Kepala BKPM Prihatin Kelesuan di Industri Ritel dan Maraknya PHK

Jumlah penyerapan tenaga kerja dalam kurun waktu enam bulan pertama ini sebanyak 539.457 orang.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 26 Jul 2017, 13:19 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2017, 13:19 WIB
Kepala BKPM, Thomas Trikasi Lembong mengaku prihatin terhadap struktur investasi terutama pada keseimbangan antara investasi padat modal dan padat karya.
Kepala BKPM, Thomas Trikasi Lembong mengaku prihatin terhadap struktur investasi terutama pada keseimbangan antara investasi padat modal dan padat karya.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatatkan penurunan penyerapan jumlah tenaga kerja menjadi 539.457 orang dari realisasi investasi senilai Rp 336,7 triliun sepanjang semester I-2017. Kondisi ini disebabkan ketidakseimbangan tren struktur investasi, termasuk pelemahan penjualan di industri ritel.

Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM, Azhar Lubis, mengungkapkan, jumlah penyerapan tenaga kerja dalam kurun waktu enam bulan pertama ini sebanyak 539.457 orang. Realisasi tersebut turun dibanding serapan di periode yang sama tahun lalu sebanyak 681.909 orang.

"Di kuartal II-2017, penyerapan tenaga kerja Indonesia sebanyak 345.323 orang. Jumlah ini naik dari realisasi kuartal I sebanyak 194.134 tenaga kerja yang terserap," ujar Azhar di kantornya, Jakarta, Rabu (26/7/2017).

Jika dilihat ke belakang berdasarkan data BKPM, realisasi penyerapan tenaga kerja di kuartal I dan II tahun ini lebih rendah dibandingkan dengan 2016. Pada kuartal I dan II-2016, penyerapan tenaga kerja masing-masing mencapai 327.170 orang dan 354.739 orang

Kepala BKPM, Thomas Trikasih Lembong mengaku prihatin terhadap struktur investasi, terutama pada keseimbangan antara investasi padat modal dan padat karya. Hal ini bisa terjadi karena berbagai peraturan yang masih menghambat investasi atau menyulitkan dunia usaha.

"Saya makin prihatin dengan struktur investasi, terutama keseimbangan padat modal dan padat karya. Kalau kita tidak segera perbaiki peraturan yang dikeluhkan Presiden, bisa saja nilai investasi naik terus tapi pelaku usaha malah mengurangi tenaga kerja akibat efisiensi," terangnya.

Lembong menambahkan, "Dari pencapaian target mungkin tercapai, tapi dari tujuan besar program ekonomi kita malah kebalikannya. Angka investasi 100 persen belum meningkatkan kesejahteraan masyarakat." 

Kekhawatiran Lembong pun menyorot pada persoalan industri ritel. Mantan Menteri Perdagangan itu mengatakan, penjualan ritel selama Hari Raya Idul Fitri lalu mengalami pelemahan atau penurunan, baik untuk penjualan pajakan, makanan sampai kembang api atau petasan.

"Saya sangat khawatir ini (penurunan) ini menjadi tren. Wah, dunia usaha menggeser investasi ke program atau sarana yang bertujuan efisiensi, mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja. Itu yang bisa membuat konsumen hati-hati, tidak mau banyak pengeluaran sehingga penjualan ritel turun," kata Lembong.

Lembong pun menanggapi terkait penurunan harga komoditas di kuartal II-2017. Ia khawatir tren ini akan berlanjut di kuartal III dan IV yang justru akan membebani perekonomian dan investasi Indonesia.

"Saya jujur prihatin dan khawatir. Memang harga komoditas dari tahun lalu sampai kuartal I ini ada kenaikan signifikan sampai 27 persen. Bagi Indonesia yang masih bergantung komoditas, kondisi ini membantu. Tapi di kuartal II mulai turun lagi, dan saya khawatir tren penurunan ini berlanjut di kuartal III dan IV yang akan jadi beban bagi ekonomi dan investasi di Indonesia," tandas Lembong.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya