BI Antisipasi Dampak Tingginya Harga Tiket Pesawat ke Inflasi

Tingginya harga tiket ini dikhawatirkan berdampak pada daya beli masyarakat, khususnya saat Ramadan dan Lebaran.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Apr 2019, 12:31 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2019, 12:31 WIB
Ilustrasi Bank Indonesia (2)
Ilustrasi Bank Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengaku telah menyiapkan langkah antisipasi untuk membendung dampak dari tingginya harga tiket pesawat terhadap inflasi.

Perry menuturkan, tingginya harga tiket ini dikhawatirkan akan berdampak pada daya beli masyarakat, khususnya saat Ramadan dan Lebaran.

"Secara musiman memang jelang Ramadan dan Idul Fitri harga-harga tiket naik. Nanti akan dibahas langkah-langkah antisipasinya," kata dia seperti ditulis Rabu (24/4/2019).

Untuk mengantisipasi lonjakan dari tingginya harga tiket pesawat, Perry meminta masyarakat untuk memesan tiket jauh-jauh hari. "Bagaimana antisipasinya, masyarakat pesan tiketnya jauh-jauh hari, seperti itu," imbuhnya.

Seperti diketahui, Kenaikan harga tiket pesawat khususnya rute domestik sudah terjadi sejak awal Januari 2019. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, peningkatan harga tiket pesawat telah menyumbang inflasi sebesar 0,03 persen pada inflasi Maret 2019.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Upaya Menhub Turunkan Harga Tiket Pesawat

Banner Infografis Harga Tiket Pesawat Bakal Turun?
Banner Infografis Harga Tiket Pesawat Bakal Turun? (Liputan6.com/Triyasni)

Sebelumnya, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi mengaku telah memiliki opsi untuk kembali menurunkan harga tiket pesawat di tingkat maskapai penerbangan. Menurutnya, ada dua opsi yang nantinya bakal dilakukan Kementerian Perhubungan dalam menyesuaikan harga tiket pesawat sesuai dengan sub-harga yang telah disepakati.

"Kita cari solusinya. Apakah kita menetapkan sub-price atau kita menurunkan batas atas. Mana yang secara legal memang dimungkinkan," katanya saat ditemui di Istana Presiden, Jakarta, Senin, 22 April 2019.

Budi menuturkan, salah satu penyebab masih mahalnya tiket pesawat yang ditawarkan oleh sejumlah maskapai pun tidak lepas dari aski korporasi. Sehingga, tarif batas atas selama ini yang dipakai oleh sejumlah maskapai tidak bertentangan dengan Undang-Undang yang berlaku.

Atas dasar itulah, dirinya mengaku akan mendalami dan mengkaji kembali mengenai tarif batas atas sejumlah maskapai. "Masalahnya kan mereka kan upaya untuk membuat bisnisnya lebih baik, sehingga dia tidak melanggar UU karena dia sesuai dengan tarif batas atas. Saya kemarin sifatnya himbauan untuk menetapkan sub-price. Tampaknya, himbauan itu tidak dipenuhi secara maksimal. Itu yang akan didiskusikan lagi," bebernya.

Menhub Budi mengatakan, rata-rata tarif batas atas maskapai saat ini berada dikisaran 80, 90, hingga 100 persen. Pihaknya pun akan mencoba mengusulkan menurunkan tarif batas atas tersebut setara dengan 80 persen, kemudian diikuti oleh tarif batas tengah dan bawah.

"Sebagai contoh aja, kalo yang paling atas menetapkan average-nya 80 persen. Average ya. Terus middle itu katakanlah average 65 persen. Paling bawah 60-50 persen. Jadi itu tercipta. Jadi ruang yang harganya 50-55 persen itu ada. Ini harapan, ini umpama lah. Jadi belum fixed," katanya.

 

Menhub Beri Garuda Waktu 2 Minggu Turunkan Harga Tiket Pesawat

Ilustrasi tiket pesawat
Ilustrasi tiket pesawat (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi memberikan waktu kepada maskapai penerbangan milik negara PT Garuda Indonesia untuk menyesuaikan harga tiket pesawat sesuai skema sub class. Skema yang dimaksud adalah harga tiket batas bawah dengan porsi 5 hingga 10 persen.

"Kalau 2 minggu lagi tidak bisa ya saya tetapin," ujar Menhub di Senayan, Jakarta, Rabu, 17 April 2019.

Menhub menilai, saat ini penurunan tiket Garuda belum dirasakan masyarakat. Dia pun mengaku sudah bertemu dengan Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Ashkara.

"Jadi saya masukkan, sama kayak dulu, kalau orang beli itu terpampang tentang Y-Class dan segala macam (subclass lain). Sehingga orang tinggal milih," jelas dia.

Mantan Direktur Angkasa Pura II itu menyebutkan, saat ini mayoritas tiket angkutan udara pelat merah itu masih didominasi sub class tertinggi atau paling mahal. Padahal sudah ada kesepakatan untuk menurunkan harga tiket pesawat.

"Garuda dari dulu sepakat tetapi saya menganggap apa yang dilakukan selama ini tidak clear. Ini kan yang justru jadi catatan itu dari temen-temen sekalian," tandasnya.

Harga Tiket Pesawat Mahal, Menhub akan Operasikan Bus Lebih Banyak Saat Lebaran

Seminggu Jelang Lebaran, Pemudik Mulai Padati Terminal Kampung Rambutan
Bus pemudik berjejer di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, Jumat (8/6). Diperkirakan puncak arus mudik terjadi pada H-3 Lebaran. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi akan lebih banyak memberdayakan bus sebagai angkutan mudik pada tahun ini. Hal ini guna mengantisipasi penggunaan kendaraan pribadi akibat mahalnya harga tiket pesawat.

Budi mengungkapkan, selama ini pengelolaan angkutan darat jarak jauh belum terkelola secara baik. Padahal, moda transportasi seperti bus efektif untuk mengangkut penumpang karena memiliki kapasitas yang besar.

"Darat belum terkelaola dengan baik. Belum memaksimalkan penggunaan bus-bus itu. Mikirnya naik mobil pribadi dan motor," ujar dia di kawasan Widya Chandra, Jakarta, Rabu (17/4/2019).

Menurut dia, jika bus ini bisa dikelola secara baik, baik jumlah unit maupun fasilitas yang ditawarkan, maka akan efektif menarik minat pemudik untuk beralih dari kendaraan pribadi ke bus.

Selain itu, bus juga bisa menjadi solusi bagi pemudik jika harga tiket pesawat mahal. "Kalau efektif bus pasti akan jadi solusi. Bus kan kapasitasnya banyak sekali. Saya memang ingin memberdayakan bus, bisa jadi alternatif angkutan yang massal," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya