Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 19/PMK.03/2018. Dalam beleid ini mengatur kewajiban lembaga jasa keuangan untuk melaporkan rekening keuangan atas warisan yang belum terbagi dari orang yang sudah meninggal.
Benarkah aturan ini meresahkan dan menunjukkan bahwa pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak kehabisan akal, sehingga memajaki isi rekening orang yang sudah meninggal?
Advertisement
Baca Juga
Pengamat Pajak sekaligus Direktur Eksekutif Center for Indonesian Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengungkapkan, dalam Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh) mengatur tentang siapa subyek pajak, antara lain warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
"Kenapa warisan yang belum terbagi harus menjadi subjek pajak? Warisan ini pada dasarnya akan menjadi milik ahli waris, namun ketika belum dibagi, maka dia belum menjadi milik ahli waris," kata Yustinus dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (5/3/2018).
Lebih jauh dia menjelaskan, warisan yang belum terbagi ini menjadi subjek pajak. Kewajiban baru timbul ketika warisan tersebut mendatangkan penghasilan yang merupakan objek pajak.
Secara administratif warisan ini akan menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) si pewaris atau orang yang meninggal, hingga warisan dibagi nanti akan berpindah menjadi milik ahli waris masing-masing.
"Pelaksanaan kewajiban tentunya dijalankan ahli waris karena tak mungkin pewaris yang sudah di dunia lain diwajibkan membayar dan melapor pajak," Yustinus menerangkan.
Â
Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Contohnya
Dia mencontohkan, Tuan Gerandong (NPWP 09.123.456.7-891.000) meninggal dunia dan meninggalkan deposito di Bank Ghaib sebesar Rp 100 miliar. Deposito ini belum dicairkan dan merupakan warisan yang kelak akan dibagi untuk lima anak Tuan Gerandong.
Saat ini warisan tersebut belum dibagi sehingga atas deposito ini masih diadministrasikan dalam NPWP Tuan Gerandong (almarhum) dan dijalankan salah satu ahli waris.
Karena deposito ini menghasilkan bunga 5 persen per tahun, maka ada pendapatan bunga Rp 5 miliar dan telah dikenai PPh final 20 persen atau Rp 1 miliar.
Ahli waris melaporkan pelaksanaan kewajiban pajak warisan Tuan Gerandong yang belum dibagi dengan melaporkan di Surat Pemberitahuan (SPT) ‘Warisan Tuan Gerandong’ nilai harta dan besarnya pajak yang telah dipotong bank. Tidak ada pajak lagi dalam laporan ini.
Dengan kebijakan administrasi seperti ini, Yustinus bilang, Ditjen Pajak dapat merunut asal usul perpindahan harta dari pewaris kepada ahli waris. Kualitas profiling terjaga.
"Kantor Pajak cukup mencocokkan data yang dilaporkan wajib pajak dalam SPT (deposito Rp 100 miliar) dengan deposito laporan lembaga jasa keuangan (Rp 100 miliar). Klop, lagi-lagi tidak ada pajak baru. Arwah Tuan Gerandong pun tenang di alam baka," papar Yustinus.
Advertisement
Sudah Dibagi Ahli Waris
Lalu bagaimana jika deposito itu sudah dibagi ke ahli waris?
Yustinus menuturkan, UU PPh mengatur di Pasal 4 ayat (3), bahwa warisan bukan merupakan objek pajak. Ini berlaku sejak 1984 sampai detik ini.
Dengan demikian, misalnya ketika setiap anak Tuan Gerandong menerima pembagian warisan Rp 20 miliar per orang, harta tersebut bukan objek pajak. Mereka cukup melaporkan di dalam SPT telah mendapatkan penghasilan yang bukan merupakan objek pajak (Rp 20 miliar) dan mencantumkan di daftar harta deposito atau uang sebesar Rp 20 miliar.
Yustinus menegaskan, penambahan klausul di Pasal 7 ayat (3) PMK-19/2018 justru untuk menutup lubang kekurangan dan menciptakan keadilan, supaya siapapun yang memperoleh penghasilan membayar pajak, termasuk jika warisan yang belum terbagi menghasilkan tambahan penghasilan yang merupakan objek pajak dan belum dipajaki.
"Misalnya, warisan berupa perkebunan sawit yang menghasilkan TBS (tandan buah segar), yang berpotensi menjadi keuntungan ketika dijual dan merupakan objek pajak. Aturan ini menciptakan rasa keadilan yang memiliki tambahan kemampuan ekonomis harus membayar pajak. Yang lebih mampu, membayar pajak lebih tinggi," pungkas Yustinus.