Liputan6.com, Jakarta - Badan Anggaran DPR dan pemerintah telah bersepakat untuk mencabut subsidi listrik golongan 900 VA, sebanyak 24,4 juta orang pelanggan. Pencabutan ini dilakukan karena golongan 900 VA merupakan pelanggan kategori mampu.
Namun demikian, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan ada beberapa catatan terkait kebijakan tersebut.Â
Advertisement
Baca Juga
Pertama, subsidi energi yang digelontorkan pemerintah untuk tahun anggaran 2019 memang sangat tinggi, lebih dari Rp 157 triliun, dan lebih dari Rp 65 triliun adalah untuk subsidi listrik.
"Jika mengacu pada data empirik ini, maka pencabutan subsidi tersebut menjadi hal yang bisa dipahami," ujar dia di Jakarta, Minggu (8/9/2019).
Kedua, pemerintah jangan terlalu mudah menstigmatisasi bahwa pelanggan 900 VA merupakan golongan mampu, tanpa deskripsi dan verifikasi data yang transparan, akuntabel bahkan kredibel.
"Pemerintah harus menunjukkan dengan indikator yang terukur, apakah mereka digolongkan mampu karena incomenya mengalami peningkatan? Atau indikator apa?," kata dia.Â
Ketiga, lanjut Tulus, jika pemerintah ingin mengurangi tingginya subsidi energi, maka lebih baik memangkas subsidi di gas elpiji 3 kg, bukan memangkas subsidi listrik 900 VA. Mengingat pemanfaatan gas elpiji 3 kg banyak yang salah sasaran, dibanding subsidi listrik.
"Dikarenakan distribusi gas elpiji 3 kg bersifat terbuka, siapa pun bisa membeli, tak peduli rumah tangga miskin atau rumah tangga kaya. Padahal peruntukan gas elpiji 3 kg adalah untuk rumah tangga miskin," ungkap dia.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Harus Ekstra Hati-Hati
Keempat, kata Tulus, pencabutan subsidi listrik golongan 900 VA harus dilakukan secara ekstra hati-hati, karena bisa mengerek tingginya laju inflasi dan memukul daya beli masyarakat. Apalagi jika kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen diberlakukan.
"Oleh karena itu, pemerintah seharusnya tidak melakukan kebijakan ini secara serentak. Bahkan idealnya subsidi listrik yang dicabut itu langsung direalokasi untuk subsidi ke BPJS Kesehatan, sehingga iuran BPJS Kesehatan tidak perlu dinaikkan," tutur dia.
Kelima, YLKI juga meminta agar dana pencabutan subsidi listrik tersebut juga sebagian untuk memberikan insentif ke perdesaan, melalui dana desa, untuk mengembangkan sumber sumber energi baru terbarukan (EBT).
"Jadi dana desa bukan hanya untuk pengerasan jalan saja, atau untuk konblokisasi," tandas dia.
Advertisement