Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan mencatat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN) mencapai Rp289 miliar hingga Agustus 2020. Adapun rata-rata jika dihitung sejak 2016 rata-rata penerimaan itu mencapai Rp300-500 miliar.
"PNBP dari pemanfaatan BMN tujuannya adalah mendayagunakan dalam rangka membuat aset itu tetap terjaga dan juga selain itu ada juga menghasilkan PNBP untuk negara," kata Direktur Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi, Purnama T Sianturi, dalam diskusi virtual di Jakarta, Jumat (18/9).
Baca Juga
Jika dirincikan, PNBP dihasilkan dari PMN pada 2016 nilainya mencapai Rp343 miliar. Kemudian di 2017 mengalami peningkatan yakni Rp 505 miliar, dan melesat tajam di 2018 mencapai Rp 1,57 triliun. Selanjutnya turun kembali di 2019 sebesar Rp522 miliar.
Advertisement
"Kenaikan di 2018 itu karena pemanfaatan lahan tanah Kereta Cepat Bandung-Jakarta," imbuh dia.
Dia menambahkan, PNBB yang dihasilkan dari BMN seluruhnya disetorkan ke kas negara. Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.
Adapun bentuk pemanfataan PMN terdiri dari empat macam. Pertama yakni sewa, untuk perorangan BUMN atau BUMD serta badan usaha lain. Bisa dalam bentuk tanah dan bangunan dengan maksimal sewa lima tahun, dan dapat diperpanjang.
Kedua pinjam pakai. Ini bisa dilakukan oleh pemerintah daerah dan desa setempat untuk pemanfaatan tanah atau bangunan. Pinjam pakai ini sama yakni maksimal lima tahun dan dapat diperpanjang.
Ketiga kerjasama penyediaan infrastruktur (KSPI). Ini bisa dilakukan oleh BUMN atau BUMD, badan hukum asing, dan korporasi dengan pemanfaatan tanah atau bangunan. Maksimal dilakukan selama 50 tahun. "Misal kereta cepat Bandung Jakarta sewa tanah 50 tahun," imbuh dia.
Selanjutnya yang terakhir yaitu kerjasama pemanfaatan atau KSP yang bisa dilakukan oleh BUMN dan BUMD, swasta, kecuali perorangan. Kerjasama pemanfaatan ini untuk tanah dan bangunan yang maksimal selama 30 tahun.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
21 Perusahaan Tak Teliti Hitung PNBP, Negara Rugi Rp 328 Miliar
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan ada 21 perusahaan yang kurang cermat dalam menghitung PNBP sumber daya alam. Akibatnya negara mengalami kekurangan penerimaan negara sebesar Rp 328,13 miliar dan USD 38,66 juta.
"Sehingga terdapat kekurangan penerimaan negara sebesar Rp 328,13 miliar dan USD 38,66 juta," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019 pada Rapat Paripurna DPR Ke-14 di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (5/5/2020).
Temuan ini dilakukan BPK dalam melakukan pemeriksaan terkait Pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PDP) dan perizinan mineral batu bara tahun 2016-2018 pada Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan instansi terkait. Meski dalam pemeriksaan ini BPK menyimpulkan pada pelaksanaannya sudah sesuai dengan kriteria dan ketentuan yang ada.
"Kesimpulan (BPK) telah sesuai dengan kriteria," kata dia.
Selain itu BPK menyebutkan ada 194 perusahaan kelapa sawit belum memiliki uji petik. Tanah seluas 1,02 juta hektar tersebut terdapat di 15 kabupaten.
"Sebanyak 194 perusahaan kelapa sawit pada 15 kabupaten yang diuji petik belum memiliki hak tanah atau hak guna usaha seluas kurang lebih 1,02 juta hektar," kata Agung.
Pemeriksaan tersebut dilakukan di Kementerian Pertanian dan KLHK. BPK melakukan pemeriksaan terhadap perizinan sertifikasi dan implementasi pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. BPK juga memeriksa kesesuaian aturan dengan kebijakan dan ketentuan internasional.
Advertisement
Belanja Pemerintah
Selain itu BPK juga melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan belanja pemerintah yang dilakukan pada 23 objek di 19 kementerian/lembaga. Dalam hal ini timbul permasalahan yang perlu dapat perhatian yakni kekurangan penerimaan pada Kementerian Sosial.
BPK menyebut kekurangan tersebut berasal dari saldo program pemerintah yang tersimpan di kartu PKH sebesar Rp 843,77 miliar.
"Pada program bantuan pangan keluarga harapan (PKH) di rekening bank penyalur yang belum disetor kepada kas negara sebesar Rp 843,77 miliar," kata Agung. Â