Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia terus mengalami kenaikan sejak 2013 hingga 2019 menjadi di level 40. Namun pada 2020 kemarin, indeks korupsiturun ke level 37.
"Indeks persepsi korupsi kita dari tahun ke tahun membaik meskipun di 2020 mengalami penurunan," kata Sri Mulyani dalam sambutannya di Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia), Jakarta, Rabu (8/12/2021).
Meskipun terus mengalami perbaikan, tetapi Indeks Persepsi Korupsi Indonesia masih jauh dibanding dengan negara yang memiliki tingkat anti korupsi yang lebih tinggi.
Advertisement
Untuk memberbaikinya, Sri Mulyani ingin korupsi di Indonesia dianggap sebagai penyakit yang berbahaya. Sebab berbagai praktik korupsi nyatanya bisa merusak berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
"Korupsi bisa menggerus kepercayaan masyarakat karena masyarakat bisa tidak lagi percaya kepada pemerintah yang sangat korup dan bisa menghasilkan gejolak politik sosial," ungkapnya.
Baca Juga
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ciptakan Kesenjangan
Selain itu, korupsi juga bisa menciptakan kesenjangan yang luar biasa. Praktik korupsi bisa terjadi di mana saja tanpa mengenal lokasi, kedudukan, profesi karena bisa sifat korup bisa menghinggapi apa saja, sebagaimana penyakit.
"Korupsi ini musuh bersama. Jangan pernah berpikir korupsi ini hanya untuk pejabat atau institusi itu sendiri," kata bendahara negara ini.
Bahkan, korupsi juga bisa mengganggu kinerja ekonomi dari sisi presentasi capaian perekonomian. Hal ini bisa menggerus pondasi suatu negara karena sangat berbahaya dan dampaknya begitu nyata.
Maka, Sri Mulyani mengingatkan budaya anti korupsi tidak hanya untuk dikampanyekan saja, melainkan juga perlu dipahami. Memahami hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta memahami hak dan kewajiban.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement