Afrika dan Timur Tengah Jadi Target Ekspansi Sawit RI pada 2018

Ada perbaikan ekonomi di berbagai negara mendukung pasar produk kelapa sawit pada 2018.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 30 Jan 2018, 17:45 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2018, 17:45 WIB
20160308-Ilustrasi-Kelapa-Sawit-iStockphoto
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memproyeksikan pasar produk kelapa sawit pada 2018 akan lebih baik dibandingkan 2017. Hal ini seiring dengan perbaikan ekonomi di berbagai negara.

Sekretaris Jendral GAPKI Togar Sitanggang mengatakan para pengusaha bahkan siap melakukan ekspansi pada 2018. Salah satunya mengembangkan bisnis ke Afrika dan Timur Tengah.

"Kami tahun ini lirik pasar Afrika, Timur Tengah, dan Brunei. Maka dari itu, saat ini kita sedang cari tahu lebih dekat apa yang terjadi di negara tujuan," kata Togar di kantornya, Selasa (30/1/2018).

Tak hanya rencana ekspansi, pasar-pasar tradisional antara lain China, Eropa, dan Bangladesh, diperkirakan juga lebih baik. Untuk itu, peningkatan pasar di beberapa negara pelanggan tetap produk sawit RI juga tak kalah penting.

Ia menambahkan, sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan investasi, meningkatkan ekspor khususnya ke pasar nontradisional, meningkatkan produktivitas nasional dan pengurangan kemiskinan, serta kesenjangan ekonomi, maka program kerja 2018 akan difokuskan pada beberapa hal.

Pertama, meningkatkan program kemitraan dengan petani sawit swadaya untuk replanting dan peningkatan produktivitas. Kedua, penguatan dan percepatan Implementasi Sustainability/ISPO.

Ketiga, penanganan hambatan perdagangan termasuk isu-isu negatif seperti anti-dumping biodiesel asal Indonesia oleh Amerika Serikat. Kelapa sawit dituding sebagai penyebab utama deforestasi masih akan tetap ada terutama di Uni Eropa, rencana Uni Eropa menghentikan program biodiesel dari minyak sawit pada tahun 2021, dan persepsi negatif terhadap minyak sawit sebagai minyak nabati less healthier dan low quality di beberapa negara masih terus dibicarakan hampir di semua negara-negara pengimpor.

Keempat, penanganan isu-isu domestik seperti penanganan masalah lahan gambut dan pencegahan kebakaran lahan dan hutan, penanganan masalah penetapan kawasan hutan, sosialisasi kepada stakeholders tentang strategis dan pentingnya industri. (Yas)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

RI Tolak Keputusan Eropa

20160308-Ilustrasi-Kelapa-Sawit-iStockphoto
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Sebelumnya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengemukakan kekecewaan atas tindakan Parlemen Eropa (PE) yang tetap menyetujui penghentian penggunaan biofuel berbahan dasar kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan pada 2021.

Kebijakan yang diskriminatif ini, sebagaimana dirilis lewat website Kemlu, tecermin dalam pemungutan suara di PE terhadap “the draft of Directive on the Promotion of the Use of Energy from Renewable Sources” dalam sesi pleno, 17 Januari 2018.

Dikutip dari laman Setkab, Selasa, 23 Januari 2018, menyikapi keputusan tersebut, Indonesia memahami meski keputusan PE tersebut belum final, tetap akan memengaruhi pandangan konsumen di Uni Eropa (UE) serta memberikan tekanan politik bagi negara-negara anggota UE dan berbagai institusi UE dalam pembentukan sikap terhadap kelapa sawit sebagai salah satu sumber energi terbarukan.

“Sangat disayangkan, sebagai institusi terhormat, Parlemen Eropa melakukan tindakan ini tidak hanya sekali, tetapi berulang kali. Contoh terakhir adalah resolusi tentang “Palm Oil and Deforestation of Rainforests” dengan kesimpulan yang melenceng dan bias terhadap kelapa sawit,” sebagaimana rilis yang disampaikan melalui laman Kemlu.

Parlemen Eropa secara konsisten tidak mengindahkan fakta bahwa kelapa sawit memiliki efisiensi dan produktivitas sangat tinggi yang berpotensi menyumbang konservasi lingkungan dalam jangka panjang sebagai global land bank bila dibandingkan dengan minyak sayur lainnya.

“Kelapa sawit juga sepuluh kali lipat lebih efisien dalam pemanfaatan lahan dibandingkan dengan minyak rapeseed Eropa. Oleh karena itu, kebijakan untuk menghilangkan kelapa sawit dari program biofuel sebagai sumber energi terbarukan merupakan kebijakan perdagangan yang proteksionis daripada upaya pelestarian lingkungan semata,” bunyi rilis yang dikeluarkan oleh Kemlu.

Dalam hal ini, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menjamin dan mempertahankan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan dari pengembangan kelapa sawit melalui berbagai kebijakan dan regulasi.

Lebih lanjut, industri minyak sawit Indonesia telah terbukti berkontribusi pada pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, dan pencapaian tujuan Sustainable Development Goals.

“Proses selanjutnya dan keputusan akhir RED II dipastikan akan berdampak pada fondasi hubungan ekonomi, perdagangan, dan investasi antara Indonesia dan Uni Eropa yang terus tumbuh berdasarkan nilai saling menghormati kepentingan masing-masing,” mengutip pernyataan akhir pada rilis tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya