Pemerintah Belum Bayar Hotel Isolasi Mandiri Rp 196 Miliar

Pengusaha membeberkan, pemerintah masih menunggak biaya hotel untuk isolasi mandiri (isoman) sebesar Rp 196 miliar.

oleh Athika Rahma diperbarui 21 Jul 2021, 15:45 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2021, 15:45 WIB
Pasien Covid-19 Tanpa Gejala Bisa Langsung Datang ke Hotel, Asal...
Ilustrasi kamar isolasi mandiri pasien Covid-19 tanpa gejala di hotel. (dok. Biro Komunikasi Kemenparekraf/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sekaligus Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Haryadi Sukamdani membeberkan, pemerintah masih menunggak biaya hotel untuk isolasi mandiri (isoman) sebesar Rp 196 miliar.

Secara total, masih ada 21 hotel di Jakarta yang belum mendapatkan bayaran atas layanan isolasi mandiri tersebut. Haryadi bilang, pembayarannya masih menunggu persetujuan Kementerian Keuangan.

"Ini proses pembayaran menunggu approval Ditjen Anggaran di Kementerian Keuangan, nanti harusnya masuknya dari BNPB, karena awalnya order dari sana," ungkap Hariyadi dalam konferensi pers, Rabu (21/7/2021).

Lebih lanjut, pemerintah pusat dinilai harus memiliki sistem pembayaran biaya isoman yang baik apabila masih ingin bekerja sama dengan perusahaan hotel.

Pihaknya meminta agar pemerintah pusat mencontoh pemerintah daerah dalam menerapkan sistem pembayaran biaya isoman ini.

"Untuk beberapa daerah seperti Bandung untuk isoman, itu dibayarkan Pemprov, jadi dibayar 50 persen dulu kalau tidak salah. Pembayarannya 2 minggu sekali, jadi sudah jauh lebih baik," kata Haryadi.

Sementara itu, Haryadi mengaku jumlah pasien isolasi mandiri di hotel tidak begitu banyak. "Pada kenyataannya, tamu di hotel isoman itu justru sedikit karena banyak yang isoman di rumah, lebih tenang dan bisa mengantisipasi," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Cegah PHK, Ini Usulan Pengusaha ke Pemerintah Selama Perpanjangan PPKM Darurat

PPKM Darurat, Mal di Jakarta Akan Ditutup
Pengunjung turun menggunakan eskalator di Lippo Mall Kemang, Jakarta, Jumat (2/7/2021). Penutupan operasional gedung pusat perbelanjaan sebagai langkah pembatasan kegiatan masyarakat dalam upaya Pemerintah menekan angka penyebaran Covid-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah memastikan perpanjangan masa PPKM Darurat. Hanya saja dalam pelaksanaannya ada beberapa pelonggaran, terutama untuk para pedagang kecil di lapangan.

Menanggapi hal ini, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memberikan 6 usulan kepada pemerintah terkait adanya perpanjangan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Perpanjangan PPKM Darurat disebut dapat memberikan dampak negatif bagi sektor manufaktur nasional.

Salah satu contohnya, Purchasing Manager's Index (PMI) Indonesia sepanjang 2021 belum pernah kembali turun ke bawah level 50,0. PMI Indonesia per Juni 2021 tercatat turun ke level 53,5 dari posisi tertinggi sejak PMI Indonesia diambil pada 2011 dikisaran 55,3.

“Otomatis kalau industrinya tertekan, akan terkoreksi PMI-nya, akan tertahan, atau mungkin akan turun. Jadi ini tergantung dari efektivitas industri kita seperti apa,” ujar Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani, Jakarta, Rabu (21/7).

Hariyadi berharap, penerapan PPKM Mikro Darurat yang kini diperpanjang hingga 25 Juli 2021 tidak kembali diperpanjang. Sebab akan ada potensi berulangnya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal seperti yang terjadi pada tahun lalu.

Adapun enam usulan kepada pemerintah terkait pengoperasian sektor manufaktur selama PPKM Darurat yang diyakini mampu menjaga pertumbuhan ekonomi nasional yaitu pertama, meningkatkan kapasitas industri sektor kritikal, esensial dan berorientasi ekspor serta industri penunjangnya menjadi 100 persen karyawan operasional dan 25 persen karyawan penunjang operasional jika telah melakukan vaksinasi dua kali untuk seluruh tenaga kerja.

"Kedua, mengizinkan industri sektor nonesensial dan industri penunjangnya untuk beroperasi dengan kapasitas maksimal karyawan operasional sebanyak 50 persen dan karyawan penunjang operasional 10 persen," katanya.

Ketiga, mendesain kebijakan fiskal secara konsolidasi untuk meningkatkan daya beli masyarakat, dan bisa dieksekusi secara cepat. Keempat, mendorong harmonisasi kebijakan kesehatan, ekonomi, dan sosial secara terpadu.

"Perlu adanya komunikasi satu pintu agar dapat menciptakan kepastian dan ketenangan di masyarakat," kata Hariyadi.

Kelima, perlu adanya desain stimulus produktif bagi dunia usaha selain kesehatan dan bantuan sosial. Setidaknya ada tiga stimulus yang diinginkan dunia usaha, yakni penyeragaman terkait aturan restrukturisasi, subsidi upah melalui BPJS Ketenagakerjaan, dan keringanan tarif listrik.

Terakhir, mempercepat pelaksanaan vaksinasi di daerah-daerah perindustrian dan perdagangan. Apindo telah bekerjasama dengan aparat berwajib untuk mempercepat upaya vaksinasi tersebut. "Vaksinatornya kami biayai secara gotong royong. Jadi, kami juga bekerja cepat,” tandas Hariyadi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya