Liputan6.com, Jakarta Menteri keuangan Sri Mulyani melalui Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan memperioritaskan pemeriksaan terhadap 27 pegawai Kementerian Keuangan yang berisiko tinggi terhadap pencucian uang. Jumlah tersebut merupakan bagian dari 69 pegawai Kementerian Keuangan yang berisiko tinggi.
"Dari 69 pegawai Kemenkeu yang masuk kategori risiko tinggi, kita melihat 55 orang yang layak klarifikasi. Saat ini kita prioritaskan 27 pegawai," ujar Stafsus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi dan Informasi, Yustinus Prastowo, di Kementerian Keuangan, Senin (13/3/2023).
Baca Juga
Dari jumlah ini, kata Yustinus, 10 pegawai akan diselesaikan pemanggilannya sampai awal pekan ini. Sementara sekitar 13-15 pegawai diselesaikan di pekan ini sampai awal pekan depan.
Advertisement
"Target kita ke yang high priority yang risiko tinggi. Itu yang diharapkan nanti paralel kita minta info ke PPATK. Harapannya setelah selesai pemeriksaan kita mendapat info PPATK lalu bisa disampaikan ke publik yang menjadi kesimpulan," jelasnya.
Ada 69 Pegawai
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD melaporkan 69 pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.
Mahfud MD memaparkan, laporan tersebut telah diserahkan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk bisa ditindaklanjuti melalui Inspektorat Jenderal Kemenkeu.
Dari hasil analisis awal, 69 pegawai DJP ini dicurigai melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hal ini dibuktikan dengan banyaknya transaksi yang dilakukan oleh rekening masing-masing pegawai tersebut.
Sri Mulyani Terima 1.129 Laporan Transaksi Janggal di Ditjen Pajak, Menjurus Pencucian Uang
Kementerian Keuangan telah menerima 1.129 laporan dari Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut laporan tersebut merupakan data transaksi janggal yang ada di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
“Di dalam Ditjen Pajak kita menganalisa dan memanfaatkan laporan harta dan aset yang kita terima dan kita dari 1.129 laporan. Ini Pajak ya (kerja sama) dengan PPATK,” kata Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Sabtu (11/3).
Dari laporan tersebut, sebanyak 507 telah dilakukan analisa antara Kementerian Keuangan dengan PPATK. Hasil analisa pun digunakan untuk mengamankan penerimaan negara.
“Kemudian memanfaatkan hasil itu untuk mengamankan penerimaan negara,” kata dia.
Advertisement
Pencucian Uang
Berbagai informasi tersebut dilakukan pengusutan untuk penyelesaian tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sehingga pihaknya berhasil mengembalikan penerimaan negara hingga Rp7,08 triliun.
“Kita udah me-recover Rp7,08 triliun yang merupakan penerimaan negara pajak dan penggunaan informasi mengenai pencucian uang untuk kemudian kita ambil sebagai hak negara,” katanya
Dia pun menegaskan tindak lanjut ini menjadi bukti tidak adanya pembiaran yang dilakukan Kementerian Keuangan. Pengembalian penerimaan negara tersebut sebagai bukti kerja sama antara Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan dan PPATK.
“Jadi dalam hal ini, ini menjadi salah satu bukti bahwa kami bersama PPATK untuk terus melakukan kerja sama,” pungkasnya.
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com