Liputan6.com, Jakarta - Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Pembangkitan PT PLN (Persero) Tahun 2016 untuk tingkat nasional mengalami penurunan.‎ BPP Tahun 2016 tercatat sebesar Rp 983 per kilowatt hour (kWh) atau US$ 7,39 per kWh atau turun‎ Rp 15 per kWh dari tahun sebelumnya yang ‎sebesar Rp 998 per kWh (US$ 7.45 per kWH).
Baca Juga
Advertisement
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, ‎penurunan BPP pembangkitan nasional tersebut menunjukan penyediaan listrik yang semakin efisien. BPP Pembangkitan Tahun 2016 digunakan sebagai acuan pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero). Besaran BPP Pembangkitan tersebut berlaku untuk periode 1 April 2017 sampai 31 Maret 2018.
‎Perhitungan besaran BPP Pembangkitan PT PLN (Persero) Tahun 2016 ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 1404 K/20/MEM/2017 yang baru saja ditandatangani pada Senin 27 Maret 2017.
"Ya betul, Kepmen BPP Pembangkitan Tahun 2016 baru saya tandatangani hari ini. Ini adalah hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang jadi acuan bagi PLN. Penurunan besaran BPP Pembangkitan sejalan dengan usaha pemerataan penyediaan listrik yang efisien," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (28/3/2017).
Menurut Jonan, BPP Pembangkitan Tahun 2016 ini semakin efisien karena semakin berkurangnya operasi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang berbahan bakar minyak. Di saat yang bersamaan, penggunaan bauran energi pada pembangkit batubara dan gas semakin optimal. Selain itu, kinerja penyediaan listrik juga semakin efisien.
"Perhitungan BPP Pembangkitan dilaksanakan berdasarkan prinsip efektivitas, efisiensi dan akuntabel. BPP yang telah ditetapkan tersebut, digunakan sebagai acuan harga pembelian tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik sesuai peraturan perundang-undangan,"‎‎ kata dia.
Kepmen ESDM tersebut di atas merupakan peraturan turunan dari Peraturan Menteri ESDM (Permen ESDM) Nomor 24 Tahun 2017 tentang Mekanisme Penetapan BPP Pembangkitan PT PLN (Persero). Permen tersebut telah ditandatangani oleh Menteri ESDM pada 23 Maret 2017 lalu.
BPP adalah biaya penyediaan tenaga listrik PLN di pembangkitan tenaga listrik, tidak termasuk biaya penyaluran tenaga listrik. BPP Pembangkitan terdiri atas BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat dan BPP pembangkitan nasional.
Dalam beleid tersebut disebutkan bahwa untuk menetapkan BPP Pembangkitan, PLN wajib mengusulkan BPP yang merupakan realisasi BPP Pembangkitan 1 tahun sebelumnya kepada Menteri ESDM.
Selanjutnya usulan tersebut akan dievaluasi oleh Direktur Jenderal Ketenagalistrikan. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, Menteri ESDM menetapkan besaran BPP Pembangkitan.
‎"Diharapkan dengan efisiensi penyediaan tenaga listrik, maka rakyat dapat menikmati listrik dengan harga yang terjangkau," tandas Jonan.