Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan menyurati Mahkamah Agung (MA) terkait surat edaran untuk memberlakukan denda maksimal sebesar Rp 500 ribu untuk setiap pelanggaran terkait kelebihan dimensi dan kelebihan muatan (overdimension overloading/Odol) yang dilakukan pengemudi truk.
Ini diungkapkan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi seperti mengutip laman Antara, Senin (26/11/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dia menuturkan, saat ini tidak semua jembatan timbang memberlakukan denda maksimal sesuai dengan yang tertera di Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.
"Jadi, di daerah-daerah tidak semua menerapkan denda maksimal Rp 500.000, rata-rata Rp 200.000. Saya sudah bekerja sama, saya akan membuat surat ke Ketua Mahkamah Agung, sehingga bisa dikeluarkan semacam surat edaran, supaya hakim-hakim menerapkan di semua jembatan timbang hukuman maksimal Rp 500.000," ucap dia.
Ia mengatakan pemberlakuan denda Odol maksimal Rp 500.000 akan berlaku di Desember 2018 atau Januari 2019. Upaya tersebut merupakan salah satu langkah agar para pelanggar jera dan mematuhi aturan.
Pasalnya, sejak dilaksanakan ketentuan untuk kelebihan muatan dan dimensi serta penilangan elektronik (e-tilang), pelanggaran masih terbilang tinggi seperti di Tol Cikarang Utama tercatat sekitar 1.000 pelanggaran dan di Jembatan Timbangan Way Urang sebanyak 1.375 pelanggaran.
Menurut dia, dengan nilai denda maksimal Rp 500.000 sejak UU berlaku, yaitu pada 2019, maka hal itu kurang membuat para pelanggar jera karena nilai tersebut dinilai terlalu ringan dibandingkan dengan keuntungan muatan yang dibawa.
"Kepingin saya sih Rp 1 juta," katanya.
Namun, ucap dia, dalam UU 22/2019, denda maksimal adalah Rp 500.000. Hal itu bisa direvisi apabila UU mengalami perubahan.
"Kalau Prolegnas bisa saja kemungkinan beberapa masukan terkait masalah taksi online dan terkait Odol ini," katanya.
Jurus Kemenhub Tertibkan Angkutan Logistik Kelebihan Muatan
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memiliki gagasan untuk memberantas angkutan yang kelebihan muatan dan dimensi.
Langkah yang dilakukan dengan menciptakan sinergitas antara pihaknya dengan Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri maupun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR).
Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubdat) Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi mengatakan, Over Dimensi dan Over Loading (ODOL) sudah hampir satu tahun dilakukan upaya pemberantasannya, tapi hingga saat ini masih diberikan toleransi bagi beberapa asosiasi logistik.
"Kini sudah banyak asosiasi barang yang mendekat dan setuju pada peraturan yang kami terapkan. Kami juga sedang gencar menindak ODOL dengan menargetkan hadirnya beberapa Jembatan Timbang (JT) di tahun ini. Namun mungkin karena terbatasnya SDM tidak dapat maksimal hingga mencapai 92 Jembatan Timbang per tahun 2019 sesuai terget,” kata Budi, dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Sabtu (24/11/2018).
Baca Juga
Budi menuturkan, untuk menertibkan kendaraan logistik yang kelebihan muataan dan dimensi, pihaknya tidak menutup kemungkinan menggandeng dari pihak lain di luar Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Kami tidak eksklusif, kami menerima bantuan dari Surveyor Indonesia, ini juga sekaligus bukti bahwa kami serius ingin menghilangkan praktek pungutan liar yang mungkin selama ini ditemui di JT,” tambah Budi.
Budi mengakui, saat ini kesadaran masyarakat untuk mencegah truk ODOL masuk ke daerahnya meningkat.
“Sekarang masyarakat sudah tahu kalau jalanan rusak itu karena truk ODOL jadi mereka mau menutup jalan supaya truk tidak bisa lewat daerah mereka, mereka juga tidak mau kalau JT nya masih tidak aktif. Mereka merasa terganggu baik dari segi polusi, kemacetan, dan kebisingan. Hal seperti ini jika pemerintah tidak meresponsnya permasalahan dalam bidang lalu lintas maka kita akan menghadapi resistensi. Harapan saya ada peraturan untuk pengawasan ODOL ini di tingkat provinsi," tambah Budi.
Advertisement