KSPI Sebut Puluhan Ribu Buruh Kena PHK Selama 6 Bulan Ini

Buruh terkena PHK karena sektor usaha tempat mereka bekerja terdampak penurunan daya beli masyarakat

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 24 Jul 2017, 15:32 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2017, 15:32 WIB
20151124-Demo-Buruh-YR
Ratusan buruh menggelar aksi demo di kawasan industri Pulogadung, Jakarta, Selasa (24/11/2015). Buruh menuntut dicabutnya Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyebut puluhan ribu buruh terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor, yakni ritel, garmen, pertambangan, dan industri keramik sebagai dampak dari penurunan daya beli masyarakat. Pemerintah diminta mengeluarkan kebijakan untuk mendorong daya beli dan industri guna mengatasi darurat PHK.

Presiden KSPI, Said Iqbal mengungkapkan, pelemahan daya beli masyarakat berimbas pada penurunan penjualan industri ritel, garmen dan sepatu, industri keramik, maupun pertambangan. Bisnis perusahaan yang terganggu mengakibatkan maraknya PHK.

"Ini sudah darurat PHK, karena puluhan ribu buruh sudah kena PHK. Itu data periode Januari sampai awal Juni ini," tegas Said saat Konferensi Pers di kantor LBH, Jakarta, Senin (24/7/2017).

Lebih jauh, katanya, data puluhan ribu buruh yang menjadi korban PHK, paling banyak berasal dari industri ritel, seperti 7-Eleven yang telah menutup seluruh gerainya dan merumahkan sekitar 6 ribu pekerja.

Selanjutnya, diakui Said, ritel lain seperti Hypermart, Giant, Hero, Lawson, Ramayana, Matahari, TipTop sudah mulai menutup beberapa gerai, dan secara bergilir mengurangi jumlah karyawan kontrak maupun tetap.

"Toko-toko ritel siap-siap sudah Senin-Kamis karena pada mengurangi karyawan. Kalau ritel sudah mulai tutup bahaya, karena daya beli melemah dan butuh regulasi untuk menyelamatkan PHK," jelas Said.

Sementara di industri garmen, tekstil, dan sepatu, Said menjelaskan namanya pemutihan. Istilah untuk PHK juga, tetapi seperti penawaran pensiun dengan pesangon satu kali gaji untuk buruh yang sudah bekerja puluhan tahun.

"Itu sudah masuk PHK, tapi tidak diekspos. Buruh pasti mau, kalau tidak di PHK. Sudah terjadi di Tangerang, Sumedang, Purwakarta, Deli Serdang, dan lainnya," papar Said.

Belum lagi buruh lain di Pabrik Keramik di daerah Bogor, Jawa Timur ikut menjadi korban PHK karena perusahaan tak kuat lagi menanggung harga gas industri yang terlampau mahal. Juga PHK di sektor pertambahangan, seperti PT Freeport Indonesia dan PT Smelting.

"Paket kebijakan ekonomi gagal karena faktanya banyak yang tutup. Kami sedang terus menghimpun data lebih detail, karena dari buruh yang di PHK di berbagai sektor industri ini ada yang menjadi anggota KSPI," ucapnya.

Said berharap, pemerintah dapat merespons cepat maraknya PHK tersebut dengan kebijakan-kebijakan tepat dalam rangka mendorong daya beli masyarakat, termasuk untuk menggeliatkan kembali industri yang menyerap banyak tenaga kerja.

"Jangan malah menurunkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) supaya menjaga daya beli masyarakat. Kasih insentif pajak atau kemudahan pinjaman bagi sektor padat karya, atau kebijakan lain untuk menyelamatkan darurat PHK. Paket kebijakan jangan macam kertas, tapi ompong di implementasi," tandas Said.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya