Negara Ini yang Paling Tuai Untung dari Perang Dagang AS-China

Perang dagang bisa menjadi blessing in disguise bagi negara satu ini.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 19 Sep 2018, 08:20 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2018, 08:20 WIB
[Bintang] Vietnam
Jalur kereta api dari Hanoi ke Ho Chi Minh City, Vietnam. (mrlinhadventure.com)

Liputan6.com, Jakarta - Walau berada di ranah ekonomi yang dipastikan oleh angka dan statistik, situasi perang dagang malah makin tidak jelas. Baru saja muncul kabar akan ada perundingan lebih lanjut, kemudian diikuti ancang-ancang AS untuk menambah tarif. Kedua negara pun terkesan saling lempar bola terkait biang perang dagang.

Di tengah ombang-ambing perang dagang, ada satu negara ASEAN yang justru bisa keluar sebagai juara. Negara itu adalah Vietnam.

Dilansir dari CNBC, negara Vietnam bisa meraih kemenangan jika investasi langsung berpindah ke negara itu karena naiknya tekanan harga dari tarif AS-Tiongkok.

"Bahkan Tiongkok bisa saja mulai memindahkan banyak produksinya ke Vietnam," ucap kepala investasi Dragon Capital Bill Stoops. Ia menyebut langkah itu mungkin dilakukan selama tak dihalau oleh Presiden AS Donald Trump.

Menurut Stoops, Vietnam pun kecil kemungkinannya ditarget AS, walaupun mereka memiliki surplus dagang sebesar USD 40 miliar terhadap AS. Sebab, aksi AS ke Tiongkok lebih karena alasan geostrategis dan komersial.

Vietnam juga dinilai memiliki fondasi makro yang aman, cadangan devisa substansial, dan memiliki neraca berjalan yang positif.

Mata uang dong juga diprediksi akan tetap stabil meskipun bank sentral AS menaikkan bunga 100 sampai 125 basis poin dalam 12 bulan ke depan. Saat ini USD 1 setara dengan 23.404 dong.

Data Ekonomi AS Membaik Tekan Nilai Tukar Rupiah

Ilustrasi uang dolar
Ilustrasi (iStock)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan di awal pekan ini. Data ekonomi AS yang membaik mendorong penguatan dolar AS. 

Mengutip Bloomberg, Senin (17/9/2018), rupiah dibuka di angka 14.862 per dolar AS, melemah jika dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.806 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.862 hingga 14.882 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 9,79 persen.

Adapun berdasarkan Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.859 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan pada Jumat lalu yang ada di angka 14.835 per dolar AS.

Analis mengatakan nilai tukar rupiah yang tertekan pada Senin pagi akibat penguatan dolar AS terhadap mata uang lainnya di dunia, dan dikhawatirkan akan terus melemah di tengah ancaman defisit neraca perdagangan.

"Data ekonomi Amerika Serikat yang positif menopang dolar AS cenderung menguat terhadap beberapa mata uang kuat utama dunia, termasuk rupiah," kata Ekonom Samuel Sekuritas, seperti dikutip dari Antara.

Ia mengemukakan data penjualan ritel AS pada Agustus 2018 sebesar 6,6 persen, lebih tinggi dibandingkan estimasi analis 4,8 persen. Industrial production index (IPI) AS pada periode itu sebesar 4,9 persen juga lebih tinggi dibanding estimasi analis, yakni 3,6 persen.

"Kuatnya kedua data itu menjadi indikasi awal kuatnya pertumbuhan konsumsi Amerika Serikat di triwulan ketiga 2018," katanya.

Sementara itu, sentimen dari dalam negeri, Ahmad Mikail, mengatakan, pelaku pasar akan mencermati data neraca perdagangan Indonesia pada Agustus yang sedianya akan rilis pada hari ini.

"Diperkirakan kembali defisit, namun dengan defisit yang lebih kecil. Konsensus analis memperkirakan data neraca perdagangan akan defisit sebesar 450 juta dolar AS, atau lebih rendah dibandingkan defisit Juli," katanya.

Menurut dia, neraca perdagangan yang masih defisit itu dapat menambah sentimen negatif bagi rupiah di tengah penguatan dolar AS terhadap mata uang dunia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya