Dirut BTN Harap Suku Bunga Acuan di Bawah 5 Persen

Meski suku bunga acuan BI bertahan di 6 persen, Direktur Utama BTN Maryono menilai hal wajar karena pertimbangkan faktor global.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 26 Apr 2019, 16:02 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2019, 16:02 WIB
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BTN) Maryono
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BTN) Maryono (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN), Maryono angkat bicara soal keputusan Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan di level 6 persen.

Dia berpendapat, nilai suku bunga acuan ini seharusnya bisa dibuat lebih rendah lagi hingga di bawah 5 persen.

Meski tetap bertahan di angka 6 persen, ia menilai langkah bank sentral tersebut wajar. Hal ini  menurut dia dilatarbelakangi kondisi perekonomian global yang belum pasti.

"Ya kalau perbankan diharapkan turun. Tapi dengan kondisi luar negeri dan global yang masih fluktuatif, Indonesia stabil itu sudah menunjukan suatu prestasi," tutur dia di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Jumat (26/4/2019).

Dia menuturkan, keputusan BI untuk menahan suku bunga acuan menunjukan stabilitas pasar keuangan di Indonesia.

Dia pun menyebutkan, BTN tidak menyesuaikan dengan ditahannya suku bunga acuan ini. "Kalau penyesuaian saya kira enggak, karena BI Rate-nya enggak naik dan enggak turun," ungkapnya.

Adapun level ideal BI 7-day Reverse Repo Rate bagi dunia perbankan disebutnya berada di bawah 5 persen. "Kalau bisa di bawah 5 persen. Kan pernah dulu di angka 4,75 persen," tandasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

BI Tahan Bunga Acuan 6 Persen, Ini Kata Bos BCA

20160517-Presiden Direktur PT BCA Tbk, Jahja Setiaatmadja-Jakarta
Presiden Direktur PT BCA Tbk, Jahja Setiaatmadja (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmaja menyambut baik keputusan Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan di level 6 persen. Keputusan ini dinilai cocok dalam rangka menyambut bulan Ramadan berkaitan dengan penyaluran kredit.

"Itu cocok sekali kita mendekati lebaran pasti kebutuhan likuiditas sangat banyak kredit kita perkirakan dua bulan ke depan meningkat," ujar Jahja di Kempinski, Jakarta, Kamis, 25 April 2019.

Jahja mengatakan, jika ada rencana penurunan suku bunga acuan sebaiknya dilakukan setelah Lebaran. Hal ini untuk menjaga likuiditas perbankan. "Karena kebutuhan likuiditas lagi banyak ya. Memang jangan diturunin, kalau mau turunin nanti saja kuartal tiga," ujar dia.

Ke depan, Jahja menambahkan, tidak menutup kemungkinan Bank Indonesia akan menurunkan suku bunga. Apalagi jika bank sentral Amerika Serikat atau The Fed tidak menaikkan suku bunga acuan.

"Kalau nanti likuiditas sudah melonggar, apalagi kalau Amerika turunkan Fed rate baru bisa, syaratnya dua itu dulu. Kalau Amerika flat atau turun likuiditas bertambah ya ada room, kalau tidak begitu ya kita harus memperhatikan situasi dulu," tandasnya.

Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) April 2019 Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan Bank Indonesia (BI) 7-day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan pada angka 6 persen. Selain itu, Bank Indonesia juga menahan suku bunga Deposit Facility pada angka 5,25 persen dan suku bunga Lending Facility 6,75 persen.

 

BI Tahan Suku Bunga Acuan

Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang berlangsung pada 24 dan 25 April 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6 persen.

"Sedangkan untuk suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen," jelas Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis, 25 April 2019.

Ia menjelaskan, keputusan tersebut sejalan dengan upaya memperkuat stabilitas eksternal perekonomian Indonesia.

Sementara itu, untuk mendorong permintaan domestik Bank Indonesia memperluas kebijakan yang lebih akomodatif antara lain dengan:

- Meningkatkan ketersediaan likuiditas dan mendukung pendalaman pasar keuangan melalui penguatan strategi operasi moneter

- Mendorong efisiensi pembayaran ritel melalui perluasan layanan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia/SKNBI (penambahan waktu dan percepatan setelmen, peningkatan batas nominal transaksi, dan penurunan tarif)

- Mendorong sisi supply transaksi Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), khususnya melalui penyederhanaan ketentuan kewajiban underlying transaksi

- Mendorong implementasi penyelenggara sarana pelaksanaan transaksi di pasar uang dan pasar valas (market operator)

- Mengembangkan pasar Surat Berharga Komersial (SBK) sebagai alternatif sumber pendanaan jangka pendek oleh korporasi

- Mendorong perluasan elektronifikasi bansos non tunai, dana desa, moda transportasi, dan operasi keuangan pemerintah.

Koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait juga terus dipererat guna mempertahankan stabilitas ekonomi, khususnya dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, serta menjaga momentum pertumbuhan ekonomi ke depan, khususnya dalam memperkuat permintaan domestik dan mendorong ekspor, pariwisata dan aliran modal asing.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya