OJK: Pelaksanaan BIK Dorong Tercapainya Target Inklusi Keuangan 90 Persen di 2024

OJK bersama dengan Kementerian/Lembaga terkait dan lembaga jasa keuangan telah menginisasi Oktober sebagai bulan inklusi keuangan (BIK) sejak 2016.

oleh Athika Rahma diperbarui 15 Okt 2020, 16:02 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2020, 15:53 WIB
20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan Kementerian/Lembaga terkait dan lembaga jasa keuangan telah menginisasi bulan Oktober sebagai bulan inklusi keuangan (BIK) sejak tahun 2016.

BIK diinisiasi untuk meningkatkan pemahaman keuangan, produk jasa keuangan serta penambahan jumlah rekening produk jasa keuangan.

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara menyatakan, pelaksanaan BIK ini bakal mendorong pemenuhan target inklusi keuangan sebesar 90 persen di 2024.

"Ada beberapa hal yang mendorong pelaksanaan BIK ini. Sesuai dengan arahan Presiden pada Ratas tanggal 28 Januari lalu, beliau menargetkan, inklusi keuangan menjadi 90 persen tahun 2024, memang masih lama tapi 90 persen ini cukup tinggi," ujar Tirta dalam konferensi pers virtual, Kamis (15/10/2020).

Tak cuma bakal mendorong pemenuhan target 2024, BIK juga bakal mendorong giat ekonomi yang saat ini yang mengalami hantaman akibat pandemi Covid-19 dan berdampak pada sektor kinerja sektor keuangan.

Dengan demikian, pelaksanaan BIK ini juga bakal mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan kegiatan yang bisa meminimalkan dampak pandemi seperti business matching, penyaluran pembiayaan UMKM, pemberian kredit baru dan lainnya.

"Kemudian, BIK ini juga membuka akses keuangan ke lapisan masyarakat, karena pembangunan infrastruktur yang sudah dilakukan harus dinikmati seluruh lapisan, bukan hanya orang kota dan orang sekolahan saja," ujarnya.

Deretan Inklusi keuangan dalam Program PEN

UMKM
Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Di dalam masa pandemi Covid-19 ini, inklusi keuangan memegang peranan penting dalam percepatan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Khususnya, dengan mempercepat pemberian kredit bagi UMKM sehingga usaha mereka dapat meningkat kembali dan mendekati kondisi normal.

“Sementara gerakan menabung menjadi prioritas berikutnya mengingat perlunya spending dari masyarakat untuk menggerakkan sektor riil,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir saat memberikan sambutan dalam acara pembukaan Bulan Inklusi Keuangan Tahun 2020, Senin (5/10/2020).

Iskandar mengatakan, salah satu bentuk pemberian modal kerja yang diberikan pemerintah kepada UMKM adalah Bantuan Presiden (Banpres) Tunai. Bantuan ini untuk menghidupkan kembali kegiatan usaha yang sempat terhenti.

“Banpres tunai diberikan sebesar Rp 2,4 juta kepada 12 juta pelaku UMKM dan direncanakan akan ditingkatkan sampai 15 juta pelaku UMKM,” tutur Iskandar.

Selain itu, Pemerintah meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Super Mikro (SUMI) dengan jumlah kredit sampai dengan Rp10 juta untuk Ibu Rumah Tangga (RT) dan pekerja terkena PHK yang ingin melakukan usaha dengan bunga 0 persen sampai dengan Desember 2020.

Inklusi keuangan tersebut tidak berhenti di situ saja. Pemerintah juga memberikan tambahan subsidi bunga 6 persen kepada pelaku UMKM dan debitur KUR sehingga bunga KUR semua skema menjadi sebesar 0 persen sampai akhir tahun ini.

Restrukturisasi Kredit

20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas tengah melakukan pelayanan call center di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah membantu keringanan UMKM dengan restrukturisasi kredit akibat Covid-19 dengan merelaksasi kebijakan kredit dengan POJK Nomor 11.

Di tengah Pandemi Covid-19, kata Iskandar, Bulan Inklusi Keuangan yang diselenggarakan pada bulan Oktober ini memiliki peranan strategis.

“Dengan adanya Bulan Inklusi Keuangan, maka diharapkan indeks inklusi keuangan akan meningkat, mengingat pada tahun 2019 indeks inklusi keuangan Indonesia masih 76,2 persen,” imbuhnya.

Walaupun sudah naik pesat, angka Indeks itu masih di bawah negara emerging market seperti Cina dan India, yang telah mencapai indeks inklusi keuangan sebesar 80 persen, serta negara ASEAN seperti Malaysia sebesar 85 persen dan Thailand sebesar 82 persen pada tahun 2017 menurut Global Findex Bank Dunia.

“Literasi keuangan melalui edukasi keuangan perlu didorong sehingga indeks inklusi keuangan dapat ditingkatkan. Kesemua hal tersebut tentunya akan berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya kelompok bawah, serta usaha mikro dan kecil,” terang dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya