Fleksibilitas Jam Kerja Jadi Solusi Cegah PHK Massal

APINDO menghimbau kepada para pengusaha khususnya yang bergerak di bidang padat karya dan berorientasi ekspor, agar patuh dan konsisten dengan pengaturan fleksibilitas waktu kerja yang diatur dalam Permenaker no. 5/2023 untuk mencegah PHK.

oleh Tira Santia diperbarui 03 Apr 2023, 11:40 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2023, 11:40 WIB
Puluhan Nisan di Tengah Peringatan Hari Buruh
Puluhan nisan berjejer rapi di sekitar area Monas, Jakarta, pada Hari Buruh Internasional, Sabtu (1/5/2021). Nisan hitam itu dihiasi tulisan yang mewakili perasaan para buruh, Antara lain RIP PHK Murah, Bebasnya Outsourcing, RIP Cuti Hamil, RIP Satuan Upah-Perjam. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menilai pengaturan fleksibilitas waktu atau jam kerja merupakan salah satu solusi terbaik mencegah pengurangan karyawan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, akibat dampak perubahan ekonomi global.

Diketahui, Kementerian Ketenagakerjaan telah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 5 tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan & Jamsos DPN APINDO, Anton J. Supit, mengatakan bahwa penerbitan PerMen tersebut merupakan respons dari permintaan dunia usaha yang diwakili oleh APINDO bersama KOGA, KOFA, API dan APRISINDO melalui surat Nomor 0001/APINDO/KOGA/KOFA/API/APRISINDO/10/2022 tanggal 7 Oktober 2022 mengenai fleksibilitas jam kerja dan hari kerja.

Dia menjelaskan, permintaan tersebut didasari fakta bahwa dengan krisis perekonomian global, telah menyebabkan berkurangnya secara signifikan permintaan pasokan hasil industri Indonesia yang bersifat padat karya, sejak pertengahan tahun 2022, yang kemungkinan belum akan pulih sampai akhir tahun ini. 

Sebagai ilustrasi dapat disampaikan disini bahwa eksport sepatu, alas kaki dan turunannya, garmen dan produk tekstil lainnya terproyeksi pada tahun 2023 mengalami penurunan permintaan order sebesar 50 persen dan 30 persen.

Permenaker No. 5/2023 telah dibahas melalui forum LKS Tripartit Nasional, hal ini menunjukan bahwa para stakeholder utama ketenagakerjaan, dapat memahami perlunya memberikan landasan hukum bagi dunia usaha di sektor tertentu agar dapat menerapkan fleksibilitas jam atau waktu kerja.

"Penting disampaikan disini bahwa Peraturan Menteri No. 5/2023 ini mensyaratkan adanya kesepakatan antara pengusaha dan pekerja atau buruh atau serikat pekerja atau serikat buruh terkait, sehingga tidak ada pekerja atau buruh yang dirugikan," kata Anton, Senin (3/4/2023).

Berlaku untuk Komoditas Tertentu

Oleh karena itu, APINDO menghimbau kepada para pengusaha khususnya yang bergerak di bidang padat karya dan berorientasi ekspor, agar patuh dan konsisten dengan pengaturan fleksibilitas waktu kerja yang diatur dalam Permenaker no. 5/2023.

Permenaker No. 5/2023 berlaku untuk komoditas tertentu seperti garmen dan tekstil yang berorientasi ekspor kepada negara tertentu seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor ke negara tertentu yang terdampak perubahan ekonomi global, dapat melakukan penyesuaian waktu kerja dari 40 jam perminggu menjadi 30 jam perminggu dengan penyesuaian upah.

"Penyesuaian waktu kerja hanya berlaku selama enam bulan sejak Permenaker No. 5/ 2023 diundangkan dengan catatan harus memenuhi semua persyaratan yang sudah di wajibkan dalam Permenaker no 5/2023," pungkasnya.

Buruh Ancam Pidanakan Pengusaha yang Potong Upah 25 Persen

Puluhan Nisan di Tengah Peringatan Hari Buruh
Buruh meletakkan puluhan nisan di sekitar area Monas, Jakarta, pada Hari Buruh Internasional, Sabtu (1/5/2021). Nisan hitam itu dihiasi tulisan yang mewakili perasaan para buruh, Antara lain RIP PHK Murah, Bebasnya Outsourcing, RIP Cuti Hamil, RIP Satuan Upah-Perjam. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan bakal mempidanakan pengusaha yang melakukan pemotongan upah sebesar 25 persen. Protes buruh ini menyusul adanya Permenaker 5 Tahun 2023 yang membolehkan pemotongan upah tersebut.

Diketahui, beleid itu membolehkan pengusaha memotong upah dan mengurangi jam kerja pekerjanya jika kondisi keuangan perusahaan mengalami penurunan. Ini disebut-sebut permintaan dari perusahaan tekstil dan alas kaki yang pesanannya menurun akibat permintaan ekspor yang menurun drastis.

Said Iqbal menyebut rencana mempidanakan pengusaha yang memangkas upah masih akan menunggu saat pembayaran upah. Dari sana, dia bisa melihat apakah ada pemotongan upah atau tidak.

Lapor Polisi

Puluhan Nisan di Tengah Peringatan Hari Buruh
Puluhan nisan berjejer rapi di sekitar area Monas, Jakarta, pada Hari Buruh Internasional, Sabtu (1/5/2021). Nisan hitam itu dihiasi tulisan yang mewakili perasaan para buruh, Antara lain RIP PHK Murah, Bebasnya Outsourcing, RIP Cuti Hamil, RIP Satuan Upah-Perjam. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bilamana ditemui adanya perusahaan yang memotong upah, Said Iqbal mengaku sudah menginstruksikan kepada buruh agar segera membuat laporan polisi dengan mengadukan perusahaan atas tindak pidana membayar upah di bawah upah minimum.

Lantaran ketika upah dipotong 25 persen maka perusahaan membayar upah di bawah upah minimum. Dan membayar upah di bawah upah minimum masuk dalam kategori tindak pidana kejahatan.

“Perusahaan melanggar UU Ketenagakerjaan dan bahkan UU Cipta Kerja. Di mana perusahaan yang membayar membayar upah di bawah upah minimum dipenjara minimal 1 tahun,” ujar Said Iqbal dalam keterangannya, Minggu (2/4/2023).

“Untuk itu, Partai Buruh dan organsiasi setikat buruh menghimbau untuk tidak menerapkan Permenaker No 5 Tahun 2023,” sambung dia.

Mogok Kerja

Terlebih lagi, keberadaan Permenaker No 5 Tahun 2023 statusnya di bawah Undang-Undang. Itulah sebabnya, Said Iqbal menilai kebijakan yang memperbolehkan memotong upah buruh hingga 25 persen ini lebih kejam daripadan pinjol (pinjaman online).

“Karena lebih kuat Undang-Undang dibandingkan Permenaker. Undang-Undangnya tidak dihapus. Jadi kita akan gunakan untuk mempidanakan pengusaha,” ujar Said Iqbal.

Selain mengadukan secara pidana, Said Iqbal juga menyerukan kepada buruh, bilamana perusahaan memaksa pemotongan upah, langung mengirimkan pemberitahuan mogok kerja.

“Mogok kerja adalah sesuatu yang sah untuk dilakukan, ketika mereka memotong paksa upah buruh,” tegasnya.

Infografis Ancaman Gelombang PHK Massal Akibat Corona. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Ancaman Gelombang PHK Massal Akibat Corona. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya