Keyakinan Konsumen Terhadap Ekonomi Indonesia Menurun

Bank Indonesia menyatakan pada Oktober 2019 optimisme konsumen terhadap ekonomi Indonesia tetap terjaga, meskipun melemah.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 05 Nov 2019, 11:15 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2019, 11:15 WIB
Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada Oktober 2019 mengindikasikan optimisme konsumen tetap terjaga, meskipun melemah.

Dikutip dari survey tersebut, hal ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Oktober 2019 yang tetap berada dalam zona optimis (di atas 100) yakni sebesar 118,4, meskipun lebih rendah dibandingkan IKK pada bulan sebelumnya sebesar 121,8.

Konsumen yang tetap optimis ditopang oleh persepsi yang tetap positif terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi ke depan. Hal itu tercermin dari Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK) yang berada dalam zona positif, meskipun mengalami pelemahan.

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang menurun terutama disebabkan oleh indeks penghasilan dan indeks ketersediaan lapangan kerja yang lebih rendah.

Sementara itu, BI juga mencatat Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK) juga menurun, yang terutama disebabkan oleh penurunan indeks ekspektasi kegiatan usaha pada 6 bulan mendatang.

Hasil survei juga mengindikasikan tekanan kenaikan harga yang sedikit meningkat pada 3 bulan dan 6 bulan mendatang (Januari dan April 2020).

Hal ini terindikasi dari Indeks Ekspektasi Harga 3 dan 6 bulan mendatang yang lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Tekanan kenaikan harga 3 bulan mendatang dipengaruhi oleh perkiraan permintaan barang dan jasa yang meningkat pada awal tahun 2020.

Sementara itu, tekanan kenaikan harga 6 bulan mendatang diperkirakan dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan terhadap barang dan jasa menjelang bulan puasa pada akhir April 2020.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Realisasi Inflasi Oktober 2019 di Bawah Estimasi BI

BI Tahan Suku Bunga Acuan 6 Persen
Gubernur BI Perry Warjiyo memberikan penjelasan kepada wartawan di Jakarta, Kamis (20/6/2019). RDG Bank Indonesia 19-20 Juni 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) menunjukan inflasi bulan Oktober 2019 disumbang oleh daging ayam ras. Hal itu disampaikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo, di Mesjid Kompleks Gedung BI, Jakarta, Jumat (1/11).

"(Inflasi) dari BPS malah lebih rendah dari estimasi Bank Indonesia. Kalau BPS inflasinya 0.02 persen mtm," kata dia.

Sementara itu, secara tahunan atau year on year (yoy) inflasi masih berada pada angka 3,13 persen.

"Sumber-sumbernya sih hampir sama seperti daging ayam ras dan seterusnya dalam konteks yang memang lebih tinggi dari SPH kami, begitu juga untuk yang rumah tinggal," ujarnya.

Sementara itu, beberapa komoditi lainnya ada yang deflasi yaitu cabai. Hal ini kata dia, menunjukan bahwa daya beli masyarakat masih terjaga.

"Tapi intinya dari situ bahwa inflasi rendah dan tterkendali dan ini mendukung terjaganya daya beli masyarakat dengan harga-harga yang terkendali ini," ujarnya.

Oleh karena itu, dia optimis inflasi di akhir tahun masih akan sesuai target. "Juga mengkonfirmasi perkiraan Bank Indonesia pada akhir tahun ini insya Allah inflasi akan di bawah titik tengah sasaran 3,5 persen," tutupnya.

 

Harga Daging Ayam

Sihmi, penjual daging ayam di Pasar Grogol, Jakarta Barat
Sihmi, penjual daging ayam di Pasar Grogol, Jakarta Barat. Dok: Tommy Kurnia/liputan6.com

Sebelumnya, harga daging ayam di Pasar Ciputat, Tangerang Selatan terpantau naik sebesar Rp3.000 dari harga Rp20.000 per kilogram (kg) menjadi Rp23.000 per kg.

Salah satu penjual daging ayam, Abe mengatakan, harga tersebut naik terpengaruh oleh kurangnya air sehingga biaya produksi dinaikkan. Sementara itu, dari sisi pasokan, Abe mengaku pasokan ayam masih mencukupi.

Pedagang berharap harga ayam bisa turun lagi agar penjualan di pasaran laku, dan konsumen tidak merasa keberatan.

"Kalo lagi naik kita kadang rugi soalnya yang minat dikit. Ya kita mau turun saja lah itu harga ayam tidak usah naik-naik lagi," kata Abe saat diwawancarai Merdeka.com, Kamis (31/10).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya