Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyoroti Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja, khususnya pada Pasal 174 yang akan memudahkan proses izin usaha secara terpadu.
Menurut dia, pengaturan izin usaha dalam UU Cipta Kerja akan memperpendek dan memperkecil ruang terjadinya pertemuan antara pengusaha dengan pejabat untuk main belakang.
Baca Juga
"Ini untuk pencegahan juga, pencegahan terjadinya potensi korupsi. Soalnya kalau izin ditahan-tahan, pengusaha banyak akalnya. Ada aja yang dilakukan. Dan pengusaha yang hebat dalam masalah itu cuman dua, bagaimana mensiasati aturan atau menaklukan pejabat," ujarnya dalam sesi webinar, Selasa (13/10/2020).
Advertisement
Bahlil menegaskan, UU Cipta Kerja sama sekali tidak menarik seluruh penerbitan izin usaha dari pemerintah daerah ke pusat. Aturan tersebut sudah tercantum jelas di Pasal 174 UU Omnibus Law.
Namun, itu disertai dengan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) untuk pengurusan izin diterbitkan langsung secara online dan terpadu oleh BKPM.
"Tidak ada lagi izin yang manual-manual. Langsung di-online-kan oleh OSS (Online Single Submission). OSS ini nanti BKPM lagi membuat, karena lembaga pengelola OSS ini BKPM," jelasnya.
BKPM disebutnya saat ini tengah membuat OSS versi UU Cipta Kerja. Jika itu telah rampung, pihak lembaga nantinya akan membagikannya kepada seluruh pemerintah daerah agar saling terkoneksi.
"Kenapa harus kita buat sekaligus, karena kalau kita tidak buat mohon maaf ada aja alasan. Mungkin aplikasinya tidak bisa sinkron atau segala macam," ungkap Bahlil.
BKPM Pastikan UU Cipta Kerja Percepat Izin Usaha di Pusat dan Daerah
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja hendak mempercepat proses perizinan usaha yang kerap lambat urus, baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah.
Dalam hal ini, Bahlil mengutarakan kekesalannya gara-gara proses izin usaha yang kerap molor akibat ego sektoral masing-masing kementerian/lembaga.
"Saya ingin sampaikan fakta juga, bahwa terjadi ego sektoral yang besar di republik ini. Izin kementerian/lembaga terhadap izin usaha itu masing-masing ego sektoral kementerian teknis minta ampun," ujarnya dalam sesi webinar, Selasa (13/10/2020).
Terkait dengan itu, RUU Cipta Kerja pada Pasal 174 coba mengatur tentang kewenangan daerah. Bahlil memaknai kewenangan yang ada pada kementerian/lembaga, termasuk kepala daerah, sebagai bagian pendelegasian kewenangan presiden kepada kementerian/lembaga dan kepala daerah.
"Selama ini, kementerian/lembaga ini juga tidak hanya bupati/gubernur yang izinnya terlambat. Mohon maaf, kementerian/lembaga ini juga masalah besar. Begitu saya masuk ke BKPM, izinnya itu NIB (Nomor Induk Berusaha) itu 3 jam," ungkapnya.
"Tetapi notifikasinya di Mekah, kalau orang tawaf 7 kali di Mekah, ini tawaf di kementerian mungkin enggak jelas kapan selesainya. Maka ini juga jadi sumber penghambat investasi," keluh Bahlil.
Namun, ia menambahkan, pemerintah daerah tetap memiliki kewenangan dalam menerbitkan izin usaha. Dengan catatan, Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) diterbitkan langsung secara online oleh BKPM.
"Izin yang ada di Pasal 174 poin B, itu izin daerah tidak ditarik, tidak ada sama sekali yang ditarik. Semua kewenangan daerah tetap ada, namun disertai dengan NSPK. Dan NSPK ini langsung kita buat di Jakarta lewat PP," tuturnya.
Advertisement