjelaskan, penguatan dollar AS bisa menimbulkan perang mata uang (currency war) antara satu negara dengan negara lain. Peluang perang suku bunga akan lebih besar jika kenaikan suku bunga The Fed dilakukan secara bertahap.

"Justru yang saya lihat, tiga tahun ke depan akan terus ada currency war karena kalau program peningkatan bunga berjalan berkala akan berdampak ke mata uang negara lain. Mata uang negara lain antara satu dengan lain akan menjaga posisi kompetitif mata uangnya, tentu perlu kami antisapasi," kata dia di DPR, Jakarta, Senin (8/6/2015).

Lebih lanjut, Agus bilang setiap negara akan berlomba-lomba membuat nilai tukarnya lebih kompetitif sehingga bisa meningkatkan ekspor dan diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. "Jadi, ada negara yang menawarkan 1 persen, padahal di negara lain bisa 2 persen hingga 3 persen. Dinamika tersebut yang perlu kita hadapi," paparnya.

Melihat kondisi tersebut, Agus menuturkan langkah utama untuk menghadapi perang mata uang adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. "Justru saya katakan yang kita jaga stabilitas nilai rupiah. Namun kalau ada tekanan eksternal ya kita harus jaga adalah volatilitas sehingga dapat diterima dan tetap menjaga kepercayaan pasar," tandas dia.

Pada hari ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tercatat terus melemah hingga mendekati ke posisi terendah dalam 17 tahun terakhir. Pelemahan rupiah terjadi karena adanya sentimen regional yaitu rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed).

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Senin (8/6/2015), mencatat nilai tukar rupiah melemah ke level 13.360 per dolar AS. Di akhir pekan lalu, rupiah masih di level 13.288 per dolar AS.

Ada beberapa analis yang mengatakan bahwa rupiah dapat melemah lebih parah ke kisaran 13.500 per dolar AS pada akhir tahun nanti. Angka tersebut merupakan level terendah dalam 17 tahun terakhir sejak Agustus 1998, saat Indonesia terkena krisis finansial.

Negara-negara berkembang seperti Indonesia memang sangat rentan dengan adanya isu kenaikan suku bunga AS. Pasalnya, banyak dana-dana dari negara maju lari ke Indonesia saat perekonomian negara tersebut sedang mengalami kemunduran.  (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya