Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statisitk (BPS) merilis data bahwa inflasi Februari 2023 menurun dibandingkan inflasi bulan sebelumnya. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Februari 2023 menurun dari 0,34 persen dibanding bulan sebelumnya menjadi 0,16 persen (mtm).Â
Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menjelaskan,para pengusahya sangat mengapresiasi perkembangan angka inflasi Februari 2023. Ini membuktikan bagaimana pemerintah dan semua instrumen kebijakannya mampu mengendalikan inflasi dengan baik.
Baca Juga
"Misalnya, respons kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) serta sinergi pengendalian inflasi antara BI dan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis lainnya melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) serta Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah,"jelas dia dalam keterangan tertulis, Minggu (5/3/2023).
Advertisement
Inflasi inti Februari 2023 tercatat sebesar 0,13 persen (mtm), menurun dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,33 persen (mtm). Penurunan inflasi inti sejalan dengan normalisasi pola musiman awal tahun, khususnya dari komoditas kelompok perumahan.
Secara tahunan, inflasi inti Februari 2023 tercatat sebesar 3,09 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 3,27 persen (yoy).
Perlu Dikritisi
Namun, kondisi ini tetap perlu dikritisi, karena bisa juga inflasi yang terjadi adalah karena harga pokok penjualan (HPP) yang dibangun dalam sebuah ekosistem bisnisnya sehingga harga relatif lebih terkontrol. Sisi lain yang perlu dicermati adalah, bisa juga inflasi yang terjadi adalah karena likuiditas masyarakat yang berkurang, karena faktor permintaan yang berkurang.
"Kalau indikator itu benar, bahwa likuiditas berkurang, maka akan ada potensi menurunnya pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2023, dibandingkan dengan kuartal IV 2022 lalu,"kata dia.Â
3 Poin
Dalam konteks ini, paling tidak ada 3 poin yang harus dianalisis secara kritis, karena hal yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat.
- Pertama, tren pertumbuhan ekonomi yang terus naik.
- kedua, inflasi yang terkendali
- ketiga adalah kesenjangan ekonomi yang harus terus berkurang sehingga kualitas pertumbuhan ekonomi menjadi lebih bagus.
Â
Lebih Banyak Konsumsi
Â
Kalau kita lihat data pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat tetap tinggi yakni 5,01 persen (yoy), di tengah pertumbuhan ekonomi global yang dalam tren melambat. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan Indonesia secara keseluruhan tahun 2022 tercatat 5,31Â persen (yoy), meningkat dari capaian tahun sebelumnya sebesar 3,70Â persen (yoy).
Artinya, untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, PR pemerintah adalah tetap menjaga agar minimal pertumbuhan ekonomi pada kuartal I tahun ini bisa terjaga seperti tahun lalu.
Apalagi, pemerintah telah memprediksi, pertumbuhan ekonomi 2023 diprakirakan tetap kuat pada kisaran 4,5-5,3 persen, didorong oleh peningkatan permintaan domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun investasi.
Lantas, bagaimana kondisi ekonomi ke depannya?
Harapannya kita tentu, pemerintah mendorong regulasi yang memberikan insentif agar likuiditas terus terjaga di masyarakat sehingga pertumbuhan ekonomi terus terjaga dengan baik. Ini relevan dengan imbauan Presiden Jokowi, agar Indonesia lebih banyak melakukan konsumsi.
Karena akan sulit untuk kita melakukan konsumsi ketika likuiditas berkurang atau ketika terlalu banyak disinsentif, baik fiskal dan moneter, terhadap likuiditas.
Misalnya, suku bunga acuan yang terus naik. Terlebih lagi tren untuk satu-dua bulan ke depan, menghadapi masa Ramadan dan Lebaran, yang tentu akan membuat demand cenderung naik dan secara alamiah inflasi akan terkerek naik.
Advertisement
BPS: Inflasi Februari 2023 Capai 5,47 Persen
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi Februari tahun 2023 sebesar 5,47 persen (yoy). Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan tingkat inflasi pada bulan Januari yakni 5,28 persen (yoy).
Sementara itu, secara tahun kalender atau Februari 2023 ke Desember 2022 terjadi kenaikan 0,50 persen.
"Secara year on year terjadi inflasi sebesar 5,47 peraen dan secara tahun kalender terjadi 0,50 petsen," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini, dalam konferensi pers, di Jakarta Pusat, Rabu (1/3/2023).
Pudji menjelaskan, tingkat inflasi Februari 2023 sebesar 0,16 persen (mtm). Hal ini terjadi karena indeks harga konsumen meningkat dari 113,98 pada Januari 2023 menjadi 114,16 di Februari 2023.
"Kalau secara series, secara bulan ke bulan ini lebih rendah dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yaitu Januari 2023 sebesar 0,34 persen," kata dia.
Adapun kelompok pengeluaran terbesar dari kelompok makanan, minuman dan tembakau. Pudji menjelaskan komoditas penyumbang inflasi secara mtm terbesar dari beras, rokok kretek filter, cabai merah, bawang merah, dan rokok putih.
"Jika dirinci kelompok pengeluaran penyumbang inflasi adalah kelompok makanan minuman dan tembakau, selain itu ada kelompok pengeluaran deflasi, dengan deflasi terdalam di kelompok transportasi," katanya.