Liputan6.com, Balikpapan - Pemerintah berniat mendorong diversifikasi ekonomi di seluruh wilayah Kalimantan. Pertumbuhan ekonomi Kalimantan jauh tertinggal dibandingkan wilayah lainnya terutama Jawa dan Sumatera.
“Pertumbuhan ekonomi seluruh Kalimantan berkisar dua persen selama beberapa tahun terakhir,” kata Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo di Balikpapan, seperti ditulis Sabtu (14/7/2017). Pertumbuhan ekonomi Kalimantan masih jauh dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat di angka 4,9 persen pada 2016 lalu.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi nasional terus mengalami tren peningkatan dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Memasuki kuartal I ini, Agus menyebutkan pertumbuhan ekonomi nasional sudah mencapai 5,01 persen. Angka pertumbuhan ekonomi diyakini akan semakin meningkat menyusul adanya kemudahan investasi yang menjadi kebijakan pemerintah.
Advertisement
Sebaliknya, realisasi pertumbuhan seluruh provinsi di Kalimantan hanya berkisar 2 persen pada 2016 lalu. Kontribusi pertumbuhan ekonomi Kalimantan terhadap nasional hanya 8 persen. “Kontribusi Kalimantan didominasi Kaltim yang mencapai 4 persen dari total keseluruhan 8 persen,” ujarnya.
Baca Juga
Agus mengatakan, pertumbuhan ekonomi nasional masih didominasi Jawa dan Sumatera yang berkontribusi hingga 81 persen. Adapun Kalimantan masih tergantung komoditas bahan baku mentah batu bara, crude palm oil, serta minyak dan gas (migas) yang tergantung pasar dunia. “Sehingga saat harga bahan baku row materials ini jatuh di pasaran, berdampak langsung pada ekonomi daerah,” paparnya.
Sehubungan itu, Agus menyebutkan niatan pemerintah mendorong diversifikasi ekonomi Kalimantan baik secara vertikal maupun horizontal. Diversifikasi vertikal dengan membangun industri turunan produk mentah Kalimantan dan horizontal lewat pengembangan sektor industri lainnya di antara pariwisata dan jasa.
Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengungkapkan, tren penurunan minat investasi sektor energi dunia hingga 12 persen. Investasi sektor minyak dan gas paling terdampak dengan penurunan hingga 26 persen. “Industri migas Indonesia memang masih terpengaruh pada asing. Paling gampang menjual komoditas dapat revenue dan sudah selesai,” ujarnya.
Arcandra menyebutkan, Kalimantan membutuhkan industri petrochemical untuk mengolah sumber daya alam (SDA) fosil di dalamnya. Kalimantan saat ini masih kaya akan potensi alam migas maupun batu bara di Kaltim, Kaltara, Kalsel, dan Kalteng.
Dalam beberapa waktu nanti, Pertamina segera merealisasikan pembangunan industri kilang pengolahan minyak mentah yang ada di Balikpapan dan Bontang. Kilang minyak Balikpapan ditingkatkan kemampuan mengolah 360 ribu barel minyak per hari, sedangkan kilang Bontang 260 ribu barel per hari.
“Kemampuan produksi kilang minyak nasional hanya 800 ribu barel per hari sedangkan kebutuhan bisa mencapai 1,6 juta barrel BBM per hari. Itu kenapa kita masih sering impor BBM dari luar,” paparnya.
Hingga saat ini, Pertamina masih negosiasi pengelolaan Blok Mahakam dengan operator industri migas asing Total dan Inpex. Pertamina menawarkan partisipasi pengelolaan sebesar 30 persen bagi perusahaan asal Prancis dan Jepang ini.
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menambahkan, pemerintah daerah memegang kunci penting dalam masuknya investor luar. Menurutnya, investor asing membutuhkan kepastian kemudahan birokrasi dalam menanamkan modalnya.
Luhut mencontohkan pengembangan kawasan industri Morowali Sulawesi Tengah dan Konawe Sulawesi Tengah yang menarik minat investor. Kepastian investasi membuat investor punya keyakinan return modal dalam kurun waktu 5 hingga 8 tahun. “Investasi di Morowali bisa US$ 7,5 miliar dan Konawe sebesar US$ 1,5 miliar,” ungkap dia.
Tonton Video Menarik Berikut Ini: