Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara terancam mendapat sanksi pribadi maksimal Rp 25 miliar dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Hal ini terkait dugaan rangkap jabatan di sejumlah perusahaan maskapai penerbangan.
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Kementerian BUMN, Gatot Trihargo mengaku pihaknya sangat menghormati keputsan KPPU terkait adanya pelanggaraan mengenai rangkap jabatan. Sebagai induk BUMN, pihaknya akan mencabut jabatan Ari Askhara sebagai komisari di Sriwijaya.
Advertisement
Baca Juga
"Kita hormati putusan KPPU untuk rangkap jabatan. Untuk yang Pak Ari Askara di Sriwijaya kita ganti. Kan beliau merangkap komisaris utama di Sriwijaya," katanya kepada awak media di Kementerian Perekonomian, Jakarta, Senin (1/7)
Gatot menyampaikan dalam aturan Kementerian BUMN sendiri diperbolehkan melepas salah satu jabaatan selama itu dalam penugasan dan dianggap telah berpengaruh pada persaingan usaha. "Di dalam penugasan dibolehkan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Gatot mengakatakan sejauh ini belum ada pembicaraan terkait rencana penggantian komisaris dari Sriwijaya.
"Kalau Bu Rini kita diminta menghormati putusan apapun yang dilakukan oleh KPPU. (Penggantiannya jadi kapan?) Oh kita nanti ikuti saja," tandasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
KPPU Panggi Dirut Garuda
Sebelumnya, Anggota Komisioner KPPU, Guntur Saragih, mengatakan pihaknya pada hari ini telah memanggil Bos Garuda Indonesia atas dugaan pelanggaran terhadap Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Praktik Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Memang benar hari ini KPPU sudah panggil Direktur Utama Garuda. Dugaan Pasal 26 dan yang jadi terlapor ini agak unik, belum pernah terjadi. Seseorang, pribadi. Saksi dan terlapor pun pribadi, dalam hal ini Ari rangkap jabatan," papar dia di Gedung KPPU, Jakarta.
Namun begitu, dia meneruskan, penyidikan saat ini belum keluar hasil pasti dan masih dalam proses diolah oleh tim investigator KPPU. Untuk dugaan sementara, dia menyatakan Sriwijaya Air telah dikendalikan melalui rangkap jabatan.
"Buktinya sudah jelas, pak Ari sudah akui rangkap jabatan. Jadi bukti terlapor sudah ada, dari Kemenkumham juga sudah," tegas Guntur.
Secara sanksi, Guntur menyebutkan Ari Askhara berpotensi dikenai denda antara Rp 1-25 miliar. "Maksimum 25 miliar, minimum 1 miliar. Itu untuk rangkap jabatan," sambungnya.
Advertisement
KPPU Bakal Panggil Dirut Citilink pada 3 Juli
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bakal memanggil Direktur Utama Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo pada Rabu, 3 Juli 2019.
Pemanggilan ini dilaksanakan atas dugaan rangkap jabatan Juliandra yang juga berposisi sebagai Komisaris Sriwijaya Air.
"Kami akan panggil pak Juliandra pada hari Rabu," ujar Anggota Komisioner KPPU Guntur Saragih di kantornya, Jakarta, Senin (1/7/2019).
KPPU juga telah memanggil Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara atas dugaan kasus yang sama pada Senin 1 Juli 2019.
Guntur menuturkan, pelanggaran terhadap rangkap jabatan telah diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Praktik Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Memang benar hari ini KPPU sudah panggil Direktur Utama Garuda. Dugaan Pasal 26 dan yang jadi terlapor ini agak unik, belum pernah terjadi. Seseoarang, pribadi. Saksi dan terlapor pun pribadi, dalam hal ini Ari rangkap jabatan," terang dia.
Namun begitu, ia meneruskan, penyidikan saat ini belum keluar hasil pasti dan masih dalam proses diolah oleh tim investigator KPPU. Untuk dugaan sementara, dia menyatakan Sriwijaya Air telah dikendalikan melalui rangkap jabatan.
"Buktinya sudah jelas, pak Ari udah akui rangkap jabatan. Jadi bukti terlapor sudah ada, dari Kememkunham juga sudah," tegas Guntur.
Selain Juliandra dan Ari, KPPU sebelumnya juga telah memanggil Direktur Niaga Garuda Indonesia Pikri Ilham Kurniansyah terkait perkara serupa. Tak hanya di Garuda, Pikri juga menjabat sebagai Komisaris di Sriwijaya Air.
Lebih lanjut, Guntur menyampaikan, selain di Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air, Ari Askhara juga menjabat sebagai Komisaris Utama di Citilink Indonesia. Namun begitu, ia tak mempermasalahkannya, lantaran Citilink Indonesia masih berdiri di bawah Garuda Indonesia Group.
Garuda Janji Revisi Laporan Keuangan 2018 Maksimal 14 Hari
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk berjanji akan merevisi laporan keuangan pada 2018 lalu dalam waktu maksimal 14 hari sejak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan sanksi pada Jumat, 28 Juni 2019.
Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau yang dikenal sebagai Ari Askhara mengatakan, pihaknya akan menaati ketentuan tersebut meski bersikukuh tak ada pelanggaran terhadap rasio antara utang dan modal (debt to equity ratio).
"Dengan adanya penyajian kembali, nanti tentunya akan berubah. Memang kita sedang menyampaikan bahwa bila pun itu disajikan kembali, tidak ada rasio-rasio yang dilanggar. Khususnya untuk debt to equity ratio-nya. Itu di bawah 2,5 persen," tegasnya di Jakarta.
Sebagai catatan, laporan keuangan Garuda Indonesia pada tahun lalu memang terbilang mengejutkan. Pasalnya, perseroan melaporkan adanya perolehan laba bersih sebesar USD 809,84 ribu.
Secar perhitungan, Garuda Indonesia semestinya menanggung kerugian. Itu lantaran total beban usaha yang dibukukan perusahaan pada 2018 mencapai USD 4,58 miliar, atau lebih besar USD 206,08 juta lebih besar dibanding total pendapatan di tahun sebelumnya.
Adapun kejanggalan pada laporan keuangan ini berawal dari perolehan laba bersih 2018 yang diselamatkan dari perjanjian kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi senilai USD 239,94 juta.
Ke depan, Ari Askhara menyatakan, Garuda Indonesia menghormati keputusan pemberian sanksi oleh OJK dan Kemenkeu, dan akan menindaklanjuti keputusan itu dengan sebaik-baiknya.
"Garuda Indonesia juga akan terbuka, berkomunikasi lebih lanjut dan meminta advise kepada regulator, dalam hal ini terkait dengan pemenuhan kewajiban perusahaan atas hasil putusan tersebut," pungkasnya.
Advertisement