Perdana, Jerman Obligasi 30 Tahun dengan Bunga 0 Persen

Obligasi tanpa kupon dari pemerintah Jerman adalah opsi bagi investor untuk memarkir uang mereka dalam aset safe-haven.

oleh Arthur Gideon diperbarui 26 Agu 2019, 19:31 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2019, 19:31 WIB
Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Jerman akan melelang obligasi atau surat utang berjangka waktu 30 tahun dengan suku bunga 8 persen. Dengan penjualan ini berarti Jerman gticak akan melakukan pembayaranbunga kepada pembeli obligasi sampai jatuh tempo pada Agustus 2050.

Dikutip dari CNBC, Senin (26/8/2019), pemegang obligasi biasanya akan menerima baik perubahan nilai nominal maupun pembayaran bunga selama umur aset tersebut. Namun untuk pemegang obligasi ini hany aakan menerima nominal kembali.

Penjualan obligasi jangka panjang senilai 2 miliar euro yang diumumkan minggu lalu ini bertepatan ketika hasil dari aset pendapatan tetap telah mencapai rekor terendah, dan bahkan banyak yang pindah ke wilayah negatif karena investor mencari perlindungan dari turbulensi pasar dan memanfaatkan pelonggaran bank sentral.

Obligasi tanpa kupon dari pemerintah Jerman adalah opsi bagi investor untuk memarkir uang mereka dalam aset safe-haven jangka panjang dan mengunci uang tunai mereka untuk jangka waktu 30 tahun di tengah ketidakpastian global.

Dalam lingkungan pasar yang menantang, investor cenderung memindahkan investasi mereka dari aset berisiko ke safe-havens seperti emas dan obligasi pemerintah, sehingga meningkatkan permintaan dan harga. Imbal hasil obligasi bergerak terbalik terhadap harga, dan karenanya berubah negatif.

Perang Dagang Tak Selesai, Dunia Dihantui Resesi

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Saat ini, ekonomi dunia tengah memasuki masa genting. Ketidakpastian akibat adanya perang dagang Amerika Serikat (AS) - China dan Jepang - Korea, ditambah dengan urusan Brexit yang tak kunjung selesai membuat seluruh pihak waspada.

Pemerintah sampai berhati-hati dalam menentukan target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 karena tekanan ekonomi dunia. Apalagi, di dua kuartal 2019, Indonesia masih belum menyentuh target pertumbuhan ekonomi yang sebesar 5,2 persen. 

Pada kuartal I, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai angka 5,07 persen yoy. Sementara di kuartal II, angkanya turun menjadi 5,05 persen yoy.

Beberapa lembaga keuangan memberikan proyeksinya mengenai kemungkinan terjadinya resesi ekonomi di masa yang akan datang.

Analis dari Moody's Analytics, Steven G. Cocrane dan Katrina Ell menyatakan resesi ekonomi berpotensi meningkat imbas perang dagang yang tak kunjung usai.

"Perang dagang telah bereskalasi melampaui prediksi. Peluang terjadinya resesi global dalam kurun waktu 12 hingga 18 bulan mendatang meningkat menjadi 50 persen," ujar mereka, dilansir dari The Star, Kamis (22/08/2019).

Selain itu, Goldman Sachs Group juga menyatakan hal serupa.

"Kami telah meningkatkan perkiraan kami dari perang dagang (adanya resesi global)," ungkap pihak Goldman Sachs dalam catatannya kepada para nasabah.

Sementara, chief economist Morgan Stanley, Chetan Ahya, mengungkapkan jika risiko terjadinya resesi global meninggi dan akan semakin naik.

"Bahkan ketika kami merevisi proyeksi pertumbuhan menjadi lebih rendah, kami terus menyoroti bahwa resiko tetap condong ke arah sana (resesi global). Dalam tiga kuartal, kemungkinan dunia akan memasuki resesi global," tulisnya dalam sebuah catatan.

 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya